1. Konflik
Latar
Belakang
Konflik menjadi fenomena yang paling
sering muncul karena konflik selalu menjadi
bagian hidup manusia
yang bersosial dan
berpolitik serta menjadi
pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial-politik (Kornblurn, 2003: 294).
Konflik memiliki dampak
positif dan dampak
negatif, dampak positif dari
konflik sosial adalah
konflik tersebut memfasilitasi tercapainya rekonsiliasi atas
berbagai kepentingan. Kebanyakan
konflik tidak berakhir dengan kemenangan
disalah satu pihak
dan kekalahan dipihak
lainnya.
Konflik yang
terjadi di Indonesia,
ada juga yang dapat
diselesaikan dengan baik hingga
berdampak baik bagi kemajuan dan perubahan masyarakat, akan tetapi ada
beberapa konflik justru berdampak
negatif hingga mengakibatkan timbulnya kerusakan,
menciptakan
ketidakstabilan,
ketidakharmonisan, dan
ketidakamanan bahkan sampai mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Dewasa ini konflik
seringkali terjadi
di
berbagai
elemen masyarakat. Hal
demikian dikarenakan berbagai latar belakang kebudayaan dan status
sosial ekonomi.
A.
Pengertian Konflik Sosial
1. Pengertian Konflik
Koflik berasal dari kata kerja Latin, configure
yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai
suatu proses social antara dua orang atau lebih (bsa juga kelompok) dimana
salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Secara umum konflik social merupakan suatu keadaan dimana masyarakat
terjadi suatu pertikaian karena adanya persaingan maupun perbedaan yang terjadi
dalam masyarakat. Dalam sosiologi banyak para tokoh menginterprestasikan
konflik social berbeda-beda. Adapun penjelasan konflik social secara sosiologis
adalah sebagai berikut:
a) Menurut Berstein (1965)
Konflik
merupakan suatu pertentangan perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik
mempunyai potensi yang memberikan pengaruh positif dan negative dalam interaksi
manusia.
b) Menurut Dr. Robert M.Z Lawang
Konflik
adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, kekuasaan selain bertujuan
memperoleh keuntungan juga untuk menundukan saingannya.
c)
Menurut Drs.
Ariyono Suyono
Konflik
adalah proses atau keadaan terdiri dari du pihak yang berusaha saling
menggagalkan tercapainya tujuan masing-masing pihak.
d) Dalam buku Sosiologi karangan James
W. Wander Zandein
Konflik
diartikan sebagai suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntunan ha katas
kekayaan, kekuasaan, status, atau wilayah tempat pihak yang saling berhadapan
dan bertujuan untuk menetralkan, merugikan atau menjatuhkan lawan mereka.
e)
Menurut
Soerjono Soekanto
Konflik
adalah suatu proses social dimana orang perorangan atau kelompok manusia
berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dan
disertai dengan ancaman dan kekerasan.
2. Faktor-Faktor Penyebab Konflik
a) Perbedaan Individu
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi factor penyebab konflik social, sebab dalam menjalani hubungan social,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
b) Perbedaan Latar Belakang Kebudayaan
Dalam hubungan sosialnya, seseorang akan dipengaruhi oleh pola-pola
pemikiran kelompoknya. Orang debesarkan dalam lingkunagn kebudayaan yang
berbeda-beda. Ada yang diasuh dengan pola latihan kemandirian. Ada pula yang diasuh
dalam lingkunagn keudayaan yang menerapkan pola ketergantungan.
c) Perbedaan Kepentingan
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentinagn yang berbeda-beda.
d) Perubahan-perubahan Nilai yang Cepat
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika
perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat
memicu terjadinya konflik social.
B.
BENTUK-BENTUK KONFLIK
Seorang ahli sosiolog, Soerjono Soekanto (1989:90) berusaha
menklasifikasikan bentuk dan jenis-jenis konflik sebagai berikut:
1. Konflik Pribadi
Konflik terjadi dalam diri seseorang
terhadap orang lain. Umumnya konflik pribadi diawali perasaan tidak suka
terhadap orang lain, yang pada akhirnya melahirkan perasaan benci yang
mendalam.
2.
Konflik
Rasial
Konflik rasial umumnya terjadi di
suatu Negara yang memiliki keragaman suku dan ras.
3.
Konflik
Antarkelas Sosial
Terjadinya
kelas-kelas di masyarakat karena adanya sesuatu yang dihargai, seperti
kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan.
4.
Konflik
Politik Antargolongan dalam Satu Masyarakat maupun antara Negara-negara yang
Berdaulat
Konflik
politik terjadi karena setiap golongan di masyarakat melakukan politik yang
berbeda-beda pada saat menghadapi suatu masalah yang sama.
5.
Konflik
Bersifat Internasional
Konflik
internasional biasanya terjadi karena perbedaan-perbedaan kepentingan dimana
menyangkut kedaulatan Negara yang saling berkonflik.
C.
SITUASI-SITUASI KONFLIK
Konflik yang terjadi di antara individu dalam menjalankan interaksinya
banyak dibahas dalam studi psikologis social. Dalam kaitannya dengan cara
pengelolaan konflik terdapat 3 tipe situasi konflik.
1. Konflik Interindividu
Penyebab dari konflik ini adalah benturan secara emosional antara individu
dengan individu lain di dalam masyarakat. Ada dua penyebabnya yaitu kelebihan
beban (role over loods) atau karena ketidaksesuaian seseorang dalam
melaksanakan peranan (person role).
2. Konflik Antarindividu
Dalam kehidupan masyarakat benturan
kepentingan antarindividu selalu terjadi. Jika benturan tersebut tidak
termanajemen dengan baik maka akan timbullah konflik antar individu yang
mengarah ke dalam kekerasan.
3. Konflik Antarkelompok
Masyarakat Indonesia seringa mengalami jenis konflik demikian. Kasus di
Sambas, Papua, dan Ambon merupakan bagian konflik kelompok yang dikarenakan
dengan perbedaan dalam menjalani kehidupan. Konflik antarkelompok bias
dihindari jika setiap kelompok saling memahami keneradaannya dan juga dapat
mempersempit perbedaan.
D.
PENYELESAIAN KONFLIK
Konflik social dalam masyarakat harus dapat diselesaikan agar keutuhan
masyarakat dapat dipertahankan. Penyelesaian konflik tidak bias dilaksanakan
dengan waktu yang singkat. Penyelesaian harus dilakukan dengan berbagai cara
dan dalam tempo yang sama.
Dalam ilmu sosiologi untuk menyelesaikan suatu konflik dilakukan dengan
berbagai tahap. Tahapan ini harus dilaksanakan secara berurutan dengan tidak
boleh dilewatkan. Hal ini dikarenakan setiap tahapan saling melengkapi tahapan
yang lainnya. Adapun tahapan dalam menyelesaikan konflik adalah sebagai
berikut:
1.
Tahap
Akomodasi
Pada tahapan
ini adalah pelaksaan untuk meyakinkan masyarakat agar tidak melakukan konflik
dengan cara mengurangi pertentangan dan peleburan atau penyatuan terhadap
kelompok yang bertikai melalui suatu lembaga penengah.
2.
Tahap
Kerjasama
Kerjasama
adalah suatu keadaan dimana adanya suatu kegiatan bersama antara kedua individu
dalam masyarakat, tahap kerjasama dilakukan setelah proses akomodasi berhasil
sehingga masyarakat sudah mulai melakukan pendekatan baik secara mandiri maupun
berkelompok.
Contoh konflik :

Gambar: Tawuran pelajar yang
terjadi di jalan-jalan melibatkan dua kelompok sekolah yang saling berkonflik.
Perkelahian atau yang sering disebut tawuran sering sekali terjadi diantara
pelajar.Bahkan bukan hanya pelajar SMA. tapi juga sudah melanda sampai ke
kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada
remaja. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung
meningkat. Tawuran yang terjadi apabila dapat dikatakan hampir setiap bulan,
minggu, bahkan mungkin hari selalu terjadi antar pelajar yang kadang-kadang
berujung dengan hilangnya satu nyawa pelajar secara sia-sia. Pelajar yang
seharusnya menimba ilmu di sekolah untuk bekal mass depan yang lebih baik
menjadi penerus bangsa malah berkeliaran diluar dan melakukan hal-hal yang
dapat berakibat fatal.
Menurut saya, yang harusnya patut dipertanyakan tentang tanggung jawab itu
yaitu pihak keluarga mereka masing-masing. Salah satu faktor penyebab
terjadinya tawuran antar pelajar ialah ketidakmampuan orangtua menjalankan
kewajiban dan tanggung jawabnya dalam mendidik dan melindungi anak. Padahal,
dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 26 ayat 1 telah ditegaskan
bahwa orangtua berkewajiban dalam melindungi anak, baik dalam hal mengasuh,
memelihara, mendidik, melindungi, maupun mengembangkan bakat anak. Menyalahkan
pihak sekolah atas terjadinya tawuran merupakan sasaran yang kurang tepat
karena mungkin pihak sekolah bukannya seperti menutup mata atas apa yang
terjadi pada anak didiknya, tapi semua itu karena terbatasnya kewajiban mereka
sebagai pendidik, yang secara tidak langsung dapat dikatakan pihak sekolah
tidak dapat selalu memantau apa yang terjadi di luar sekolah karena banyaknya
anak-anak yang harus mereka pantau.
Gambar di atas merupakan sebagian kecil dari peristiwa konflik di Mimika.
Sebenarnya konflik di Mimika sudah dimulai sejak 24 Mei 2016. Bentrok antar
warga tersebut pecah di Jalan Budi Utomo, Kota Timika. Kejadian tersebut diduga
karena buntut dari kasus pemukulan yang terjadi pada dua anak laki-laki asal
Toraja beberapa hari sebelumnya di Jalan Busiri Ujung.
Dalam
bentrok tersebut, dua unit rumah warga dibakar ditambah satu unit sepeda motor,
bahkan dua orang warga dikabarkan mengalami luka. Massa dari salah satu
kelompok pemuda lebih dulu merengsek ke Jalan Budi Utomo dan berkumpul di depan
Bank BRI. Massa sempat terlibat adu mulut dengan petugas kepolisian yang sedang
berjaga di situ. Aksi ini sempat membuat lalulintas macet total.
Dan
akhir-akhir ini, 25 Juli 2016, konflik ini kembali menyala. Dan lebih parah
lagi, kerusuhan ini menghasilkan korban yang lebih banyak. Dari hasil
pengecekan sementara, tercatat 17 rumah terbakar, 13 orang luka-luka dan 2
orang tewas.

Gambar: Konflik anak-anak yang putus sekolah
dikarenakan membantu orang tuanya
Banyak anak usia wajib belajar yang putus sekolah karena harus bekerja.
Kondisi itu harus menjadi perhatian pemerintah karena anak usia wajib belajar
mesti menyelesaikan pendidikan SD-SMP tanpa hambatan, termasuk persoalan biaya.
Berdasarkan data survei anak usia 10-17 tahun yang bekerja, seperti dilaporkan
oleh Badan Pusat Statistik pada 2006, tercatat sebanyak 2,8 juta anak telah
menjadi pekerja. Dari hasil studi tentang pekerja anak, ditemukan bahwa anak-anak usia 9-15 tahun
terlibat dengan berbagai jenis pekerjaan yang berakibat buruk terhadap
kesehatan fisik, mental-emosional, dan seksual.
Awalnya membantu orangtua, tetapi kemudian terjebak menjadi pekerja
permanen. Mereka sering bolos sekolah dan akhirnya putus sekolah. Bagi
anak-anak miskin, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja belum cukup.
Pemerintah dan sekolah juga mesti memikirkan pemberian beasiswa tambahan untuk
pembelian seragam dan alat tulis, serta biaya transportasi dari rumah ke
sekolah agar anak-anak usia wajib belajar tidak terbebani dengan biaya
pendidikan.
Konflik
Sosial di Kabupaten Lampung Selatan

Penyebab terjadinya konflik di Kabupaten ini antara lain karena adanya
warga dari Desa Balinuraga (yang mayoritas di huni oleh warga dari suku bali) mengganggu
salah satu anak gadis dari desa Agom (Mayoritas bersuku Lampung). Karena merasa
di diremehkan maka warga Desa Agom kemudian menyerang seluruh masyarakat di
Desa Balinuraga.

Contoh
konflik sosial yang lain, yang pernah terjadi di Indonesia adalah konflik di
Yogyakarta yang terjadi karena danya rencana aksi Mahasiswa Papua dan aktivis
Pro-demokrasi yang mendukung Persatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat.
Kemudian rencana aksi tersebut mendapat kecamatan dari berbagai pihak, yang
akhirnya terjadi konflik sosial. Bahkan konfil ini menjadi salah satu penyebab
Mahasiswa Papau di Yogyakarta didekriminasikan.
Kesimpulan:
Semua lapisan masyarakat di dunia pernah mengalami konflik. Secara teortis
konflik sosial sebenarnya membawa manfaat yang baik bagi masyarakat hanya saja
cara dan jalannya kebanyakan mengarah ke dampak negative. Sehingga di
masyarakat banyak terjadi kerusuhan di mana-mana. Konflik sosial juga membawa
dampak positif walaupun pada kenyataannya yang terjadi dimasyarakat kebanyakan dampak
negative.
2. INTEGRASI
A. PENGERTIAN INTEGRASI SOSIAL
Integrasi sosial adalah penyatuan dua atau lebih unsur sosial menjadi satu
kesatuan utuh yang dapat diterima dengan baik. Kata integrasi berasal dari
bahasan inggris yaitu “Integration” yang artinya kesempurnaan atau keseluruhan.
Integrasi sosial juga dapat diartikan sebagai proses adaptasi antara kelompok
kelompok yang berbeda dalam suatu kehidupan bermasyarakat. Tujuan umum dari
integrasi sosial adalah untuk melakukan pengendalian terhapad konflik dan
penyimpangan sosial serta untuk menyatukan unsur unsur sosial yang berbeda
dalam masyarakat. Integrasi sosial penting untuk menjaga masyarakat agar siap
menghadapi tantangan, baik beruapa tantangan fisik atau mental yang terjadi
dalam kehidupan sosial.
B. PROSES TERJADINYA
INTEGRASI SOSIAL
Suatu masyarakat memiliki komponen dan unsur unsur yang saling berkaitan
satu sama lain. Bagaimanapun, komponen dan unsur – unsur masyarakat ini pasti
memiliki suatu perbedaan, tetapi mau tidak mau mereka harus bekerja sama untuk
saling mendukung agar sama-sama mendapat keuntungan. Untuk itu perlu terbentuk
integrasi sosial, berikut adalah proses terjadinya suatu integrasi sosial :
1.
Tahap
Interaksi
Interaksi sosial adalah Hubungan timbal balik dalam masyarakat yang
tercipta karena adanya komunikasi antara satu pihak dengan pihak lainnya
melalui sebuah tindakan tertentu. Tindakan yang dimaksud disini adalah semua
tindakan yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
tersebut. Syarat terjadinya interaksi adalah adanya kontak sosial dan komunikasi
antar pihak yang terlibat. Tentunya interaksi pasti dibutuhkan untuk saling
mengenal dalam upaya membentuk integrasi sosial.
2.
Tahap
Identifikasi
Setelah saling mengenal melalui proses interaksi, maka masing masing pihak
akan berusaha untuk saling menerima dan memahami satu sama lain, nah tahapan
ini disebut dengan tahapan identifikasi. Jika proses identifikasi berlangsung
dengan lancar, maka kerjasama akan lebih cepat dan terbentuk lebih mudah.
3.
Tahap
Kerjasama
Kerjasama timbulk apabila orang orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan yang sama, pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian diri untuk memenuhi kepentingan tersebut. Kesadaran ini akan
menimbulkan kerjasama dengan tujuan membuat pencapaian tujuan menjadi lebih
mudah.
4.
Tahap
Akomodasi
Setelah bekerja sama dan menjalankan tugasnya masing masing, biasanya akan
muncul konflik dan pertentangan antar pihak-pihak yang terlibat. Pertentangan
ini perlu diredakan akan tidak menghasilkan perpecahan, disinilah akomodasi
berperan. Akomodasi adalah suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa
menghancurkan pihak lawan.
5.
Tahap
Asimilasi
Setelah melalui beberapa permasalah dan mampu mengatasi permasalah tersebut
tanpa menimbulkan perpecahan, biasanya hubungan antara pihak yang berkaitan
akan lebih erat sehingga terjadinya proses asimilasi. Asimilasi adalah proses
sosial berupa usaha untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara
orang perorangan atau kelompok kelompok untuk mempertinggi rasa kesatuan.
6.
Tahap
Integrasi
Setelah proses asimilasi, maka akan terbentuk integrasi. Pada proses
integrasi penyesuaian antar unsur masyarakat yang berbeda terjadi dan kemudian
membentuk keserasian dalam menjalani fungsi kehidupan.
C. FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI INTEGRASI SOSIAL
1.
Homogenitas
Kelompok
Homogenitas kelompok adalah kemiripan atau kesamaan dalam suatu kelompok
masyarakat baik itu kepribadian, ciri atau adat istiadat. Kesepakatan yang
dapat disetujui bersama akan lebih mudah tercapai dengan mempertimbangkan
homogenitas dalam masyarakat yang bersangkutan.
2. Besar Kecilnya Kelompok Masyarakat
Semakin
besar suatu kelompok maka perbedaan yang muncul akan semakin banyak pula. Dalam
kelompok yang relatif kecil, maka hubungan pribadinya cenderung lebih akrab dan
berlangsung secara informal, sehingga lebih mudah tercapainya suatu
kesepakatan.
3. Mobilitas Geografis (Perpindahan Fisik)
Perpindahan atau pergerakan penduduk secara geografis akan menimbulkan
banyak keanekaragaman dalam suatu wilayah. Masyarakat yang masuk ke suatu
daerah baru membawa ideologi, kebiasaan, budaya dan kepribadian dari tempat
asalnya. Oleh karena itu mobilitas sosial sangat mempengaruhi terbentuknya
suatu integrasi sosial.
4. Efektivitas dan Efisiensi Komunikasi
Salah satu
syarat terjadinya interaksi sosial adalah komunikasi. Komunikasi adalah suatu
proses penyampaian informasi dari satu pihak kepada pihak lainnya. Pada umumnya
komunikasi yang sering kita lihat dilakukan secara verbal (berbicara) dengan
menggunakan cara yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, contohnya dengan
menggunakan bahasa dari suatu negara tertentu. Tetapi komunikasi juga dapat
dilakukan dengan menggunakan bahasa isyarat, menunjukkan sikap tertentu,
ekspresi wajah, dll. Intinya jika informasi yang ingin disampaikan oleh satu
pihak dapat diterima dengan baik oleh pihak lainnya, maka komunikasi sudah
terjadi antara kedua belah pihak tersebut.
Lancarnya komunikasi antar individu atau antar kelompok dalam suatu
lingkungan masyarakat merupakan sebuah pertanda bahwa mereka memiliki hubungan
sosial yang baik satu sama lain. Dengan ini maka akan lebih mudah untuk
mencapai suatu kesepakatan, karenanya efektivitas dan efisiensi dari komunikasi
akan mempengaruhi integrasi sosial.
D. KLASIFIKASI MACAM MACAM
BENTUK INTEGRASI SOSIAL
Berdasarkan hasilnya integrasi sosial
terbagi menjadi :
a.
Asimilasi
Asimilasi
adalah penggabungan dua atau lebih kebudayaan yang hasilnya menghilangkan ciri
khas dari kebudayaan asli, artinya hasil dari asimilasi merupakan sebuah
kebudayaan baru yang diterima oleh semua kelompok dalam lingkungan masyarakat
yang bersangkutan.
b.
Akulturasi
Akulturasi
adalah penggabungan dua atau lebih kebudayaan tanpa menghilangkan ciri khas
dari kebudayaan asli di lingkungan tersebut. Biasanya kebudayaan asing yang
masuk akan mendapatkan penolakan terlebih dahulu, tetapi kemudian seiring
berjalannya waktu kebudayaan ini akan diterima dan dimanfaatkan dengan tanpa
menghilangkan ciri khas dari kebudayaan awal.
Berdasarkan penyebabnya, integrasi
sosial dapat terbagi menjadi :
a. Integrasi Normatif
Integrasi normatif adalah integrasi yang terjadi karena norma-norma
tertentu yang berlaku dalam masyarakat secara keseluruhan. Norma ini menjadi
hal yang mampu mempersatukan masyarakat sehingga integrasi lebih mudah
terbentuk.
b. Integrasi Instrumental
Integrasi instrumental adalah integrasi yang tampak secara visual akibat
adanya keseragaman antar individu dalam suatu lingkungan masyarakat. Contohnya
adalah keseragaman pakaian, keseragaman aktivitas sehari – hari, keseragaman
ciri fisik, dll.
c. Integrasi ideologis
Integrasi ideologis adalah integrasi
yang tidak tampak secara visual, terbentuk karena adanya ikatan spiritual atau
ideologis yang kuat berdasarkan proses alamiah tanpa adanya paksaan. Interaksi
ideologis menggambarkan adanya persamaan kepahaman dalam memandang nilai
sosial, persepsi, serta tujuan antara anggota masyarakat dalam lingkungan
masyarakat yang bersangkutan.
d. Integrasi Fungsional
Integrasi fungsional terbentuk
karena adanya fungsi fungsi tertentu dari masing masing pihak yang ada dalam
sebuah masyarakat.
e. Integrasi Koersif
Integrasi koersif adalah integrasi yang terbentuk karena adanya pengaruh
kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. Integrasi ini dapat bersifat paksaan.
E. SYARAT BERHASILNYA
INTEGRASI SOSIAL
Proses mewujudkan integrasi sosial yang baik tidaklah mudah, apalagi pada
lingkungan masyarakat multikultural dengan perbedaan yang sangat banyak. Sangat
sulit untuk menemukan suatu keputusan yang dapat diterima oleh semua kelompok
masyarakat. Tetapi bagaimanapun sulitnya, integrasi sosial sangat penting untuk
dilakukan.
1. Menurut R William Lidle, syarat berhasilnya suatu integrasi sosial adalah
sebagai berikut :
- Sebagian besar (mayoritas) anggota dalam masyarakat sepakat tentang batas – batas teritorial dari wilayah mereka sebagai suatu kehidupan politik.
- Sebagian besar (mayoritas) anggota masyarakat tersebut sepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan hukum dari proses politik dan sosial yang berlaku bagi seluruh masyarakat dalam wilayah teritorial tersebut.
2. Selain pendapat tersebut, ada pendapat lain dari William F. Ougburn dan
Meyer Nimkoff tentang Syarat berhasilnya integrasi Sosial :
- Anggota masyarakat merasa bahwa mereka saling mengisi kebutuhan mereka satu sama lain.
- Masyarakat telah menciptakan kesepakatan bersama tentang nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungan tersebut.
- Nilai dan Norma sosial itu sudah berlaku cukup lama dan dijalankan secara konsisten.
- Masing masing individu atau kelompok mampu mengendalikan diri dan menyesuaikan diri satu sama lain.
- Selalu menempatkan persatuan dan kesatuan sebagai prioritas utama.




![]() |
Kesimpulan:
Integrasi sosial adalah pembauran suatu
hal tertentu hingga menjadi kesatuan.Kurangnya integrasi sosial mengakibatkan
konflik yang berujung dengan terjadinya kekerasan.
bagus gan..
ReplyDeletekerennn
ReplyDelete