2/21/2018

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHULAFA AL-RASYIDIN




KATA PENGANTAR
      puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang lah memberi rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi kita yakni Nabi Muhammad SAW.
      Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yusuf selaku pengajar mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang telah memberi kepercayaan kepada kami untuk menyusun makalah ini yang berjudul   “Sejarah Pendidikan pada Masa Kholifah Al-Rasyidin      
 Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan makalah selanjutnya.
       Akhir kata kami ucapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi kami selaku penyusun khususnya dan juga pembaca umumnya.




Suryalaya, 13 Februari 2018


               Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
           Sejarah dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena dari keduanya terlihat maju dan mundurnya sebuah peradaban umat manusia. Dengan mempelajari sejarah, manusia dapat belajar dari masa lalu dan bercermin untuk merencanakan dan mempersiapkan masa depan. Adapun melalui pendidikan, manusia dapat menyiapkan Sumber Daya Manusia, begitupun pada masa Sejarah Pendidikan Khulafaur Rasyiddin.
           Sebagi umat islam, sudah sepatutnya kita mengetahui Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Khulafaur Rasyiddin terutama kita sebagi calon guru MI guna mengambil ibrah. Karena kalu kita amati dengan seksama, Pendidikan Islam pada masa kini mengalami penurunan. Maka dari itu kami akan membahas Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Khulafah  Al-Rayidin. sedikitnya untuk memberikan gambara bagaimana sistem pendidikan pada masa khulafah Al- Rasyidin mulai dari metode sampai evaluasi.

2.       Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Pendidikan pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
b.      Apa tujuan pendidikkan pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
c.       Siapa saja pendidik Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
d.      Siapa saja peserta didik pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
e.       Bagaimana metode Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin?
f.       Bagaimana kurikulum dan materi Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
g.      Bagaimana lembaga pendidikan islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
h.      Bagaimana evaluasi pendidikan islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?

3.      Tujuan
a.       Untuk mengetahui Pendidikan pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
b.      Untuk mengetahui tujuan pendidikkan pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
c.       Untuk mengetahui siapa saja pendidik Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
d.      Untuk mengetahui peserta didik Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
e.       Untuk mengetahui metode yang digunakan pendidik pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
f.       Untuk mengetahui kurikulum dan materi Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
g.      Untuk mengetahui lembaga pendidikan islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
h.      Untuk mengetahui bagaimana proses  evaluasi pendidikan islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin














BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pendidikan Islam Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin

Sejak pada masa Nabi Muhammad Saw.sampai pada masa Dinasti Umayyah ,ilmu pengetahuan belum berkembang pesat, dan masih terpusat pada usaha pemenuhan kebutuhan untuk memahami prinsip-prinsip ajaran islam sebagai pedoman hidup yang waktu itu secara langsung telah dijawab dan diselesaikan oleh Nabi.[1]
             Tahun-tahun pemerintahan Khulafa Al-Rasyidin merupakan perjuangan terus menerus antara hak yang mereka bawa dan dakwahan dengan kebatilan yang mereka perangi dan musuhi.Pada zaman Khulafa Al-Rosyidin, kehidupan Rasulullah Saw. Seakan-akan itu hidup kembali. Pendidikan Islam masih tetap memantulkan Al-Qur’an dan sunah di ibu kota khilafah di Makkah, Madinah, dan diberbagai negeri lain yang ditaklukan oleh oran-orang islam .[2]
              Pendidikan pada masa Abu bakar tidak jauh berbeda dengan pendidikan pada masa Rasulullah, sedangkan pada masa kholifah Umar bin khathab pendidikan tidak turun drastis, yaitu guru-gurunya digaji dan disebar ke daerah-daerah yang baru ditaklukan. Adapun pada masa Ustman bin Affan, pendidikan diserahkan kepada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus pada Madinah, tetapi juga kedaerah-daerah untuk mengajar. Pada masa Ali bin Abi Thalib pendidikan kurang mendapat perhatian karena pada masa tersebut Negara selalu dilanda konflik.[3]
              Pada masa khulafa Al-Rasyidin tidak terdapat pemikiran baru, melainkan ada sedikit percampuran filsafat yunani, namun tidak terlalu berpengaruh karena masih memakai logika bukan filsafat pada pengertian luas.
a.       Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11 H – 13 H/632 M- 634 M)
         Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah khalifah pertama setelah Rasulullah wafat, Abu bakar dipilih secara aklamasi, karena pada saat itu tidak ada aturan-aturan yang jelas tentang pengganti nabi, yang ada hanya sebuah mandat yang diterima Abu bakar menjelang wafatnya nabi untuk menjadi badal imam Nabi.
Pola pendidikan pada masa Abu bakar masih seperti pada masa Nabi,baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar dilakukan penghimpunan Al-Qur’an, Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin.[4]

b.      Masa Khalifah Umar bin Khathab (13 H- 23 H/634 M-644 M)
Umar bin Khathab adalah khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat, tatkala Abu Bakar merasa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah dia ingin memberikan khilafahannya kepada seseorang sehingga diharapkan manusia tidak banyak terlibat konflik, jatuhlah pilihannya kepada Umar bin Khathab.
Umar ibn Al-Khathab dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif bahkan genius.[5]
Pelaksanaan pendidikan pada masa khalifah Umar bin Khathab lebih maju, Hal ini disebabkan telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan dan terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan matri yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, maupun pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan dikelola dibawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, dan diiringi berbagai kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitul mal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji yang pendidik waktu itu diambil dari daerah yang ditaklukan dan dari baitul mal.[6]

c.         Masa Khalifah Utsman bin Affan (23 H- 35 H/ 644 M- 656 M)
Sebelum meninggal, ‘Umar telah memanggil tiga calon penggantinya, yaitu Utsman, ‘Ali, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Dalam pertemuan mereka secara bergantian, Umar berpesan agar penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat (Munawwir Syadzali, 1993:30). Di samping itu Umar telah membentuk dewan formatur yang bertugas memilih penggantinya kelak. Dewan formulator yang dibentuk Umar berjumlah 6 orang. Mereka adalah Ali, Utsman, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abd Ar-Rahman bin Auf, Zubbair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Di samping itu Abdullah bin Umar dijadikan anggota, tetapi tidak memiliki hak suara.
Langkah yang ditempuh oleh Abd Ar-Rahman setelah Umar wafat adalah meminta pendapat kepada anggota formatur secara terpisah untuk membicarakan calon yang tepat untuk diangkat menjadi khalifah. Hasilnya adalah munculnya dua kandidat khalifah, yaitu Utsman dan Ali. Kemudian, Abd Ar-Rahman memanggil Ali dan menanyakan kepadanya, seandainya dia terpilih menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-Quran, Sunah Rasul, dan kebijakan dua khalifah sebelum dia? Ali menjawab bahwa dirinya dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Abd Ar-Rahman berganti mengundang Utsman dan mengajukan pertanyaan yang sam kepadanya. Dengan tegas Utsman menjawab, “Ya! Saya sanggup.” Berdasarkan jawaban itu, Abd Ar-Rahmanmenyatakan, “Utsman sebagai khalifah ketiga, dan segeralah dilaksanakan bai’at.” Waktu itu, usia Utsman tujuh puluh tahun.
Masa pemerintahan Utsman bin Affan termasuk yang paling lama apabila dibandingkan dengan khalifah lainnya, yaitu 12 tahun; 24-36 H./644-656 M. Umar 10 tahun 13-23 H/634-644, Abu Bakar 2 tahun 11-13 H./632-634 M, dan Ali 5 tahun 36-41 H./656-661 M. awal pemerintahan Utsman, atau kira-kira 6 tahun masa pemerintahannya penuh dengan berbagai prestasi.[7]
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan pendidikan tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya terjadi sedikit perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa Khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dari daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Utsman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar tentang Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang strategis untuk memberikan pendidikkan kepada masyarakat. Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri. Artinya, pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan kerihaan Allah.[8]

d.        Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib ( 35 M- 40 M/656 M- 661 M)
Peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan menyebabkan perpecahan di kalangan umat islam menjadi empat golongan, yakni : 1) pengikut Utsman, yaitu yang menuntut balas atas kematian Utsman dan mengajukan Muawiyah sebagai khalifah; 2) pengikut Ali, yang mengajukan Ali sebagai khalifah; 3) kaum moderat, tidak mengajukan calon, menyerahkan urusannya kepada Allah; 4) golongan yang berpegang pada prinsip jamaah, diantaranya Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Ayyub Al-Anshari, Usamah bin Zaid, dan Muhammad bin Maslamah yang diikuti oleh 10.000 orang sahabat tabi’in yang memandang bahwa Utsman dan Ali sama-sama sebagi pemimpin.
Ali adalah calon terkuat untuk menjadi khalifah, karena banyak di dukung oleh para sahabat senior, bahkan para pemberontak kepada khalifah Utsman mendukungnya termasuk Abdullah bin Saba, dan tidak ada seorangpun yang bersedia dicalonkan. Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdulah bin Umar tidak mendukungnya, walaupun kemudian Sa’ad ikut kembali Ali. Yang pertama kali membai’at Ali adalah Thalhah bin Ubaidilah diikuti oleh Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash, kemudian diikuti oleh banyak orang dari kalangan Anshar dan Muhajirin. Asal mulanya Ali menolak pencalonan dirinya, namun kemudian menerimanya demi kepentingan Islam pada tanggal 23 Juni 656 M.[9]
          Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan sehingga dimasa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikkan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu, Ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikkan sebab keseluruhan dan perhatiannya itu ditumpahkann pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam.
          Adapun pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin antara lain adalah Makkah, Madinah, Bashrah, Kufah, Damsyik (Syam), dan Mesir. Sistem pendidikkan pada masa Khulafa Al-Rasyidin dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa Umar bin Khattab, yang turut campur dalam menambahkan materi kurikulum pada lembaga kuttab. Untuk pendidikkan dasar yang diajarkan sebelum masa Umar bin Khattab menjabat sebagai Khalifah : a) Membaca dan menulis; b) Membaca dan menghafal Al-Quran; c) Pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudlu, shalat, puasa, dan sebagainya. [10]

B.  Tujuan Pendidikan Islam pada masa khulafa Al-Rasyidin
           Tujuan pendidikan pada masa khulafa Al-Rasyidin yaitu Melahirkan umat yang memiliki komitmen yang tulus dan kukuh terhadap pelaksanaan ajaran Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Lahirnya tujuan pendidikan di zaman khulafa Al-Rasyidin tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial dan politik yang terjadi di wilayah kekuasan islam pada saat itu khususnya di Makkah dan Madinah yang penduduknya dari latar belakang agama, sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikandan lainnya yang berbeda-beda. [11]

C.  Para Pendidik Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
1.      Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
2.      Khalifah Umar bin Khatthab
3.      Khalifah Utsman bin Affan
4.      Khalifah Ali bin Abi Thalib
5.      Ibn Umar
6.      Abu Hurairah
7.      Ibn Abbas
8.      Siti Aisyah
9.      Anas bin Malik
10.  Zaid ibn Tsabit
11.  Abu Dzar Al-Ghifari

D.  Sasaran (Peserta Didik) pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
Peserta didik pada masa Khulafa Al-Rasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di Mekkah dan Madinah. Namun, yang khusus mendalami bidang kajian keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim, dan mendalam penguasaannyadi bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikkan dalam arti umum, yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah seluruh umat islam yang ada di Mekkah dan Madinah. Adapun sasaran pendidikkan dalam arti khusus, yakni membentuk ahli ilmu agama adalah sebagian kecil dari kalangan tabi’in yang selanjutnya menjadi ulama.[12]

E.  Metode Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
Adapun metode yang mereka gunakan dalam mengajar antara lain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk di sebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan megulangi apa yang dikemukakan oleh para guru.[13]

F.   Kurikulum dan Materi Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
Kurikulum pendidikan Madinah selain berisi materi pengajaran yang berkaitan dengan pendidikkan keagamaan, yakni Al-Quran, Al-Hadist, hukum islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan keamanan, dan kesejahteraan sosial[14]

G. Lembaga Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
pada masa Khulafaur Rasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya terdapat di Mekkah dan Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai daerah kekuasaan Islam lainnya. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab misalnya, pusat pendidikan selain Madinah dan Mekkah juga Mesir, Syiria dan Basyrah, Kuffah, dan Damsyik.
Adapun lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan masih sama dengan lembaga pendidikan yang digunakan di zaman Rasulullah SAW, yaitu masjid, suffah, kuttah, dan rumah[15]

H.  Evaluasi Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
Kegiatan evaluasi pendidikan masih berlangsung secara lisan dan perbuatan, yakni bahwa kemampuan seseorang dalam menguasai bahan pelajaran dilihat pada kemampuannya untuk mengemukakan, mengajarakan, dan mengamalkan ajaran tersebut. Para sahabat yang dinilai memiliki kecakapan dalam ilmu agam, seperti tasir, hadist, fatwa dan sejarah kemudian dipercaya oleh masyarakat untuk mengajar atau menyampaikan ilmunya itu kepada orang lain. Kepercayaan masyarakat itulah sesungguhnya merupakan proses dan standar evaluasi yang lebih objektif dan murni, karena kepercayaan publik pada umumnya menggambarkan kekadaan yang sesungguhnya dan bersifat objektif.[16]









BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
a.       Pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin masih meneruskan dan mengembangkan pendidikan pada masa Rasulullah SAW.
b.      Tujuan dari pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin. Salah satunya yaitu melahirkan umat yang memiliki komitmen yang tulus dan kukuh terhadap pelaksanaan ajaran Islam.
c.       Pendidik pada masa Khulafa Al-Rasyidin selain para Khalifah ada yang lain juga, seperti: Ibnu Umar dan sebagainya.
d.      Peserta didik pada masa Khulafa Al-Rasyidin pada umumnya adalah pendidik Mekkah dan Madinah dan daerah-daerah yang ditaklukan Islam.
e.       Metode pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin berbentuk halaqah.
f.       Kurikulum dan materi pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin adalah Al-Quran, Al-Hadits, dan sebagainya.
g.      Lembaga pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin masih sama seperti pada masa Rasulullah SAW. Seperti: Masjid, Suffah, Kuffah dan Rumah.
h.      Evaluasi pendidikan Islam pada masa Khulafa Al-Rasyidin masih berlangsung secara isan dan perbuatan.

2.       Saran
Diharapkan kita sebagai calon pendidik dapat mencontoh hal-hal yang dianggap efektif dan efisien dalam proses pembelajaran pada masa Khulafa Al-Rasyidin

DAFTAR PUSTAKA
Kodir Abdul,Sejarah Pendidikan Islam.Bandung: CV Pustaka Setia.2015
Kurniawan Syamsul, Erwin Mahruj. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.2011
Nata Abudin. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: Kencana Renadamedia Group.2014
Supriyadi Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.2016



[1] Kurniawan Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media,Yogyakarta, 2011, hal.7.
[2] Ibid.hal.58.
[3] Kodir Abdul, Sejarah Pendidikan Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2015, hal.24.
[4] Kurniawan Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta,  2011,  hal.58.
[5] Supriyadi Dedi, Sejarah  Peradaban  Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal.77.
[6] Kurniawan  Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2011, hal.59.
[7] Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, CV  Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal.88.
[8] Kurniawan Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2011, hal.60.
[9] Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, CV  Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal.96.
[10] Kurniawan Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2011, hal.60-61.
[11] Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hal.120.
[12] Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hal.121.
[13] Ibid, hal.123.
[14] Ibid, hal.121.
[15] Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hal.123.
[16] Ibid, hal.124-125.