BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sikap
dan kepribadian merupakan salah satu unsur yang terdapat pada manusia. sejak lahir sudah mempunyai ciri-ciri khusus,
mempunyai potensi, ketentuan-ketentuan, predisposisi, bakat, bentuk dan
semacamnya yang telah berkembang dengan sendirinya. Lingkungannya hanya
mewarnai saja, tidak ikut membentuk atau mengarahkan gerak aktualisasi potensi
tersebut.
Sikap
merupakan kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam
kegiatan-kegiatan sosial. Sikap diawali dengan perasaan (emosi), baru kemudian
menunjukkan reaksi (respon)
kecenderungan untuk bereaksi.
Adapun
kepribadian yaitu keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, sifat-sifat
kebiasaan, kecakapan, bentuk tubuh, serta unsur-unsur psikofisik lainnya yang
selalu menampakkan diri dalam kehidupan seseorang.
Berkaitan
dengan hal tersebut, maka penulisan makalah ini kami beri judul “Sikap dan
Prasangka”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Sikap dan apa saja
komponennya ?
2. Bagaimana proses pembentukan dan
perubahan Sikap ?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi sikap
?
4. Bagaimana macam-macam teori sikap ?
5. Apa pengertian prasangka ?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi
prasangka ?
7. Bagaimana upaya mengatasi prasangka?
8. Bagaimana macam-macan teori prasangka?
9. Bagaimanakah perbedaan sikap dan
prasangka
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Sikap dan
Komponennya.
2. Mengetahui proses pembentukan dan perubahan
Sikap.
3. Mengetahui faktor yang mempengauhi
sikap.
4. Mengetahui macam macam teori sikap.
5. Mengetahui pengertian prasangka.
6. Mengetahui faktor yang mempengaruhi
prasangka.
7. Mengetahui upaya mengatasi prasangka..
8. Mengetahui macam-macam teori prasangka.
9. Mengetahui perbedaan sikap dan prasangka
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sikap
1.
Pengertian dan komponen-komponen sikap
Pengertian menurut para Ahli mengenai sikap:
a. Allport dalam Roucek,1951
Keadaan kesiapan
mental dan neuralgia yang di susun melalui pengalaman,memberikan pengaruh
langsung atau terarah atas tanggapan individu terhadap semua objek dan situasi
yang terkait dengannya.
(Mental
and neural state of readiness,organized through experience.exerting,a directive
or dynamic influence upon the individual’s response to all object and
situations to which it ie related)
b. Eagly dan Chaiken,1993l
Sikap adalah
kecenderungan psikologis yang di ungkapkan dengan mengevaluasi suatu entitas
tertentu dengan beberapa tingkat dukungan atau ketidaksukaan.
(Attitude is a osychological tendency that is expressed
by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor )
c. Myers,1996
Sikap adalah
reaksi evaluatif yang menguntungkan atau tidak baik terhadap sesuatu atau
seseorang yang ditunjukan dalam kepercayaan seseorang;perasaan atau prilaku
yang diinginkan.
(Attitude
is a favourable or unfavourable evaluative reaction to ward something or
someone, exhibited in one’s belief : feelings or intended behavior)
d. Azjen, 1988
Sikap adalah
disposisi untuk mengatasi hal baik atau tidak baik ke objek atau acara orang
(An
attitude is a disposition to respend favourably or unfavourably to an
object,person,institution or event )
Dari definisi di atas tampak bahwa
meskipun terdapat perbedaan semuanya berpendapat bahwa cirri khas dari sikap
adalah (a) mempunyai objek tertentu (orang,prilaku,konsep,situasi benda,dan
sebagainya) dan (b)mengundang penilaian (suka tidak suka,setuju tidak setuju)
Warren
(1931) dan Cantril (1931) merumuskan sikap sebagai disposisi atau prodisposisi
untuk bereaksi,Baldwin (1905) dan Allport (1975) merumuskan sebagai kesiapan,
sedangkan Allport menyebut sebagai berpungsinya disposisi
Pendapat
lain terhadap pandangan-pandangan sikap yang disusun oleh pengamat Eiser (1986
dalam Ross,1994)
a.
Sikap merupakan pengalaman subjektif.
Asumsi ini menjadi dasar untuk definisi pada umumnya,meskipun beberapa
penulis,terutama Bern(1967) menganggap bahwa sebagai pernyataan seseorang
mengenai sikapnya merupakan kesimpulan dari pengamatannya atas prilakunya sendiri.
b.
Sikap adalah pengalaman tentang suatu objek atau
persoalan.rumusan ini belum pernah didukung secara tegas.
Tidak semua pengalaman memenuhi syarat untuk disebut sebagai sikap. Sikap bukan
sekedar “suasana hati” atau “reaksi afektif” yang disebabkan oleh stimulus dari
luar.suatu persoalan atau objek dikatakan merupakan bagian dari pengalaman.
c.
Sikap adalah pengalaman tentang suatu masalah atau
objek dari sisi dimensi penilaian. Jika
kita memiliki sikap pada suatu objek, kita tidak hanya mengalaminya,tetapi
mengalaminya sebagai sesuatu yang hingga batas tertentu diinginkan,atau lebik
baik, atau lebih buruk. Walaupun terdapat kesepakatan bahwa ada unsure
penilaian dalam sikap,belum ada kesepakatan tentang apakah sikap hanya
mengandung penilaian. Bahkan diantara para peneliti yang mendefinisikan sikap
secara lebih sempit,masih ada yang bersedia mengukur sikap dengan tolak ukur
unsure penilaian dalam suatu kontinum.
d.
Sikap melibatkan pertimbangan yang bersipat menilai.
Rumusan ini berdasar pada butir ketiga. Namun, kita harus hati-hati dengan apa
yang dimaksudkan “pertimbangan”. Seberapa besar sikap seseorang (atau
pertimbangan melibatkan penilaian) pada suatu objek dalam suatu situasi melibatkan penilaian yang
dilakukan dengan sengaja dan secara sadar,dibandingkan,misalnya dengan respons
yang sudah di pelajari. Hal ini adalah pertanyaan yang harus dicari jawabanya
di lapangan.
e.
Sikap bisa di ungkapkan melalui bahasa. `
f.
Ungkapan sikap pada dasrnya dapat dipahami.pada saat
orang lain mengungkapkan sikapnya , kita dapat memahami orang itu.
Mungkin kita tidak memahami alasan ia merasa seperti itu, tetapi hingga
batas-batas tertentu kita tahu apa yang dirasakanya. Pertanyaan tentang
bagaimana bahasa dapat mengungkapkan pada orang lain mengenai sesuatu yang
sipatnya pengalaman pribadi, adalah pertanyaan filosofis yang terlalu luas di
kupas di sini(Anyer,1959) namun, sebagian jawabanya mungkin dapat diberikan
oleh pendapat pada butir B bahwa walaupun pernyataan sikap mengungkapkan
pengalaman subjektif,pengalaman subjektif itu ada hubunganya dengan dunia luar.
g.
Sikap
dikomunikasikan kepada orang lain. Sikap tidak hanya dapat di pahami,tetapi
juga diungkapkan sedemikian rupa sehingga dapat di tangkap dan di mengerti oleh
orang lain. Dengan kata lain, mengungkapkan sikap adalah tindakan social yang
berlandaskan asumsi bahwa ada pendengar yang dapat memahami. Bagaimana
kehadiran,jenis, dan jumlah pendengar memengaruhi ungkapan sikap, merupakan
pertanyaan emprises.
h.
Sikap setiap orang bisa sama dan bisa tidak sama.
Rumusan ini bergantung pada ide bahwa sikap dapat diungkapkan dengan bahasa
(karena bahasa memungkinkan orang
i.
membuat
catatan)dan pad aide bahwa sikap berkaitan dengan dunia luar.
j.
Sejumlah orang yang mempunyai sikap berbeda pada
suatu objek akan berbeda pula dalam pendapat masing-masing mengenai apakah yang
benar atau salah mengenai objek tersebut.
k.
Sikap jelas berhubungan dengan prilaku social.
Hal ini adalah asumsi yang paling menarik mengenai sikap dan mempunyai
implikasi-implikasi berikut: (1) jika ucapan seseorang tentang sikap tidak
sesuai dengan prilaku socialnya yang lain, akan sulit mengetahui arti ucapan
itu; (2) meskipun orang mungkin terdorong untuk memperoleh,
mendekati,mendukung, dan sebagainya, objek yang mereka nilai positif, hal ini
tidak mungkin menjadi satu-satunya motif prilaku social yang relevan, dan
penting tidaknya dalam suatu situasi harus di tentukan di lapangan; (3)
mengatakan bahwa sikap menimbulkan prilaku (atau sebaliknya) sering menimbulkan
pertanyaan tentang hakikat proses antaranya.
Demikianlah ketika ditanya tentang “sikap”mereka,orang
memberikan jawaban dengan pendapat,keyakinan, prasaan,resep (referensi tingkah
laku atau tujuan tingkah laku),pernyataan fakta,dan pernyataan mengenai tingkah
laku mereka. Mereka memberikan tanggapan yang sangat kognitif dan tanggapan
yang sangat afektif. Menurut Mueller (1986),semua konsep psikologi merupakan
bagian dari ruang lingkup sikap dan diasosiasikan dengan sikap dalam suatu cara
tertentu.
Menurut Chalhoun dan Acocella,
An attitude is a cluster of ingrained beliefs and
feelings about a certain object and a predisposition to act toward that object
in a certain way (suatu sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang
melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek
tersebut dengan cara tertentu).
Berdasarkan definisi tersebut,suatu sikap
mengandung tiga komponen, yaitu:
(1). Komponen kognitif merupakan representasi
apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap
(2). Komponen
afektif merupakan prasaan yang
menyangkut aspek emosional
(3). Komponen prilaku/tindakan (konatif)
merupakan aspek kecendrungan berprilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh
seseorang.
Dari
berbagai definisi sebagaimana diuraikan di atas, kita dapat menyimpulkan
beberapa hal tentang sikap.
a. Sikap adalah kecenderungan bertindak,
berpikir,berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi,
ataunilai.
b. Sikap bukanlah sekedar rekaman
masalampau, melainkan juga menentukan apakah seseorang harus setuju atau tidak
setuju terhadap sesuatu
c. Sikap relative lebih menetap
d. Sikap mengantuung aspek evaluative
artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan
e. Sikap timbul dari pengalaman; tidak di
bawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar
f. Sikap mempunya sigi-segi perasaan
g. Sikap-sikap tidak berarti sendiri,
tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek.
2.
Pembentukan dan perubahan sikap
Sebagian orang berpendapat bahwa
ada faktor-faktor genetic yang berpengaruh pada terbentuknya sikap (Waller dkk.,1990; Kaller
dkk.,1992) meskipun begitu, sebagian besar ahli psikologi social berpendapat
bahwa sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pandangan ini
mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat ini dapat disusun
berbagai upaya (pendidikan, pelatihan, komunikasi, penerangan, dan sebagainya)
untuk mengubah sikap seseorang.
Ada
berbagai faktor yang memengaruhi proses pembentukan sikap seseorang
1. Adanya akumulasi pengalaman dari
tanggapan-tanggapan tipe yang sama. Seseorang mungkin berinteraksi dengan
berbagai pihak yang mempunyai sikap yang sama terhadap suatu hal.
2. Pengamatan terhadap sikap lain yang
berbeda. Seseorang dapat menentukan sikap pro atau anti terhadap gejala
tertentu.
3. Pengalaman (buruk/baik) yang pernah
dialami.
4. Hasil peniruan terhadap sikap pihak lain
(secara sadar atau tidak sadar)
Untuk mengubah suatu sikap, kita
harus ingat bagaimana sikap dengan pola-polanya terbentuk. Sikap bukan
diperoleh karena keturunan, sebagaimana telah disinggung, melainkan dari
pengalaman, lingkungan, orang lain, terutama dari pengalaman dramatis yang
meninggalkan kesan yang mendalam. Kita misalnya mengubah sikap karyawan dengan
memberikanya “pengalaman baru” dengan kepuasan kerja. Tugas kita bukan
menghukumnya karena prilakunya yang negatif, melainkan mengubah sikapnya yang
merupakan penyebab prilakunya tersebut. Cara lain untuk mengubah sikap karyawan
adalah dengan menolongnya menhyadari ketidakjujurannya dalam penilaianya atas
dasar pola dari pengalaman yang lalu atau memberikan umpan balik berupa reaksi
orang lain terhadap sikapnya dan kita menolong karyawan itu dengan melihat
realitas yang sebenarnya,yaitu dengan menganalisisnya.
Karena sikap sebagian besar
berkaitan dengan emosi, kita lebih mudah memengaruhinya melalui emosi pula,
yaitu dengan pendekatan yang ramah-tamah, penuh pengertian dan kesabaran.
3.
faktor yang mempengaruhi sikap
1. Pengalaman pribadi
Apa
yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap
penting
Orang
lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komoponen sosial yang ikut
mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita
harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang
yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita
akan mempengaruhi pembentkan sikap kita terhadap sesuatu.
Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman
dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.
3. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan
dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan
sikap kita.
4. Media massa
Sebagai
sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini
dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5.Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga
pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep
moral dalam arti individu.
6. Pengaruh faktor emosional
Tidak
semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi
seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang
didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi
atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego
Adapun Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap:
1.
Faktor intern, yaitu
faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Berupa selektifitas
atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh dari
luar dirinya. pilihan tersebut berhubungan erat dengan motif-motif dan
attitude-attitude di dalam diri pada waktu tersebut. Disesuaikan dengan motif,
minat, dan perhatiannya.
2.
Faktor ekstern, yaitu
faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Berupa interaksi sosial di luar
kelompok dengan hasil kebudayaan manusia. Biasanya melalui media komunikasi
(massa). Pembentukan dan perubahan sikap terjadi dengan sendirinya.
4. konsep
Teori Sikap
1.Teori Keseimbangan
Ø Berfokus pada upaya individu untuk tetap konsisten bersikap dalamhidup.
Ø Dalam bentuk sederhana melibatkan hubungan antara seseorangdengan
dua objek sikap. Ketiga elemen tersebut dihubungkandengan sikap favorable
(baik, suka, positif) dan sikap unfavorable(buruk, tidak suka, negatif).
Ø Pembentukan sikap tersebut dapat seimbang atau
tidak seimbang.
Ø Contoh situasi seimbangnya :sikap (+) terhadap si A, yaitu sikap
mengerti, menerima,menghormati, menghargai dan memperlakukan si A dengan
secarawajar dan baik.
Ø Hubungan afeksi dapat menghasilkan sistem yang tidak seimbangmenjadi
seimbang.
2. Teori Konsistensi Kognitif - Afektif
§ Berfokus pada bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi mereka konsisten dengan
afeksinya
§ Penilaian seseorang terhadap suatu kejadian akan mempengaruhi keyakinannya.
§ Contoh : Seseorang tidak jadi makan di restoran “A” karena
temannya bilang bahwa
restoran tersebut tidak halal, padahal ia belum pernah makan disana.
3.Teori Ketidaksesuaian (Dissonance Theory)
·
Berfokus pada individu
yang menyelaraskan elemen-elemen kognisi,
pemikiran atau struktur (Konsonansi = Selaras)
·
Disonansi :
ketidakseimbangan, yaitu pikiran yang amat menekan dan memotivasi seseorang
untuk memperbaikinya.
·
Terdapat dua elemen
kognitif; dimana disonansi terjadi jika
·
kedua elemen tidak cocok
sehingga menggangu logika dan pengharapan. Misalnya: ”Merokok membahayakan kesehatan”konsonansi
dengan ”saya tidak merokok”; tetapi disonansi dengan”perokok
·
Cara mengurangi
Disonansi :
a. Merubah salah satu elemen kognitif, yaitu dengan mengubahsikap
agar sesuai dengan perilakunya. Misalnya : stop merokok.
b.Menambahkan satu elemen
kognitif baru. Misalnya: tidak percaya
rokok merusak kesehatan
4. Teori Atribusi
Berfokus pada individu yang mengetahui akan sikapnya dengan mengambil kesimpulan
dari perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi.
·
Implikasinya adalah :
perubahan perilaku yang dilakukan seseorang menimbulkan
kesimpulan pada orang tersebut bahwa
sikapnya telah berubah.
·
Contoh : memasak setiap ada kesempatan,
dan ternyata baru sadar jikadirinya
suka memasak / hobi memasak..
A. Prasangka
1. Pengertian
Prasangka
Prasangka atau prejudice berasal
dari bahasa Latin, prejuducium yang pengertian nya sekarang mengalami
perkembangan sebagai berikut (Soelaeman, 1987).
a. Semua diartikan sebagai suatu preseden,
artinya keputusan diambil atas pengalaman yang lalu.
b. Dalam bahasa Inggris mengandung arti
pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat,
tergesa-gesa, atau tidak matang.
c. Untuk mengatakan prasangka
dipersyaratkan perlibatan unsur emosional (suka tidak suka) dalam keputusan
yang telah diambil tersebut.
Secara harfiyah
,prasangka dapat diberi arti atau diberi pandangan dengan para pendapat,
anggapan dasar, purbasangka, pendapat pendahuluan, dan sebagainya.
Disebabkan sifatnya
yang belum menetap, prasangka dapat menjurus pada pengertian yang baik dan
pengertia yang jelek, positif dan negatif, sehingga merupakan pendapat yang
berubah-ubah, atau diubah, dipengaruhi, dan dapat digunakan untuk menafsirkan
segala fakta tanpa berdasarkan fakta yang meyakinkan. Artinya prasangka sebagai
prapendapat dapat diubah dan mengubah fakta yang diterima dan dikumpulkannya,
yang mugkin positif meyakinan atau negatif mengaburkan, atau menguntungkan dan
merugikan dan atau melemahkan.
Allport bukan tanpa
maksud menyebut prasangka dengan perkataan thinking ill of the other.
Perkataanya mengimpikasikan bahwa dengan prasangka, seseorang atau sekelompok
orang menganggap buruk atau memandang negatif orang lain secara tidak rasional.
Walaupun prasangka tidak selalu harus merupakan sikap yang negatif, konotasi
negatif seperti yang tersirat dalam pernyataan Gordon Allport tersebut
tampaknya merupakan penekanan yang umum dikalangan ilmuwan sosial dan tingkah
laku dalam mengonsepsikan prasangka. Konotasi negatif dan prasangka itu pun
dapat ditemukan pada definisi-definisinya. Salah satu di antaranya adalah
definisi Sherif dan Sherif.
Prasangka kadang-kadang
merupakan bentuk sikap negatif yang didasari oleh kelainan kepribadian pada
orang-orang yang sangat frustasi. Seorang individu atau golongan yang memiliki
prasangka negatif terhadap individu, peristiwa, atau keadaan tertentu akan
memandang segala fakta yang baik tentang segalanya sebagai suatu propaganda.
Sejak anak usia dini,
anak-anak sudah mendapatk berbagai pengaruh tertentu yang dapat menimbulkan
prasangka. Jersild (1954), misalnya menyebutkan, dalam suatu study oleh Ammons
(1959), pada anak yang berusia empat tahun telah dapat dilihat tanda-tanda
tentang adanya prasangka yang aktif. Prasangka memang sering disebut sebagai
penyakit sosial, atau penyakit masyarakat. Prasangka ini mempunyai tiga asfek
yang kurang menguntungkan,yaitu :
1) Mencerminkan keadaan yang tidak sehat
pada orang yang berprasangka.
2) Merusak orang-orang yang menjadi
sasarannya.
3) Prasangka melahirkan kerusakan-kerusakan
bagi sluruh kelompok sosial.
Prasangka adalah sikap
negatif teradap kelompok tertentu atau seseorang, semata-mata karena
keanggotannya dalam kelompok tertentu (Baron dan Byrne, 1994, dalam Sarwono,
1997). Prasangka ini, menurut sebagian penulis karena penilaian yang tidak
berdasar (unjustified) dan pengambilan sikap sebelum meniali dengan cermat
sehingga menjadi penyimpangan pandangan (bias) dari kenyataan yang
sesungguhnya.
John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga
kategori.
· Prasangka kognitif, merujuk pada apa
yang dianggap benar. Komponen
ini melibatkan apa yang dipikirkan dan diyakini oleh subjek mengenai objek
prasangka. Stereotip adalah salah satu contoh bentuk dari komponen kognitif.
· Prasangka afektif, merujuk pada apa yang
disukai dan tidak disukai. Dan melibatkan atau
emosi (negative)individu yang berprasangka ketika berhadapan atau
berpikir tentang anggota kelompok yang tidak di sukainya.
· Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan
seseorang dalam bertindak. Komponen ini melibatkan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu (negatif) atau bermaksud
untuk melakukan tindakan (negatif) tersebut terhadap kelompok yang menjadi
target prasangka.
2.
Faktor yang Mempengaruhi Prasangka
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi prasangka sosial. Dalam proses pembentukan
prasangka sosial terdapat faktor-faktor yang berkaitan dan saling berinteraksi
satu sama lain. Menurut beberapa ahli ada faktor-faktor mendasar yang
berkaitan dengan prasangka sosial berserta definisinya.
Menurt Ahmadi (1990), seseorang tidak semata-mata melakukan atau mempunyai
prasangka sosial tetapi ada faktor-faktor yang mendahuluinya sehingga seseorang
berprasangka.
Adapun faktor-faktor
yang menyebabkan seseorang berprasangka adalah:
1)
Orangberprasangka
dalam rangka mencari kambing hitam. Dalam berusaha seseorang mempunyai
kelemahan atau mengalami kegagalan. Sebab dalam kegagalan
itu tidak dicari dalam dirinya tapi pada orang lain.
2)
Orang mempunyai prasangka karena memang sudah terkondisi atau sudah
mempersiapkanya.
Prasangka timbul karena adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau
kebiasaan dalam lingkungan tertentu. Kimball Young (dalam Ahmadi, 1990)
menyatakan bahwa prasangka mempunyai ciri khas pertentangan dalam kelompok yang
ditandai oleh kuatnya in-group dan out-group.
Watson dan Trigerthan (1984) menerangkan
faktor-faktor dukungan sosial yang menyebabkan prasangka sosial, yaitu:
1)
Norma, yaitu standar prilaku individu di dalam keadaan tertentu. Hal ini
dapat menjelaskan bahwa orang itu berprasangka bukan karena keadaan dirinya
tetapi semata-mata individu konform terhadap norma yang berlaku dalam
lingkungan sosialnya. Selain itu seseorang berprasangka karena normanya
menuntut individu tersebut untuk berprasangka.
2)
Peranan media massa, mempunyai arti besar dalam mendukung terjadinya
prasangka sosial.
3)
Faktor kognitif dalam prasangka sosial, yaitu cara berfikir seseorang yang
negatif terhadap orang lain atau kelompok tertentu dapat menimbulkan prasangka
sosial.
3.
Upaya Mengatasi Prasangka
Sesungguhnya mustahil bahwa
prasangka dapat dihapuskan. Mengapa ? Sebab, selain bersumber pada diri manusia
dan interaksi antar manusia, prasangka juga disebabkan terlalu banyaknya faktor
yang mempengaruhi sehingga rasanya tidak ada satupun jalan terbaik untuk
menghilangkan prasangka.
Meskipun demikian, prasangka dapat
di antisipasi. Oleh karena itu, prasangka dapat dikurangi dampaknya. Sementara
ahli menyebutkan usaha-usaha mengurangi prasangka harus dimulai dari pendidikan
anak-anak dirumah dan disekolah oleh orangtua dan guru. Bekaitan dengan hal
tersebut, pengajaran-pengajaran yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka
sosial harus dihindari.
Upaya lain adalah dengan mengadakan kontak diantara dua kelompok yang
berprasangka, dan permainan peran atau
role playing, yaitu orang yang berprasangka diminta untuk berperan
sebagai orang yang menjadi korban prasangka sehingga orang yang berprasangka
akan merasakan, mengalami, dan menghayati segala penderitaan yang menjadi
korban prasangka.
4. . Teori-teori tentang prasangka
1.
Teori belajar sosial
Teori
belajar sosial merupakan salah satu teori dalam belajar, teori ini dikemukakan
oleh bandura yang berpendapat bahwa belajar itu terjadi melalui model atau
contoh. Prasangka seperti halnya sikap, merupakan hal yang terbentuk melalui
proses belajar
2. Teori
Motivasional atau Decision Making Theory
Teori
ini memandang prasangka sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan individu
atau elompok untuk mencapai kesejahteraan (satisfy).
3. Teori
Kognitif
Dalam
teori ini, proses kognitif dijadikan sebagai dasar timbulnya prasangka. Hal ini
berkaitan dengan;
a. Kategorisasi
atau penggolongan
Apabila
seseorang mempersepsi orang lain atau apabila suatu kelompok mempesepsi keompok
lain, dan memasukkan apa yang di persepsikan itu ke dalam suatu kategori
tertentu. Proses kategorisasi berdampak timbulnya prasangka antar pihak satu
dengan pihak lain, keompok satu denga kelompok lain.
b. Ingroup
lawan Outgroup
Ingroup dan outgroup ada
apabila kategorisasi “kita” dan “mereka” telah ada, seseorang
dalam suatu kelompok akan merasa dirinya sebagai ingroup dan orang
lain sebagai
outgroup. Dalam
kategori ingroup memiliki dampak tertentu yang ditimbulkan
5. Perbedaan sikap dan prasangka
Sikap
·
kesadaran individu yang menentukan perbuatan
yang nyata dalam keyakinan social
·
sikap diawali
dengan perasaan emosi baru kemudian menunjukan reaksi
prasangka
·
suatu sikap negative yang di perlihatkan
individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain
·
adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat
umum atau kebiasaan di lingkungan tersebut.
BAB III
PENUTUP
Dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sikap adalah kesadaran individu yang
menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Komponennya
terdiri dari komponen kognitif, afektif, dan konatif.
2. Proses pembentukan dan perbuhan sikap
terjadi dengan cara adaptasi, diperensiasi, integrasi dan trauma
3. Penyebab timbulnya prasangka adalah
adanya norma sosial, adanya perbedaan dimana perbedaan ini menimbulkan perasaan
superior, kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan atau
adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum/kebiasaan didalam lingkungan
tertentu.
SARAN
Hendaknya sikap dan prasangka
diarahkan ke arah yang positif agar menghasilkan keadaan-keadaan yang
diinginkan oleh semua pihak,
daftar pustakanya tidak ada ya?
ReplyDelete