MAKALAH
“2 MASALAH
BIDANG IPA DAN IPS”
Disusun Oleh :
MTS Negeri 3
CIAMIS
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Ciamis, Januari 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial,
merupakan cabang ilmu yang memberikan kontribusi dalam berbagai bidang
pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan. Kedua jenis ilmu tersebut
merupakan kajian yang dominan dalam pembelajaran di sekolah. Melalui
pembelajaran ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial masyarakat sejak dini
dipersiapkan untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu alam dan sosial dalam
kehidupannya. Semakin banyak kajian ilmu-ilmu alam dan sosial yang dipelajari
masyarakat maka pemahaman tentang gejala alam dan hakekat hidup antar makhluk
hidup dapat lebih dipahami oleh masyarakat.
Ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial
merupakan kajian umum yang banyak dipelajari oleh masyarakat. Berbagai
pembelajaran yang merupakan cabang dari ilmu-ilmu alam dan sosial dilembagakan
dalam bentuk pendidikan formal. Hakekat perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial
kadang dimaknai hanya pada bentuk materi kajian tanpa memahami tentang
perbedaan kedua ilmu tersebut ditinjau dari hakekat pembagian ilmu. Kajian yang
mendasar tentang ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dapat memberikan batasan
tentang kategorisasi ilmu-ilmu lebih terarah dan serta kemungkinan kategorisasi
cabang ilmu-ilmu baru yang muncul.
Menganalisis tentang komparasi
antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial sebenarnya dapat ditinjau dari
berbagai perspektif. Tinjauan yang yang mendasar dalam membedakan kedua ilmu
tersebut dengan menggunakan kajian dari filsafat ilmu. Kategori untuk
membedakan kedua jenis ilmu tersebut dapat dianalisis dalam pertanyaan apa yang
dikaji oleh pengetahuan itu, bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut,
serta bagaimana pengetahuan tersebut dipergunakan. Kajian filsafat ilmu dapat
memberi kategorisasi secara umum tentang ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi),
bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut
disusun. Berlatar belakang dari asumsi tersebut dalam karya ini akan dikaji
tentang analisis perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dalam perspektif
ontologi dan epistimologi.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam kajian tentang
perbedaan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial adalah:
- Bagaimana perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dalam perspektif ontologi?
- Bagaimana perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dalam perspektif epistemologi?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah untuk mengetahui bagaimana perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial
dalam perspektif ontologis dan epistemologi.
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini
terbagi menjadi dua yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.
Secara teoritis manfaat penulisan makalah ini adalah memberikan tambahan
pengetahuan kepada pembaca tentang perbedaan ilmui-ilmu alam dan ilmu-ilmu
sosial ditinjau dari perspektif ontologis dan epistemologi. Manfaat pratis
makalah ini diharapkan pembaca dapat membedakan antara ilmu-ilmu alam dan
ilmu-ilmu sosial dalam perspektif ontologi dan epistemologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perbedaan
Ilmu-Ilmu Alam dengan Ilmu-Ilmu Sosial ditinjau dari Ontologi
Menganalisis tentang masalah
perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial ditinjau dari segi ontologi.
Perlu diwacanakan tentang kriteria ilmu sebagai latar dari kajian. Ilmu
merupakan pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-langkah
pencapaiannya dipertanggungjawabkan secara teoritis (Tim Dosen Filsafat Ilmu,
2007: 46). Ilmu pengetahuan juga memiliki ciri-ciri yang umum yaitu memiliki
objek, metode, sistematis dan kriteria kebenaran (Kaelan, 1996: 26). Kajian
ontologi dalam filsafat ilmu berhubungan dengan telaah terhadap ilmu yang
menyelidiki landasan suatu ilmu yang menanyakan apa asumsi ilmu terhadap objek
material dan objek formal, baik bersifat fisik atau kejiwaan (Tim Dosen
Filsafat Ilmu, 2007: 53).
Ilmu berkembang dengan pesat sering
dengan penambahan jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri
pada satu bidang telaah yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan
seksama menyebabkan objek forma dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama
yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam atau the
natural sciences dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam
cabang ilmu-ilmu sosial atau the social sciences (Jujun S.
Suriasumantri, 2005: 93).
Ilmu-ilmu alam membagi diri
kepada dua kelompok lagi yakni ilmu alam (the physical sciences) dan
ilmu hayat (the biological sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari
zat yang membentuk alam semesta, sedangkan ilmu alam kemudian bercabang lagi
menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi
zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit, dan ilmu bumi yang mempelajari
bumi (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 93). Tiap-tiap cabang kemudian membikin
ranting-ranting baru seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika,
bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan magnetisme, fisika nuklir dan kimia fisik
(ilmu-ilmu murni).
Ilmu murni merupakan kumpulan
teori-teori ilmiah yang bersifat dasar dan teoritis yang belum dikaitkan dengan
masalah-masalah kehidupan yang bersifat praktis. Ilmu terapan merupakan
aplikasi ilmu murni kepada masalah-masalah kehidupan yang mempunyai manfaat
praktis (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 94).
Ilmu-ilmu sosial berkembang agak
lambat dibanding dengan ilmu-ilmu alam. Pada pokoknya terdapat cabang utama
ilmu-ilmu sosial yakni antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif waktu
dan tempat), psikologi (mempelajari proses mental dan kelakuan manusia) ekonomi
(mempelajari manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya lewat proses
pertukaran), sosiologi (mempelajari struktur organisasi sosial manusia) dan
ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam kehidupan manusia
berpemerintahan dan bernegara) (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 94). Cabang utama
ilmu-ilmu sosial ini kemudian mempunyai cabang-cabang lain seperti antropologi
terpecah menjadi lima yakni arkeologi, antropologi fisik, linguistik, etnologi
dan antropologi sosial/kultural (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 95).
B. Perbedaan
Ilmu-Ilmu Alam dengan Sosial ditinjau dari Epistimologi
Epistemologi atau teori pengetahuan
membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk
memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses
tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu
dengan buah pemikiran yang lainnya (Jujun S. Suriasumantri, 2006: 9).
Munculnya persoalan epistemologi
bukan mengenai suatu prosedur penyelidikan ilmiah, tetapi dengan mempertanyakan
“mengapa prosedur ini bukan yang lain”. Dalam konteks ilmu sosial, filsafat
mempertanyakan metode dan prosedur yang dipergunakan peneliti sosial dari
disiplin sosial (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2007: 46). Ilmu alam memang
terkait secara pokok dalam positivistik, mempelajari sesuatu yang objektif,
tidak hidup, dunia fisik. Kajian masyarakat, hasil akal manusia, adalah
subjektif, emotif bersifat subyektif. Tingkah laku masyarakat adalah selalu
mengandung nilai, dan pengetahuan reliabel tentang kebudayaan hanya dapat
digapai dengan cara mengisolasi ide-ide umum, opini atau tujuan khusus
masyarakat. Hal tersebut membuat tindakan sosial adalah penuh bermakna
subyektif.
Alat untuk memperoleh pengetahuan
sangat tergantung dari asumsi terhadap objek. Demikian juga telaah dalam
filsafat ilmu, sarana dan alat untuk memproses ilmu harus konsisten dengan
karakter objek material ilmu. Berdasarkan kondisi tersebut terdapat perbedaan
paradigma yang disebabkan oleh karakter objek yang berbeda. Misalnya antara
ilmu alam dan ilmu sosial yang terdapat perbedaan metode dan sarana yang
dipakai (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2007: 47). Objek material adalah bahan
yang dijadikan sasaran penyelidikan (misalnya ilmu kedokteran, ilmu sastra,
psikologi) sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu terhadap objek
materialnya misalnya ilmu kedokteran objek formalnya keadaan fisik manusia
(Lasiyo dan Yuwono, 1984: 5).
Hindes Barry (Tim Dosen Filsafat
Ilmu, 2007: 47) menyatakan bahwa keabsahan yang merupakan bukti bahwa suatu
ilmu adalah benar secara epistemologis bukanlah sesuatu yang didatangkan dari
luar, melainkan hasil dari metode penyelidikan dan hasil penyelidikan. Oleh
karena itu masalah keabsahan apakah ukurannya cocok tergantung pada metode dan
karakter objek, sehingga jenis ilmu yang satu dan lainnya tidak sama. Dengan
kata lain seseorang tidak bisa menguji metode dan hasil ilmu yang satu dengan
menggunakan ilmu lainnya.
Kajian tersebut dapat menjadi dasar
perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial berdasarkan perspektif epistimologi yaitu:
1. Ilmu-Ilmu
Alam
Ilmu alam merupakan ilmu yang
mempelajari objek-objek empiris di alam semesta ini. Ilmu alam mempelajari
berbagai gejala dan peristiwa yang mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan objek telaahnya maka ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan
empiris. Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris.
Objek-objek yang berada di luar jangkauan pengalaman manusia tidak termasuk
bidang penelaahan ilmu (Yuyun S, 1981: 6).
Ilmu alam mempunyai asumsi mengenai
objek, antara lain:
- Menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, yaitu dalam hal bentuk struktur dan sifat, sehingga ilmu tidak bicara mengenai kasus individual melainkan suatu kelas tertentu.
- Menanggap bahwa suatu benda tidak mungkin mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kelestarian relatif dalam jangka waktu tertentu ini memungkinkan dilakukan pendekatan keilmuan terhadap objek yang sedang diselidiki.
- Menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dan urut-urutan kejadian yang sama (Yuyun S, 1981: 7).
Dalam pandangan empirisme ilmu tidak
menuntut adanya hubungan kausalitas yang mutlak, sehingga suatu kejadian
tertentu harus diikuti oleh kejadian yang lain, melainkan bahwa suatu kejadian
mempunyai kemungkinan besar untuk mengakibatkan terjadinya kejadian lain. Ilmu
tentang objek empiris pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan,
hal ini perlu sebab kejadian alam sangat kompleks. Kegiatan yang dilakukan
dalam ilmu alam tidak merupakan objek penelitian ilmu alam, sebab praktek ilmu
alam merupakan suatu aktivitas manusia yang khas. Manusia memang dapat terlibat
sebagai subjek dan sebagai objek, dengan kata lain manusia adalah mempraktekkan
dan diprakteki (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2007: 49).
2. Ilmu-ilmu
Sosial
Ilmu sosial adalah ilmu yang
mempelajari manusia dalam segala aspek hidupnya, ciri khasnya, tingkah lakunya,
baik perseorangan maupun bersama, dalam lingkup kecil maupun besar. Objek
material ilmu sosial lain sama sekali dengan objek material dalam ilmu alam.
Objek material dalam ilmu sosial adalah berupa tingkah laku dalam tindakan yang
khas manusia, bebas dan tidak deterministik (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2007:
49).
Kajian yang berbeda-beda terhadap
ilmu merupakan konsekuensi dari perbedaan objek formal. Objek ilmu sosial yaitu
manusia sebagai keseluruhan. Penelitian dalam ilmu sosial juga menimbulkan
perbedaan pendekatan. Dalam ilmu manusia praktek ilmiah sebagai aktivitas
manusiawi merupakan juga objek penelitian ilmu manusia, misalnya psikologi,
psikis, sosiologis, dan sejarah. Spesifikasi ilmu sejarah adalah data
peninggalan masa lampau baik berupa kesaksian, alat-alat, makam, rumah, tulisan
dan karya seni, namun objek ilmu sejarah tidak dapat dikenai eksperiment karena
menyangkut masa lampau. Kondisi tersebut yang mempengaruhi kemurnian objek
manusiawi berkaitan dengan sikap menilai dari subjek penelitian, maka
objektivitas ilmu sejarah sebagai ilmu kemanusiaan (Tim Dosen Filsafat Ilmu,
2007: 51).
Klaim terhadap ilmu-ilmu sosial
kadang dinilai gagal dalam menangkap kekomplekan gejala, didasarkan pada
kegagalan dalam membedakan antara pernyataan beserta sistematika yang dipakai
dengan gejala sosial yang dinyatakan oleh pernyataan tersebut. Tidak semua
argumentasi tentang kerumitan gejala sosial yang menyebabkan ketidakmungkinan
ilmu-ilmu sosial. Rangkaian argumentasi yang lain didasarkan pada tuduhan bahwa
metode keilmuan tidak mampu untuk menangkap “keunikan” gejala sosial dan
manusiawi. Penelaahan sosial tertarik kepada keungikan tiap-tiap kejadian
sosial, padahal metode keimuan hanya mampu mensistematikakan berdasarkan
generaslisasi, maka keadaan in menyebabkan harus ditetapkannya metode yang lain
dalam ilmu-ilmu sosial (Jujun S. Suriasumantri, 2006: 143).
Objek penelaahan Ilmu Sosial
mempunyai karakter (Jujun S. Suriasumantri, 2006: 134) di bawah ini:
a. Objek
Penelaahan yang Kompleks
Gejala sosial lebih kompleks
dibandingkan dengan gejala alam. Ahli ilmu alam berhubungan dengan satu jenis
gejala yakni gejala yang bersifat fisik. Gejala sosial juga mempelajari
karakteristik fisik namun diperlukan penjelasan yang lebih dalam untuk mampu
menerangkan gejala tersebut. Guna menjelaskan hal ini berdasarkan hukum-hukum
seperti yang terdapat dalam ilmu alam tidaklah cukup.
Ahli ilmu alam berhubungan dengan
gejala fisik yang bersifat umum. Penelaahannya meliputi beberapa variabel dalam
jumlah yang relatif kecil yang dapat diukur secara tepat. Ilmu-ilmu sosial
mempelajari manusia selaku perseorangan maupun selaku anggota dari suatu
kelompok sosial yang menyebabkan situasi yang bertambah rumit. Variabel dalam
penelaahan sosial adalah relatif banyak kadang-kadang membimbingkan
peneliti.
Apabila seorang ahli kimia
mencampurkan dua buah zat kimia dan meledak, hal itu dapat dijelaskan dengan
tepat dalam ilmu alam, namun apabila terjadi kejahatan, maka kajiannya terdapat
faktor yang banyak sekali untuk dijelaskan. Faktor-faktor penjelas yang
dimaksud antara lain, apa latar belakang kejahatan, bagaimana latar belakang
psikologi orang, mengapa harus memilih melakukan kejahatan dan
sebagainya. Tingkat-tingkat kejadian suatu peristiwa sosial selalu menyulitkan
ahli ilmu sosial untuk menetapkan aspek-aspek apa saja yang terlibat, pola
pendekatan mana yang paling tepat dan variabel-variabel apa saja yang termasuk
di dalamnya.
b. Kesukaran
dalam Pengamatan
Pengamatan langsung gejala sosial
lebih sulit dibandingkan dengan gejala ilmu-ilmu alam. Ahli ilmu sosial tidak
mungkin melhat, mendengar, meraba, mencium atau mengecap gejala yang sudah
terjadi di masa lalu. Serorang ahli pendidikan yang sedang mempelajari sistem
persekolahan di zaman penjajahan dulu tidak dapat melihat dengan mata kepala
sendiri kejadian-kejadian tersebut. Keadaan ini berbeda dengan seorang ahli
kimia yang bisa mengulang kejadian yang sama setiap waktu dan mengamati suatu
kejadian tertentu secara langsung.
c. Objek
Penelaahan yang Tak Terulang
Gejala fisik pada umumnya bersifat
seragam dan gejala tersebut dapat diamati sekarang. Gejala sosial banyak yang
bersifat unik dan sukar untuk terulang kembali. Abstraksi secara tepat dapat
dilakukan terhadap gejala fisik melalui perumusan kuantitatif dan hukum yang
berlaku umum. Masalah sosial sering kali bersifat spesifik dan konteks historis
tertentu. Kejadian tersebut bersifat mandiri. Bervariasinya kejadian-kejadian
sosial ditambah dengan sulitnya pengamatan secara langsung waktu penelaahan
dilakukan menyebabkan sukarnya mengembangkan dan menguji hukum-hukum sosial.
d. Hubungan
antara Ahli dan Objek Penelaahan Sosial
Gejala fisik seperti unsur kimia
bukanlah suatu individu melainkan barang mati. Ahli ilmu alam tidak usah
memperhitungkan tujuan atau motif dari planet. Ahli sosial mempelajari manusia
yang merupakan makhluk yang penuh tujuan dalam tingkah laku. Manusia bertindak
sesuai dengan keinginannya dan mempunyai kemampuan untuk melakukan pilihan atas
tindakan yang akan diambilnya. Hal ini menyebabkan manusia dapat melakukan
perubahan dalam tindakannya. Kondisi ini menyebabkan objek penelaahan ilmu
sosial sangat dipengaruhi oleh keinginan dan pilihan manusia maka gejala sosial
berubah secara tetap sesuai dengan tindakan manusia yang didasari keinginan dan
pilihan tersebut.
Ahli ilmu alam menyelidiki proses
alami dan menyusun hukum yang bersifat umum mengenai proses. Ahli alam tidak
bermaksud untuk mengubah alam atau harus setuju dan tidak setuju dengan proses
tersebut. Ahli ilmu alam hanya berharap bahwa pengetahuan mengenai gejala fisik
dari alam akan memungkinkan manusia untuk memanfaatkan proses alam. Ahli ilmu
sosial tidaklah bersikap sebagai penonton yang menyaksikan suatu proses
kejadian sosial.
Ahli ilmu alam mempelajari
fakta dan memusatkan perhatiannya pada keadaan yang terjadi pada alam.
Ahli ilmu sosial juga mempelajari fakta umpamanya mengenai kondisi-kondisi yang
terdapat dalam suatu masyarakat. Peneliti mencoba untuk tidak terlibat dalam
pola yang ada di masyarakat, namun kadang peneliti kemudian mengembangkan
materi berdasarkan penemuannya tersebut untuk dapat diaplikasikan kepada
masyarakat.
Perbedaan-perbedaan secara
epistemologi tersebut dapat dijadikan asumsi bahwa pada pengkajian ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu sosial tidak dapat disamakan. Metode dalam pengkajian
ilmu-ilmu alam berbeda objeknya sehingga akan menyebabkan perbedaan cara
pengkajian.
BAB III
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan akhir dalam pembahasan
mengenai perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dalam perspektif
ontologi dan epistemologi antara lain:
- Ditinjau dari perspektif ontologi, perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial yaitu ilmu-ilmu alam merupakan cabang cari filsafat alam (the natural sciences) sedangkan ilmu-ilmu sosial merupakan cabang dari filsafat moral (the social sciences). Ilmu-ilmu alam kemudian terbagi menjadi ilmu alam dan ilmu hayat. Ilmu alam terbagi lagi menjadi fisika, kimia, astronomi dan ilmu bumi. Ilmu-ilmu sosial terbagi menjadi antropologi, psikologi, ekonomi, sosiologi, dan ilmu politik.
- Ditinjau dari perspektif epistemologi, perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial terletak pada penggunaan prosedur ilmiah. Ilmu alam terkait secara pokok dalam positifistik, mempelajari yang objektif, tidak hidup, dan dunia fisik. Objek ilmu alam dianggap serupa, tidak mengalami perubahan dalam jangka tertentu, dan setiap gejala terpola. Ilmu-ilmu sosial merupakan hasil akal manusia, subjektif, dan emotif. Objek material ilmu sosial adalah tingkah laku khas manusia dan tidak desterministik.
B. Implikasi
Pengetahuan tentang perbedaan
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ditinjau dari aspek ontologis memberi
pemahaman bahwa ilmu alam dan ilmu sosial tersegmentasi dalam karakter yang
sama. Perbedaan secara ontologis menjadikan kejelasan batasan mengenai karakter
ilmu yang lebih bersifat ilmu alam atau ilmu sosial.
Tinjauan epistemologi tentang
perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial memberikan wacana tentang metode yang
digunakan dalam mengkaji masalah ilmu alam dan sosial. Metode yang digunakan
harus disesuaikan dengan karakter objeknya baik ilmu alam atau ilmu sosial.
Ketepatan metode menjadikan ilmu dapat dikaji secara benar.
C. Saran
Saran yang dapat disampaikan antara
lain:
- Pemahaman secara ontologis antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial penting dilakukan berbagai pihak karena dengan kajian tersebut maka dapat memberi penjelasan batasan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.
- Pengetahuan tentang batasan epistemologis perlu dipahami oleh berbagai pihak agar tidak salah dalam menganalisis ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dengan metode yang tidak tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Jujun S. Suriasumantri. 2005. Filsafat ilmu sebuah
pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
————–. 2006. Ilmu dalam perspektif sebuah kumpulan
dan karangan tentang hakekat ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta:
Paradigma.
Lasiyo dan Yuwono. 1984. Pengantar Ilmu filsafat.
Yogyakarta: Liberty.
Tim Dosen Filsafat Ilmu. 2007. Filsafat ilmu
sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Yogyakarta: Liberty.
Yuyun S. 1981. Ilmu dalam perspektif.
Yogyakarta: Gramedia.
No comments:
Post a Comment