BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hal yang paling berharga bagi semua
orang. Mulai dari olahraga teratur, pola makan yang disiplin, dan istirahat
yang cukup dilakukan demi mendapatkan tubuh yang tetap fit. Namun terkadang antioksidan
dalam tubuh juga melemah karena kecapaian atau nutrisi yang kurang dalam tubuh.
Hal ini menyebabkan penyakit mudah masuk dan menyerang dalam tubuh.
Influenza adalah salah satu penyakit menular paling
serius dari sudut pandang kesehatan masyarakat karena menyebar cepat di seluruh
dunia, morbiditas yang signifikan di seluruh penduduk dan komplikasi yang
terkait. Perubahan cuaca, kehujanan, dan kurang istirahat menjadi penyebab
utama seseorang terjangkit penyakit ini. Penyakit ini mudah menyerang namun
mudah sembuh juga tanpa perlu pengobatan secara intensif dan tidak membahayakan
nyawa penderitanya. Namun sekarang muncul jenis flu yang baru yaitu flu burung
atau Avian Influenza. Flu burung merupakan jenis penyakit baru yang mulai
merebak di Indonesia dan di seluruh dunia. Penyakit flu burung mulai mewabah
pada tahun 2003. Di Asia, virus ini telah menular di Vietnam, Thailand,
Kamboja, Cina, Indonesia, Jepang, Laos, dan Korea Selatan. Di Indonesia jenis
penyakit ini pertama kali ditemukan tepatnya di Pekalongan, Jawa Tengah pada
bulan Agustus 2003. Berbeda dengan influenza, penyakit ini sangat berbahaya
bahkan mematikan.
Unggas merupakan bagian hidup masyarakat Indonesia.
Mulai dari peternak dan pedagang bahkan ibu rumah tangga hampir setiap hari
bersinggungan dengan hewan ini. Namun latar belakang pendidikan mereka yang
tidak terlalu tinggi terkadang membuat mereka tidak mengerti akan adanya
penyakit yang mematikan ini. Oleh karenanya perlu diadakan pembahasan khusus
tentang penyakit ini supaya dapat meminimalisir dampak yang diakibatkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan flu burung?
2. Apa
penyebab penyakit flu burung?
3. Apa
gejala penyakit flu burung?
4.
Bagaimana cara pengobatan flu burung?
5.
Bagaimana cara pencegahan penyakit flu burung?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan flu burung.
2. Untuk
mengetahui penyebab penyakit flu burung.
3. Untuk
mengetahui gejala penyakit flu burung.
4. Untuk
mengetahui pengobatan penyakit flu burung.
5. Untuk
mengethaui cara pencegahan penyakit flu burung.
D. Manfaat Penulisan
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan flu burung.
2.
Mengetahui penyebab penyakit flu burung.
3.
Mengetahui gejala penyakit flu burung.
4. Mengetahui
pengobatan penyakit flu burung.
5.
Mengethaui cara pencegahan penyakit flu burung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Flu Burung
Avian Influenza (AI) atau flu burung (bird flu) atau
sampar unggas (fowl plague) pertama kali ditemukan menyerang di Italia sekitar
100 tahun yang lalu. Pada mulanya penyakit ini hanya menyerang unggas mulai
dari ayam, merpati, sampai burung-burung liar. Akan tetapi, laporan terakhir
menyebutkan serangan pada babi dan manusia.
Wabah virus ini menyerang manusia pertama kali di
Hongkong pada tahun 1997 dengan 18 korban dan 6 diantaranya meninggal. Di
Indonesia, penyakit ini awalnya diduga sebagai penyakit tetelo atau VVND
(Velogenic Viscerotopic Newcastle Diseae) yang pernah menyerang pada
tahun-tahun sebelumnya.
Penyakit ini merupakan penyakit baru (new emerging
disease) yang banyak menarik perhatian berbagai pihak karena penularannya yang
sangat cepat dengan angka kematian yang tinggi. Avian flu juga melibatkan
sektor peternakan, khususnya unggas, yang mempunyai dampak besar terhadap
ketersediaan daging (gizi) di masyarakat, dan sektor ekonomi para peternaknya.
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian
Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza
tipe A dan ditularkan oleh unggas. Sejarah dunia telah mencatat tiga pandemi
besar yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Pandemi pertama terjadi pada
tahun 1918 berupa flu Spanyol yang disebabkan oleh subtipe H1N1 dan memakan
korban meninggal 40 juta orang. Pandemi ini sebagian besar terjadi di Eropa dan
Amerika Serikat. Pandemi kedua terjadi pada tahun 1958 berupa flu Asia yang
disebabkan oleh H2N2 dengan korban 4juta jiwa. Pandemi terakhir terjadi pada
tahun 1968 berupa flu Hongkong yang disebabkan oleh H3N2 dengan korban 1 juta
jiwa.
Penyebaran flu burung :
1.
Ayam dan manusia di Hongkong. Selama
wabah tersebut Pada tahun 1997 Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi
berlangsung 18 orang telah dirawat di rumah sakit dan 6 diantaranya meninggal
dunia. Untuk mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5
juta ayam yang terinfeksi flu burung.
2.
Pada tahun 1999, di Hongkong dilaporkan
adanya kasus Avian Influenza A (H9N2) pada 2 orang anak tanpa menimbulkan
kematian.
3.
Pada tahun 2003, di Hongkong ditemukan
lagi dua kasus Avian Influenza A (H5N1) dan satu orang meninggal.
4.
Pada tahun 2003, di Belanda ditemukan 80
kasus Avian Influenza A (H7N7) dan satu diantaranya meninggal.
5.
Pada tahun 2004 terjadi lagi 25 kasus
Avian Influenza A (H5N1) di Vietnam (19) dan Thailand (6) yang menyebabkan 19
orang meninggal (5 di Thailand, 14 di Vietnam)
B. Penyebab dan Penularan Flu Burung
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A.
Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat
berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi.
Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N).
Kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang
banyak jenisnya.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3,
H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98. Strain yang
sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1.
Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 ̊ C dan
lebih dari 30 hari pada 0 ̊C. Virus akan mati pada pemanasan 60 ̊ C selama 30
menit atau 56 ̊ C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya
formalin, serta cairan yang mengandung iodin.
Meskipun reservoar alami viris AI adalah unggas liar
yang sering bermigrasi (bebek liar), tetapi hewan tersebut resisten terhadap
penyakit ini. Menurut WHO, kontak hewan tersebut dengan unggas ternak
menyebabkan epidemik flu burung di kalangan unggas. Penularan penyakit terjadi
melalui udara dan ekskret (kotoran, urin, dan ingus) unggas yang terinfeksi.
Virus AI dapat hidup selama 15 hari di luar jaringan
hidup. Virus pada unggas akan mati pada pemanasan 80 ̊ C selama 1 menit, dan
virus pada telur akan mati pada suhu 64 ̊ C selama 5 menit. Virus akan mati
dengan pemanasan sinar matahari dan pemberian diinfektan. Secara genetik, virus
influenza tipe A sangat labil dan tidak sulit beradaptasi untuk menginfeksi
spesies sasarannya. Virus ini tidak memiliki sifat proof reading, yaitu
kemampuan untuk mendeteksi kesalahan yang terjadi dan memperbaiki kesalahan
pada saat replikasi. Ketidakstabilan sifat genetik virus inilah yang
mengakibatkan terjadinya strain/jenis/mutan virus yang baru. Akibat dari proses
tersebut, virus virulensi virus AI dapat berubah menjadi lebih ganas dari
sebelumnya (HPAI, high pathogenic avian influenza).
Karakteristik lain dari virus ini adalah
kemampuannya untuk bertukar, bercampur, dan bergabung dengan virus influenza
strain yang lain sehingga menyebabkan munculnya strain baru yang bisa berbahaya
bagi manusia. Mekanisme ini juga menyebabkan kesulitan dalam membuat vaksin
untuk program penanggulangan.
Mekanisme penularan flu burung pada manusia melalui
beberapa cara:
1. Virus
unggas liar unggas domestik manusia
2. Virus
unggas liar unggas domestik babi manusia
3.
Virus unggas liar unggas
domestik (dan babi) manusia manusia
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari
unggas ke manusia, melalui air liur, lendir dari hidung dan feces. Penyakit ini
dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran
atau sekreta burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas ke
manusia juga dapat terjadi jika bersinggungan langsung dengan unggas yang
terinfeksi flu burung. Contohnya: pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam,
dan penjamah produk unggas lainnya.
C. Gejala
Flu Burung
Virus AI dibedakan dalam dua kelompok (berdasarkan
patotipe), yaitu highly pathogenic avian influenza (HPAI) yang bersifat ganas
dan low pathogenic avian influenza (LPAI) yang bersifat kurang ganas. Virus
HPAI menunjukkan gejala kematian yang sangat tinggi, gangguan pernapasan,
produksi telur berhenti atau menurun drastis, batuk, bersin, ngorok, sinusitis
odema pada kepala dan muka, perdarahan jaringan subkutan diikuti sianosis kulit
terutama pada kaki, kepala dan pial, serta diare dan gangguan syaraf. Infeksi akibat
LPAI biasanya tidak menimbulkan gejala klinis, tetapi dapat juga terjadi
ovarium mengecil, pembengkakan ginjal,dan pengendapan asam urat.
Diagnosis AI dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Kasus
tersangka (possible cases)
a.
Demam lebih dari38 ̊ C, batuk,
nyeri tenggorokan
b. Pernah
kontak dengan penderita AI
c. Kurang
dari satu minggu terkahir pasien pernah mengunjungi peternakan di daerah HPAI
d. Bekerja
di laboratorium dan kontak dengan sampel dari tersangka AI
2. Kasus
“mungkin” (probable cases)
a. Possible
cases
b. Hasil
laboratorium tertentu positif untuk virus AI dengan antiibodi monoklonal H5,
c. Tidak
terbukti adanya penyebab lain
3. Kasus
pasti (confirmed cases)
a. Hasil
kultur virus H5N1
b.
Pemeriksaan PCR influenza H5 positif
c.
Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar empat kali.
d.
Pemeriksaan laboratorium:
1)
Mengisolasi virus (usap tenggorok, tonsil, faring)
2) Tes
serologi
3) Merujuk
ke laboratorium litbangkes
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pengujian agar
gell precipitation (AGP). Penentuan subtipe virus dilakukan dengan pengujian
haemaglutination inhibition (HI).
Gejala flu burung dapat dibedakan, yaitu pada unggas
dan manusia.
1. Gejala
pada unggas
a. Jengger
berwarna biru
b. Borok di kaki
c. Kematian
mendadak
2. Gejala
pada manusia
a. Demam
(suhu badan diatas 38 ̊C)
b. Batuk
dan nyeri tenggorokan
c. Radang
saluran pernapasan atas
d.
Pneumonia
e. Infeksi
mata
f. Nyeri
otot
Masa inkubasi
pada unggas dan manusia pun juga berbeda, yaitu:
1. Pada
Unggas : 1 minggu
2. Pada
Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1
hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari .
D. Pengobatan Penyakit flu Burung
Pengobatan bagi penderita flu burung:
1.
Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
2. Hidrasi
dengan pemberian cairan parenteral (infus).
3.
Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari.
4.
Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam waktu 48
jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2
dosis. Bila berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.
Selain cara diatas dapat digunakan cara berikut ini:
1. Suportif
: vitamin, misalnya vitamin C dan B kompleks
2.
Simtomatik : analgesik, antitusif, mukolitik
3.
Profilaksis : antibiotik
4.
Pengobatan antivirus dengan Olsetamivir 75 mg (Tamiflu).
Dosis profilaksis adalah 1 x 75 mg selama 7 hari
yang diberikan pada semua kasus suspek. Dosis terapi adalah 2 x 75 mg selama 5
hari yang diberikan pada semua kasus suspek yang dirawat. Dosis anak tergantung
dari berat badannya. Penggunaan antivirus sanga membantu, terutama pada 48 jam
pertama, karena virus akan menghilang sekitar 7 hari setelah masuk ke dalam
tubuh.
E. Pencegahan Penyakit Flu Burung
1. Pada
Unggas:
a.
Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
b.
Vaksinasi pada unggas yang sehat
Penemuan vaksin terbaru dari ekstrak mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa) menambah daftar alternatif pencegahan penyakit flu
burung. Vaksin ini ditemukan oleh Artina Prastiwi Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menurut Artina Prastiwi, cara membuat antivirus dari
ekstrak mahkota dewa itu sederhana. Diawali dengan penimbangan sesuai dosis
yang dibutuhkan. "Untuk dosis 10 mililiter diperlukan buah mahkota dewa
kering sebanyak 100 gram per 100 mililiter air atau kelipatannya, yakni 100
gram per 1.000 mililiter. Selanjutnya, dilakukan penyulingan untuk mendapatkan
ekstrak," katanya, Kamis (3/3/2011).
Setelah memperoleh ekstrak, dilakukan pengujian
kadar saponin di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM.
Ekstrak mahkota dewa harus mengandung kadar saponin 10 persen. "Hasil
saponin yang diperoleh itu yang digunakan sebagai bahan baku, yakni pelarut
suspense antigen virus AI. Kemudian yang digunakan sebagai vaksin adalah
ekstrak mahkota dewa 0,2 mililiter," katanya.
"Vaksin tersebut terbukti mampu menghambat
perkembangan virus Avian Influenza (AI) hingga 87 persen. Selain telah teruji
dalam skala laboratorium, vaksin itu juga lebih murah dibandingkan dengan
vaksin kimia yang dijual di pasaran," kata Artina di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, vaksin AI di pasaran biasanya
dibanderol Rp200.000 per 100 dosis, sedangkan vaksin temuannya hanya Rp75.000
per 100 dosis. "Meskipun terbilang efektif dan murah, vaksin itu belum
dipasarkan secara massal, karena masih perlu penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui secara pasti hasilnya," katanya.
Ia mengatakan, pada awalnya uji coba dilakukan pada
30 telur ayam berembrio. Dari hasil uji tersebut diketahui telur yang diberi
virus AI dan diberi tambahan saponin 10 persen dari ekstrak buah mahkota dewa
0,2 ml, setelah diinkubasi selama 35 hari diketahui embrio tidak mati, sehat,
dan tanpa bekas luka. Namun, telur yang disuntik dosis yang lebih tinggi 15
persen dan 20 persen, ternyata semua embrio mati dengan bentuk perdarahan
seluruh tubuh, kekerdilan, dan cairan alantois keruh.
Menurut dia, 10 persen merupakan hasil terbaik untuk
menghambat virus flu burung. Hal itu membuktikan bahwa kadar saponin yang
digunakan harus tepat karena bisa menimbulkan keracunan jika diberikan dalam
dosis besar.
"Setelah teruji aman pada telur, vaksin
mengujikan pada ayam usia kurang dari 21 hari, dan hasilnya cukup
menggembirakan. Ayam yang telah divaksin tidak ada satu pun yang mati,"
katanya.
2. Pada
Manusia :
a. Kelompok
berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
1) Mencuci
tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
2) Hindari
kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung.
3)
Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
4)
Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
5)
Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
6) Orang
yang kontak dengan unggas (misalnya peternak ayam) harus menggunakan masker,
baju khusus, kaca mata renang.
7)
Membatasi lalu lintas orang yang masuk ke peternakan.
8)
Mendisinfeksi orang dan kendaraan yang masuk ke peternakan.
9)
Mendisinfeksi peralatan peternakan.
10)
Mengisolasi kandang dan kotoran dari lokasi peternakan.
b.
Masyarakat umum
1) Memilih
daging yang baik dan segar.
2) Memasak
daging ayam minimal 80 ̊C selama 1 menit dan telur minimal 64 ̊ C selama 5
menit (atau sampai air atau kuahnya mendidih cukup lama).
3) Menjaga
kesehatan dan ketahanan umum tubuh dengan makan, olahraga, dan istirahat yang
cukup.
4) Segera
ke dokter/puskesmas/rumah sakit bagi masyarakat yang mengalami gejala-gejala di
atas.
5) Menjaga
daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
6) Mengolah
unggas dengan cara yang benar, yaitu :
a) Pilih
unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
b) Memasak
daging ayam sampai dengan suhu ± 80 ̊ C
selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu ±64 ̊ C selama 4,5 menit.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Flu
burung merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (AI).
Penyakit ini menyerang unggas dan manusia. Penyakit ini sangat berbahaya karena
bisa mematikan. Gejala utamanya mirip dengan flu biasa namun lebih ekstrim,
misalnya suhu tubuh yang terlalu tinggi dan sebagainya. Pengobatan penyakit ini
bisa dilakukan dengan perawatan intensif di rumah sakit dan dengan pemberian
tamiflu. Untuk pencegahannya bisa dilakukan dengan enjaga kebersihan
lingkungan, pengolahan unggas sampai benar-benar matang dan dengan vaksinasi
pada unggas.
B. Saran
1.
Untuk masyarakat umum diharapkan bisa memperhatikan
lingkungaan hidup di sekitarnya supaya tetap sehat dan terbebas dari infeksi
flu burung.
2.
Semua yang terlibat (peternak, pedagang,
masyarakt umum, pemerintah) mampu bekerjasama dalam pencegahan penyebaran
penyakit ini.
3.
Bagi pemerintah hendaknya menyosialisasikan
hal-hal yang berhubungan dengan penyakit ini kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes
RI. 2005. “Flu Burung”, (Online),
(http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/072005/flu_burung.pdf, diakses pada 09
Maret 2011)
Benny N Joewono. 2011. “Inilah Cara Membuat Vaksin
Flu Burung”, (Online),
(http://regional.kompas.com/read/2011/03/03/22372222/Inilah.Cara.Membuat.Vaksin.Flu.Burung,
diakses pada 09 Maret 2011)
Fillipo Ansardi, Andre Orsi, and Giancarlo Icardi .
“Today’s Influenza Vaccines – The Need for Adjuvantas and How They Work”,
(Online),
(http://www.touchbriefings.com/articles/todays-influenza-vaccines.html?gclid=CJzkicLpwqcCFYIc6woduUd-Cw,
diakses pada 10 Maret 2011)
Indi Dharmayanti. “Flu Burung: Penyakit yang
Mematikan”, (Online),
(http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr273057.pdf, diakses pada 10
Maret 2011)
Kristina, dkk. “Flu Burung”, (Online),
http://www.flutrackers.com/forum/showthread.php?t=69294,
diakses 27 Juni 2013)
Ruslan Burhani. 2011. “Mahasiswa UGM Temukan Vaksin
Flu Burung”, (Online),
(http://www.antaranews.com/berita/248494/mahasiswa-ugm-temukan-vaksin-flu-burung,
diakses pada 09 Maret 2011)
Widiyono. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi,
Pencegahan, & Pemberantasan. Jakarta: Erlangga
No comments:
Post a Comment