MAKALAH DIAGNOSIS KENDARAAN (REM ANGIN)

 

MAKALAH DIAGNOSIS KENDARAAN

REM ANGIN

 

 

 

Disusun oleh :


  

 

 

 

 

 

 

PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

 

PENDAHULUAN

 

Rem dirancang untuk menurunkan kecepatan kendaraan dan menghentikan kendaraan atau menjaga kedudukan kendaraan ketika parkir. Rem merupakan komponen kendaraan yang sangat penting bagi keselamatan berkendara. Pada era sekarang, teknologi rem telah berkembang menjadi lebih dapat diandalkan, daya pengereman lebih baik dan akurat sehingga kendaraan dapat melakukan pengeraman dengan aman pada kondisi apapun.

 

Prinsip kerja rem

Gerakan kendaraan tidak dapat dihentikan dengan seketika ketika mesin tidak dihubungkan dengan sistem pemindah tenaga. Terdapat gaya inersia yang mempertahankan gerakan kendaraan untuk cenderung terus bergerak. Gaya inersia ini harus dihilangkan ketika menginginkan kendaraan untuk dihentikan.

Mesin mengubah energi panas menjadi energi kinetik. Tetapi sebaliknya pada rem, rem mngubah energi kinetik menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan. Pada umumnya, rem mobil bekerja desebabkan oleh benda yang diam bergesekan dengan benda yang berputar. Efek pengereman dihasilkan dari gesekan antara dua objek tersebut.

(Sumber : N-Step Nissan Service Technician Eduacation Program Step 2 Chasis)

 

Sistem rem dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe berdasarkan tenaga penggeraknya yaitu :

1.    Rem mekanik

Rem mekanik memanfaatkan kabel rem sebagai penggerak saat rem beroperasi.

2.    Rem hidrolik

Rem hidrolik memanfaatkan tenaga hidrolis (menggunakan oli) sebagai transfer tenaga dari pedal rem sampai pada silinder roda.

3.    Rem angin

Rem angin memanfaatkan tenaga udara sebagai penggerak saat rem beroperasi.

 

Pada makalah ini penulis akan memaparkan mengenai rerm angin. Konstruksi dan cara kerja rem angin akan menjadi fokus pembahasan pada makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

 

 

PEMBAHASAN

AIR BRAKE (REM ANGIN)

 

A.   Komponen rem angin

Sistem rem angin dapat bekerja menghentikan laju kendaraan dengan memanfaatkan kerja lima komponen utamanya.

1.    Kompresor, untuk memompa udara.

2.    Reservoir  atau tangki udara, untuk menyimpan udara bertekanan.

3.    Foot valve, untuk mengatur aliran udara bertekanan dari tangki udara ketika dibutuhkan pengereman.

4.    Brake chamber dan slack adjuster, komponen utama yang mengubah tekanan dari udara bertekanan menjadi tenaga mekanik.

5.    Brake lining dan drum atau rotor, sebagai media gesek untuk menghentikan laju kendaraan.

 

 

B.   Cara Kerja dan Fungsi komponen

1.    Kompresor

a.    Langkah hisap

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

 

Gerakan piston ke bawah menghasilkan tekanan rendah dalam ruang silinder sehingga udara luar terhisap masuk ke dalam silinder melalui inlet valve (katup hisap).

 

b.    Langkah kompressi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

 

Gerakan piston ke atas mengakibatkan udara dalam silinder terkompresi. Udara bertekanan ini tidak dapat keluar melalui katup hisap dan ketika piston mendekati ujung atas silinder, udara akan keluar melalui discharge valve (katup tekan) karena pegas tidak mampu melawan tekanan udara. Udara bertekana disalurkan ke tangki udara.

 

c.    Tekanan cukup

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

 

Ketika tekanan udara cukup, kompresor bekerja pada mode tanpa beban. Unloader plunger menahan katup hisap tetap terbuka sampai tekanan turun dan mengaktifkan kembali sistem melalui mekanisme governor.

 

2.    Reservoir  atau Tangki Udara

 

 

 

 

 

 

 


(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

 

Tangki udara menampung udara bertekanan dari kompresor dan mengeluarkannya ketika pengereman berlangsung sebagai sumber tenaga dari udara bertekanan. Tangki dilengkapi dengan katup pengaman untuk melindungi dari ledakan karena tekana berlebih. Ketika tekanan dalam tangki berlebihan, maka katup pengaman akan terbuka dan melepaskan udara bertekana ke luas sampai pada batas maksimum tekanan udara dalam tangki.

 

3.    Foot valve

Foot valve merupakan kesatuan dari pedal rem yang mengontrol tekanan udara saat pengereman. Jarak injakan pedal rem merupakan besarnya pembukaan katup untuk tenaga pengereman, tetapi kerja maksimal yang dapat dicapai tidak akan melebihi dari tekanan udara dalam tangki.

(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

 

Ketika pengemudi menginjak pedal rem, foot valve secara otomatis akan menyalurkan udara bertekanan ke dalam sistem rem. Pengemudi tidak dapat menyetel tekanan dalam menginjak pedal rem. Ketika pedal rem dilepas, tread akan melepaskan udara bertekanan keluar melalui exhaust port.

 

4.    Brake chamber dan Slack adjuster

 

 

 

 

 

 

 

 


(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

 

Brake chamber tersiri dari diaphragma yang fleksibel. Brake chamber berfungsi mengubah tekanan udara menjadi gerakan mekanis untuk mengoperasikan rem. Udara bertekanan mendorong diaphragma sehingga akan bergerak sesuai arah tekanan udara. Push rod yang terhubung dengan diaphragma akan terdorong keluar dan menekan slack adjuster. Jika terjadi kebocoran pada diaphragma akan mengakibatkan efisiensi pengereman menjadi sangat berkurang. Bahkan jika diaphragma rusah, sistem rem menjadi tidak berfungsi sepenuhnya. Brake chamber depan biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil dari brake chamber belakang karena axle depan memiliki beban yang lebih kecil debandingkan dengan axle belakang.

 

Slack adjuster

Slack adjuster memiliki fungsi menyetel free play antara push rod dan sepatu rem. Komponen ini merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan sepatu rem, sehingga jika tidak disetel dengan benar akan mengurangi efektifitas kerja pengereman.

(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

5.    Drum Brake dan Disc Brake

Sebagai bidang gesek yang menghasilkan tenaga untuk menghentikan jaju kendaraan. Gerakan mekanis dari slack adjuster akan diteruskan untuk menggerakkan atau mengembangkan kanvas rem bergesekan dengan drum atau piringan ketika pengereman terjadi.

 

(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

 

 

C.   Cara kerja pengereman

Udara dipompa / dikompresikan oleh kompresor kemudian disalurkan ke tangki udara yang dilengkapi dengan katup pengaman tekanan lebih. Governor mengontrol tekanan tekanan dalam tangki dengan mengontrol kompresor. Udara bertekanan dari tangki disalurkan melalui foot valve dan selalu terjaga sampai pengereman terjadi.

Ketika pedal rem diinjak, foot valve akan terbuka dan mengalirkan udara bertekanan ke brake chamber depan dan belakang. Push rod brake chamber akan terdorong dan menggerakkan slack adjuster. Slack adjuster akan memutarkan cam “S” dan mengembangkan kanvas rem sehingga bergesekan dengan rotor. Karena gesekan ini lah putaran roda dapat dihentikan. Ketika peda rem dibebaskan, udara dari brake chamber akan dibebaskan melalui katup pada foot valve.

 

D.   Rem Parkir

Rem parkir tipe pegas disertakan dalam mekanisme rem angin untuk menjamin rem parkir bekerja dengan aman.  Pada saat pengereman, rem ditahan oleh pegas pengembali dan tekanan udara. Rem parkir tipe pegas diaplikasikan tanpa tekanan udara. Parking brake chamber diaplikasikan bersama dengan brake chamber dan pengoperasiannya menggunakan penghubung yang sama. Oleh karena ituk, efektifitas rrem parkir tergantung juga pada penyetelan rem.

Sebuah kontrol valve dengan dioperasikan oleh tombol pada kabin memungkinkan pengemudi untuk  membebaskan rem parkir atau mengoperasikan rem parkir. Sistem ini  juga berperan sebagai rem darurat. Kehilangan udara dari sistem utama secara otomatis akan mengaktifkan rem tergantung bagaimana sistem pemipaan yang digunakan.

Selama pengendaraan normal, tekana udara berada mengelilingi pegas, menahan pegas lainya sebagai tenaga darurat ketika terjadi kondisi darurat.

(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

 

Selama operasi normal, pegas rem tidak dimanfaatkan. Tekanan udara menjaga kedudukan pegas tetap tertekan.

(Sumber : Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance)

 

Aplikasi dash control valve mengeluarkan udara dari ruang pegas brake chamber sehingga mengakitakan gaya dari pegas aktif dan melakukan operasi pengereman darurat.


 

 

DIAGNOSIS

 

 

A.   Prosedur Pengecakan sebelum perjalanan

Pastikan kendaraan berada pada tempat yang aman, set rem parkir, pasang penahan pada roda sebagai prosedur keamana pemeriksaan.

1.    Pengecekan aliran

a.    Periksa keamanan dan kondisi kompresor dan sabuk penggerak.

b.    Periksa kondisi dan keamanan selang dan selang fleksibel.

c.    Tekan semua slack adjuster secara manual (menggunakan pry bar). Periksa gerakan, kondisi mekanis dan kelengkapannya.

d.    Periksa sudut push rod dan slack adjuster tidak melebihi 90°.

2.    Penambahan tekanan udara

a.    Peringatan cut out kira-kira 60 psi.

b.    Tekanan terisi pada 50-90 psi dalam waktu 3 menit.

c.    Governor cut out beroperasi minimal 105 psi dan maksimal 125 psi.

3.    Saat tekanan maksimal

a.    Bebaskan rem parkir untuk mencegah kesalahan fungsi.

b.    Matikan mesin.

c.    Periksa kebocoran udara. Kebocoran udara lebih kecil dari 3 psi selama satu menit.

4.    Mengembalikan tekanan udara maksimal

a.    Dengan rem parkir masih beroperasi, lepaskan penahan roda.

b.    Periksa kerja rem parkir dengan memasukkan gigi rendah dan dirasakan hentakannya.

c.    Bebaskan rem parkir.

d.    Jalankan kendaraan perlahan dan operasikan rem sebagai langkah pengecekan kerja rem final.

 

 

 

 

B.   Diagnosis masalah dan penyebab

 

1.    Tenaga pengereman kecil.

-       Rerm membutuhkan penyetelan, pelumasan atau penggantian kanvas.

-       Tekanan udara rendah dibawah 60 psi.

-       Tekanan pada brake valve delivery dibawah normal.

-       Kesalahan ukuran aktuator atau slack adjuster.

-       Terjadi masalah pada linkage.

2.    Rem kurang responsif.

-       Rem membutuhkan penyetelan dan pelumasan.

-       Tekanan udara rendah dibawah 60 psi.

-       Katup pengereman pembukaanny tidak cukup.

-       Terjadi kebocoran berlebih pada sistem.

-       Pipa penyalur terlalu panjang.

-       Terjadi penyumbatan pada pipa.

3.    Rem bebas dengan lambat.

-       Rem membutuhkan penyetelan dan pelumasan.

-       Katup pengereman tidak kembali ke posisi terbebas penuh.

-       Terjadi penyumbatan pada pipa.

-       Saluran keluar katup rem, katup pembebas atau katup relay tersumbat.

-       Terjadi kerusakan pada katup-katup.

4.    Rem tidak dapat bebas.

-       Rem tidak pada posisi terbebas penuh.

-       Terjadi masalah pada katup pengereman dan katup relay.

-       Terjadi kebocoran atau penyumbatan pada pipa.

5.    Rem nyendat atau tidak teratur.

-       Berikan paselin pada brake lining.

-       Terjadi masalah pada katup pengereman dan katup relay.

-       Tidak ada beban kendaraan = tekanan pengereman tinggi.

6.    Rem tidak bekerja.

-       Tidak ada tekanan udara dalam sistem.

-       Pipa tersumbat atau rusak.

-       Katup pengereman rusak.

7.    Pengereman tidak seimbang.

-       Rem membutuhkan penyetelan dan pelumasan.

-       Axle mounting rusak.

-       Lumasi dengan paselin pada brake lining.

-       Pegas pengembali sepatu rem rusak.

-       Tromol rem aus.

-       Diaphragma pada brake chamber rusak.

-       Slack adjuster rusak.

8.    Tekanan udara tidak dapat naik dengan normal.

-       Meter tekanan udara rusak.

-       Terjadi kebocoran udara yang besar.

-       Penyetelan governor tidak sesuai.

-       Sabuk penggerak kompresor selip.

-       Kompresor rusak.

9.    Tekanan udara naik ke normal lambat.

-       Terjadi kebocoran pada katup-katup.

-       Volume tangki udara terlalu besar.

-       Saringan udara pada kompresor tersumbat.

-       Putaran mesin terlalu lambat.

-       Katup hisap dan katup tekan kompresor bocor.

-       Sabuk penggerak kompresor selip.

-       Terdapar karbon pada kepala silinder kompresor.

10.  Tekanan udara meningkat diatas normal.

-       Meter tekanan udara rusak.

-       Penyetelan governor tidak sesuai.

-       Penyumbatan jalur udara antara governor dan kompresor.

-       Celah unloader terlalu besar sehingga tertahan pada posisi tertutup.

11.  Tekanan udara turun dengan capat ketika mesin mati dan rem bebas.

-       Katup pengereman bocor.

-       Kebocoran pipa atau selang.

-       Katup tekan kompresor bocor.

-       Governor bocor.

 

12.  Tekanan udara turun dengan capat ketika mesin mati dan rem aktif.

-       Kebocoran pada brake chamber, aktuator, atau silinder roda.

-       Katup pengereman bocor.

-       Kebocoran pada pipa atau selang.

-       Terdapat air pada tangki udara.

-       Volume tangki udara tidak memenuhi.

13.  Terdapat ketukan pada kompresor terus menerus atau berkala.

-       Puli penggerak kendor.

-       Backlash pada drive gear atau drive coupling besar.

-       Bearing aus.

-       Terjadi penumpukan karbon pada kepala silinder kompresor.

14.  Katup pengaman bocor.

-       Penyetelan katup pengaman tidak tepat.

-       Tekanan udara dalam sistem diatas normal.

15.  Terdapat oli atau air terlalu banyak dalam sistem.

-       Air pada tangki tidak pernah dibuang keluar.

-       Oli kompresor berlebihan.

-       Saringan udara pada kompresor tersumbat.

-       Tekanan oli mesin terlalu besar.

-       Terdapat tekanan balik dari ruang engkol mesin.

 

 

REFERENSI

  Yukon Air Brake Manual, Yukon Community and Transportation Service.

Air Brake Manual, Manitoba Public Insurance.

N-Step Nissan Service Technician Eduacation Program Step 2 Chasis.

Air Brake Sistem Troubleshooting, Quality Heavy Duty Parts.

makalah MOUNTAINEERING

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Mendaki gunung adalah suatu kegiatan keras, berbahaya, penuh petualangan, membutuhkan keterampilan, kecerdasan, kekuatan, dan daya juang yang tinggi. Bahaya dan tantangan yang seakan hendak mengungguli, merupakan daya tarik dari kegiatan ini.

Pada hakekatnya bahaya dan tantangan tersebut adalah menguji kemampuan dirinya untuk bersekutu dengan alam yang keras, keberhasilan suatu pendakian yang sukar dan sulit berarti keunggulan terhadap rasa takut dan kemenangan terhadap perjuangan melawan dirinya sendiri.

 

B.     Tujuan Kegiatan Mountaineering

– Mountain = Gunung

– Mountaineer = Orang yang berkegiatan di gunung

– Mountaineering = Segala sesuatu yang berkaitan dengan gunung atau dalam arti yang luas berarti suatu perjalanan yang meliputi mulai dari hill walking sampai pendakian ke puncak-puncak gunung yang sulit

Banyak alasan orang melakukan kegiatan mountaineering namun pada dasarnya keitan itu dilakukan untuk :

1. Mata pencaharian

2. Adat Istiadat

3. Agama /Kepercayaan

4. Ilmu Pengetahuan

5. Petualangan

6. Olahraga

7. Rekreasi

 

B. TERMONOLOGI GUNUNG

a) Gunung : Suatu puncak ketinggian dari atas permukaan laut dan dataran di sekelilingnya.

b) Pegunungan : Barisan/sekumpulan gunung yang saling berdekatan.

c) Bukit : Gunung Yang ketinggianya tidak lebih dari 600 mdpl

d) Perbukitan : Barisan/sekumpulan bukit yang saling berdekatan.

e) Tebing : Lereng pada dinding gunung yang terjal

f) Sadel : Pertemuan dua titik pada satu punggungan

g) Pass : Celah panjang diantara dua punggungan

h) Col : Celah sempit diantara dua puncak

i) Plateau : Dataran tinggi diatas daerah ketinggian

j) Summit : Puncak

 

 C. SEJARAH SINGKAT MOUNTAINEERING

Pendakian gunung sebenarnya telah dilakukan oleh para nenek moyang kita yang dimulai dengan bapak manuasia Nabi Adam AS yang menjelajahi bukit tursina untuk mencari cintanya Siti Hawa. Siti Hajar yang telah lintas dari bukit marwah ke bukit Safa ditemani dengan sherpa JIBRIL untuk mencari air bagi ismail yang lagi kehausan. Dan pendakian demi pendakian hingga saat ini masih terus berlangsung dan kelak (tak lama lagi ) giliran kalian untuk melanjutkan amanah menjaga kelanggengan kemanusian.

 

1. Hill Walking/Hiking

Hill walking atau yang lebih dikenal sebagai hiking adalah sebuah kegiatan mendaki daerah perbukitan atau menjelajah kawasan bukit yang biasanya tidak terlalu tinggi dengan derajat kemiringan rata-rata di bawah 45 derajat. Dalam hiking tidak dibutuhkan alat bantu khusus, hanya mengandalkan kedua kaki sebagai media utamanya. Tangan digunakan sesekali untuk memegang tongkat jelajah (di kepramukaan dikenal dengan nama stock atau tongkat pandu) sebagai alat bantu. Jadi hiking ini lebih simpel dan mudah untuk dilakukan.

Level berikutnya dalam mountaineering adalah scrambling. Dalam pelaksanaannya, scrambling merupakan kegiatan mendaki gunung ke wilayah-wilayah dataran tinggi pegunungan (yang lebih tinggi dari bukit) yang kemiringannya lebih ekstrim (kira-kira di atas 45 derajat). Kalau dalam hiking kaki sebagai ‘alat’ utama maka untuk scrambling selain kaki, tangan sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang atau membantu gerakan mendaki. Karena derajat kemiringan dataran yang lumayan ekstrim, keseimbangan pendaki perlu dijaga dengan gerakan tangan yang mencari pegangan. Dalam scrambling, tali sebagai alat bantu mulai dibutuhkan untuk menjamin pergerakan naik dan keseimbangan tubuh.

Berbeda dengan hiking dan scrambling, level mountaineering yang paling ekstrim adalah climbing! Climbing mutlak memerlukan alat bantu khusus seperti karabiner, tali panjat, harness, figure of eight, sling, dan sederetan peralatan mountaineering lainnya. Kebutuhan alat bantu itu memang sesuai dengan medan jelajah climbing yang sangat ekstrim. Bayangkan saja, kegiatan climbing ini menggunakan wahana tebing batu yang kemiringannya lebih dari 80 derajat.

Peralatan dasar kegiatan alam bebas seperti ransel, vedples (botol air), sepatu gunung, pakaian gunung, tenda, misting (rantang masak outdoor), kompor lapangan, topi rimba, peta, kompas, altimeter, pisau, korek, senter, alat tulis, dan matras mutlak dibutuhkan selain alat bantu khusus mountaineering seperti tali houserlite/kernmantel, karabiner, figure of eight, sling, prusik, bolt, webbing, harness, dan alat bantu khusus lainnya yang dibutuhkan sesuai level kegiatannya.

D. Jenis Perjalanan Berdasarkan Tingkat Kesulitan Medan.

Perjalanan baik pendakian atau pemanjatan berdasarkan pada tingkat kesulitan medan yang dihadapi dapat dibagi sebagai berikut:

1. Walking : Berjalan tegak, tidak diperlukan perlengkapan kaki yang serius.

2. Hiking (hill walking) : Medan sedikit bertambah sulit sehingga dibutuhkan perlengkapan kaki yang memadai.

3. Climbing

a. Rock Climbing : Pemanjatan pada medan batu .

– Scrambling : Medan semakin curam sehingga dibutuhkan bantuan tangan untuk menjaga keseimbangan tubuh. Praktis tidak memerlukan tali ataupun perlengkapan lainnya yang khusus.

– Technical Climbing : Pemanjatan pada permukaan tebing yang sulit. Dibutuhkan teknik khusus dan bantuan peralatan. Jenis ini di bagi dua, yaitu :

Ø Free Climbing: Rute yang dilalui sulit sehingga dibutuhkan tali, alat-alat dan teknik yang khusus untuk melindungi bila terjatuh . Patut diperhatikan bahwa alat –alat disini hanya berfungsi sebagai alat- alat pengaman saja dan bukan sebagai penambah ketinggian.

Ø Artificial Climbing: Tebing hanya memberikan celah yang sangat tipis atau bahkan tidak ada sehingga penggunaan tangan dan kaki saja adalah mustahil. Untuk itu pendakian jenis ini sepenuhnya tergantung kepada perealatan yang juga dipergunakan secara langsung untuk menambah ketinggian . Dapat dikatakan ketinggian kita dapat terus bertambah hanya semata-mata karena bantuan alat-alat seperti tangga tali dfan sebagainya.

 

b. Snow/Ice Climbing : Pemanjatan pada medan es dan salju

4. Expedition : Kegiatan pendakian yang membutuhkan berbagai pengetahuan dan membutuhkan waktu yang lama serta memerlukan pengorganisasian tertentu dengan berbagai variasi medan yang harus dilalui

E. Sistem/Teknik pendakian

Tidak semua medan yang dilalui untuk menuju puncak itu seragam sehingga ada beberapa sistem/teknik yang dilakukan untuk menuju puncak yang harus disesuaikan dengan karakter medan. Pada beberapa pendakian kita kenal ada tiga buah sistem/teknik pendakian yaitu :

1. Alpin Taktik : sistem pendakian ini biasa dilakukan pada medan yang jaraknya tidak terlalu jauh, dan tidak kembali lagi ke base camp serta seluruh tim pendaki harus dapat mencapi puncak (taktik ini berkembang di pegunungan alpen yang karakternya sangat sesuai dengan taktik ini)

2. Himalayan taktik : Sistem pendakian ini biasa dilakukan pada medan yang jaraknya cukup jauh sehingga untuk menuju puncak ada beberapa base camp yang didirikan guna melakukan sistem drop barang, pada taktik ini tidak semua anggota tim harus mencapai puncak (taktik ini berkembang di pegunungan himalaya yang karakternya sangat sesuai dengantaktik ini)

3. Siege taktik : Gabungan antara Alpin Taktik dan Himalayan taktik.

 

F. PERSIAPAN DALAM SEBUAH PERJALANAN

1. Dapat berpikir secara logis.

Ini adalah elemen yang terpenting dalam membuat keputusan selama pendakian, dimana cara berpikir seperti ini lebih banyak mempertimbangkan faktor safety atau keselamatannya.

2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan. Meliputi pengetahuan tentang medan ( navigasi darat) ,cuaca dan teknik pendakian , pengetahuan tentang alat pendakian atau pemanjatan dan sebagainya.

3. Dapat mengkoordinir tubuh kita.

a. koordinasi antara otak dengan anggota tubuh.

– Haruslah terdapat keseimbangan antara apa yang dipikirkan di

Otak dan apa yang sanggup dilakukan oleh tubuh.

– Keseimbangan antara emosi dan kemampuan diri.

– Ketenangan dalam melakukan tindakan .

b. koordinasi antar anggota tubuh.

Ialah keseimbangan dan irama anggota tubuh itu sendiri dalam membuat gerakan-gerakan atau langkah- langkah ketika berjalan atau diam

4. kondisi fisik yang memadai.

Ini dapat dimengerti karena mendaki gunung termasuk dalam olahraga yang cukup berat . Seringkali berhasil tidaknya suatu pendakian / pemanjatan bergantung pada kekuatan fisik. Untuk mempunyai kondisi fisik yang baik dan selalu siap maka jalan satu-satunya haruslah berlatih.

5. Berdoa

 

G. PERENCANAAN PERLENGKAPAN PERJALANAN

Dalam melakukan perjalanan atau petualangan di alam bebas, tentu kita perlu menyiapkan

segala sesuatu yang akan memperlancar perjalanan kita. Kesiapan fisik dan mental merupakan

modal yang paling mendasar

yang harus dimiliki seorang Mountaineer. selain itu peralatan dan perlengkapan yang layak dan lengkap adalah pendukung keberhasilan dan sekaligus sebagai tolok ukur seorang Mountaineer yang profesional. Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan perbekalan yang tepat dan efisien. Dalam merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah:

1. Mengenal jenis medan apa yang akan dihadapi nanti(hutan, rawa, tebing, semak, termasuk diantaranya kondisi sosial masyarakat setempat)

2. Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan / ekspedisi, latihan, penelitian, SAR, liburan, dll)

3. Mengetahui lamanya waktu yang dibutuhkan selama perjalanan (sehari, 3 hari, seminggu, sebulan, dsb)

4. Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban (beratnya tidak melebihi sepertiga berat badan (15-20 kg), walaupun ada yang mempunyai kemampuan mengangkat beban sampai 30 kg.)

5. Memperhatikan dan menyiapkan hal-hal khusus yang mungkin dibutuhkan dalam perjalanan (misalnya : vitamin, obat-obatan tertentu, peta, dll)

 

Setelah mengetahui hal-hal tersebut, maka kita dapat menyiapkan perlengkapan dan perbekalan

yang sesuai dan selengkap mungkin dan juga buatkan daftar barang yang harus dibawa lakukan pengecekan sebelum dan sesudah perjalanan.

Berikut ini adalah peralatan dan perlengkapan yang harus disiapkan seorang mountaineer.

 

#. Perlengkapan Perorangan:

1. Carrier / Ransel / day-pack (sebelum barang dimasukkan, biasakan bungkus barang-barang

dengan kantong plastik untuk menghindari hujan)

2. Matras

3. Rain coat / ponco

4. Sleeping Bag dan perlengkapan tidur

5. Perlengkapan makan & minun

6. Baju hangat / jaket + baju ganti (cadangan)

7. Sepatu gunung + kaos kaki cadangan

8. Senter (Baterai + bohlam cadangan)

9. Kupluk + topi rimba, sarung tangan, peluit

10. Obat-obatan pribadi

11. peralalatan navigasi (Kompas,dll), webbing, tali dll

12. Logistik

13. Lilin dan lampu senter

14. Pisau serba-guna / Victorinox

15. perlengkapan mandi

 

#. Perlengkapan Team :

1. Tenda

2. Peralatan masak

3. P3K

4. Trash Bag

5. Golok Tebas

 

Kelompokan barang-barang yang sejenis (pakaian, makanan, keperluan mandi, dan obat-obatan) dalam satu kantong.

Yang paling dasar adalah pakaian, kemudian keperluan mandi, dan yang paling atas adalah makanan dan obat-obatan.

 

H. Pengelompokan Bahaya di Hutan dan Gunung

Bila kita kelompokan bahaya di hutan dan gunung dapat kita simpulkan sebagai berikut :

1. Bahaya Obyektif : Segala bentuk bahaya atau potensi bahaya yang ditimbulkan oleh objek hutan dan gunung itu sendiri dan segala sesuatu yang berada dilingkungannya

2. Bahaya Subyektif : Segala bentuk bahaya dan atau potensi bahaya yang diawali atau ditimbulkan oleh pelaku dalam segala bentuk perilaku, tindakan dan pengambilan keputusan baik sebelum ataupun saat ia berkegiatan di hutan dan gunung.

3. Nasib Buruk dan Nasib Baik : segala bentuk bahaya dan atau potensi bahaya yang pada dasarnya diluar perhitungan ataupun pertimbangan pelakunya, dan bersifat sama sekali tidak terduga. Umumnya sangat jarang terjadi. Nasib Buruk akan langsung dirasakan oleh pelaku sebagai potensi bahaya ataupun bahaya. Nasib Baik bila tidak secara bijak diterima sebagai sebentuk pengalaman tentang keberuntungan, dapat menjadi sebentuk sikap berfikir yang dapat menjadi potensi dan atau bahaya disaat mendatang.

1. Bahaya Objectif

a) Kondisi Bentuk Permukaan Bumi (Terrain);

Apakah Terrain berpemukaan: datar, curam, patahan-patahan, tonjolan-tonjolan dan gabungan dari beberapa bentuk. Masing-massing memiliki bahaya sendiri-sendiri. Apakah kondisi permukaan itu terbentuk oleh tanah padat, gembur, berair, becek, rawa, sungai, pasir, kerikil bulat, krikil tajam, batuan lepas, batuan padat dan serterusnya. Masing- masing juga memeiliki sifat-sifat tersendiri yang tentunya memeiliki potensi-potensi bahaya.

b) Bentuk-bentuk Kehidupan (living Form);

• Kehidupan Binatang: Mulai kehidupan Micro organisme yang sederhana hingga binatang-binatang besar dapat menjadi potensi bahaya. Secara umum potensi itu adalah :

– Dapat menimbulkan penyakit.

– Dapat menularkan penyakit.

– Beracun bila menyengat, bersentuhan atau menggigit.

– Beracun bila dimakan.

– Karena ukurannya besar dapat berbahaya bila menyerang.

– Binatang besar pemangsa.

– Minimbulkan/mengeluarkan zat-zat kimia yang membuat sangat tidak nyaman.

• Tumbuh-tumbuhan

Potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh tumbuhan adalah : ‘

– Kerapatan tumbuhan dapat menghambat dan mencederai kita dalam pergerakan.

– Kerapatan tumbuhan dapat menghambat jarak dan keleluasaan pandangan (visibility) sehingga menyulitkan orientasi.

– Mempunyai duri-duri atau getah beracun yang dapat mencederai kita.

– Mengandung racun bila dimakan.

Tetapi harus dicatat, dalam situasi survival ada tidaknya binatang dan tumbuhan yang dapat kita manfaatkan juga merupakan problem bagi kita untuk sumber makakan, shelter, bahan bakar, perlengkapan pengganti dll.

c) Iklim dan Cuaca

Iklim yang merupakan gambaran umum musim-musim yang terjadi disuatu daerah tertentu dalam periode waktu satu tahun mungkin lebih mudah doiperkirakan. Tetapi cuaca yang berkaitan dengan: temperatur, kelembaban dan pergeerakan udara akan lebih sulit diperkirakan. Ketiga hal itu sangat berkaitan dengan kemampuan tubuh kita yang mempunyai keterbatasan untuk dapat berfungsi normal. Hal-hal yang dapat menjadi potensi bahaya dari kondisi cuaca adalah :

• Temprertur Tinggi, yang berkaitan debngan terik matahari dapat menyebabkan Heatstroke dan Sunstroke.

• Temperature rendah, basah, angin, dan kombinasinya dapat menyebabkan Hypotermia.

• Basah terus-menerus dapat menyebabkan bagian telapak kaki mengalami Water immersion foot (seperti kena kutu air). Akan mudah lecet dan peluang terinfeksi menjadi lebih besar.

• Potensi-potensi bahaya lain yang diakibatkan oleh cuaca misal: angin yang sangat besar dapat mematahkan batang2 pohon besar yang bisa mencederai kita, curah hujan yang tinggi dapat menghambat pergerakan dan jarak pandang. Curah hujan yang sangat extreme mempunyai potensi bahaya tersendiri. Demikian juga kekeringan yang extreme

d) Ketinggian

Tinggi rendahnya suatu tempat dari atas permukaan laut, akan berkaitan dengan besarnya tekanan udara di tempat itu. Disekitar ketinggian sejajar dengan permukaan laut tekanan udara besarnya kurang lebih 1 Atmosfir (atm), pada 500 Meter Diatas Permukaan Laut (mdpl) tekanan udaranya hanya kurang lebih 50%nya. Besarnya tekanan disebabkan massa udara yang lebih besar. Dengan kata lain materi yang membentuk udara lebih banyak. Makin kecil tekanannya, makin sedikit materi yang membentuknya. Oksigen yang kita butuhkan ada kurang lebih 20% dari materi yang membentuk udara. Dengan demikian makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut makin sedikit jumlah oksigen dari setiap liter yang terhisap paru-paru kita. Tubuh kita membutuhkan waktu untuk beraklimatisasi dengan kondisi ini. Kurangnya waktu aklimatisasi dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan tubuh kita, yaitu apa yang disebut Mountain Sickness, yang bila berlanjut dari kondisi Hypoxia dapat berkembang menjadi Pulmonaryedema dan atau Cerebraledema. Bahkan diatas ketinggian yang berkisar mulai diatas 5000 mdpl, tubuh kita tidak mampu beraklimatisasi secara permanaen. Hanya dalam batasan waktu tertentu tubuh kita dapat bertahan. Daerah diatas ketinggian itu sering juga disebut “Death Zone” dimana tidak ada makhluk hidup yang dapat beraklimatisasi permanent disana. (Can u follow it…?)

e) Besaran Jarak dan Waktu

Besarnya jarak biasanya berkaitan dengan lamanya waktu tempuh, walau tingkat kesulitan medan (berkaitan dengankondisi Terrain, Living Form, Iklim dan cuaca, ketinggian) ikut berpengaruh. Secara sederhana dapat dilihat bahwa makin besar jarak dan waktu makin rumit rencana perjalan yang harus kita buat. Banyak masalah- masalah yang harus kita pertimbangkan seperti misalnya : masalah perbekalan, navigasi, kesehatan, shelter, peralatan, tekanan- tekanan/stress (fisik dan psikis) yang mungkin dialami dst. Makin rumit rencana perjalanan yang harus kita pertimbangkan, ada kemungkinan makin besar faktor-faktor kesalahan yang terjadi. Faktor- faktor kesalahan yang ini dapat berkembang pada pelaksanaanya menjadi potensi bahaya.

f) Kondisi Akibat/Pengaruh

Yang dimaksud dengan kondisi akibat atau pengaruh adalah suatu kondisi yang pada umumnya/biasanya tidak merupakan potensi bahaya, tetapi akibat pengaruh tertentu menjadikannya sebagai potensi atau bahaya. Beberapa contoh misalnya :

– Adanya bangkai binatang besar diatas aliran sungai yang sangat jernih dihutan atau digunung yang kita gunakan sebagai sumber air.

– Adanya ganggang beracun pada genangan air tetrentu yang kita anggap sebagai sumber air yang baik.

– Munculnya gas beracun di wilayah gunung berapi dimana biasanya wilayah tersebut aman. Hal ini mungkin akibat aktivitas gunung berapi beraktivitas diluar normalnya.

– Jenis-jenis ikan tertentu yang biasanya tidak beracun menjadi ikan beracun bila dikonsumsi akibat adanya kandungan mineral tertentu atau micro organisme tertentu diperairan habitatnya.

– Dan contoh lainnya.

g) Kondisi Sosial Budaya

“Lain padang lain belalangnya, lain lubuk lain pula ikannya”, demikian kata peribahasa. Setiap daerah memang memiliki adat-istiadat tersendiri. Kesalahan kita dalam menghargai adat istiadat setempat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Rasa tidak suka, penolakan terhadap kehadiran kita akan menimbulkan ketidaknyamanan dan atau rasa tidak aman pada diri kita. Hal ini bila berlanjut dapat menjadi potensi bahaya yang tidak jarang pula menjadi bahaya. Tidak jarang pula masyarakat pedalaman yang akan merasa tidak aman bila wilayahnya dimasuki orang asing. Bagi kita sikap mereka sering kita anggap agresif, yang sesungguhnya itu adalah manifestasi dari rasa tidak aman itu. Pendekatan yang cermat perlu kita lakukan agar situasi itu tidak menjadi potensi bahaya.

2. Bahaya Subjektif

a. Kondisi Kebugaran (fitness)

Subject : Berkegiatan di alam terbuka dalam tingkatan tertentu menuntut kebugaran tubuh pelakunya. Tidak saja sitem peredaran darahnya (cardios culary), metabolisme tubuh, kekuatan otot-ototnya, tetapi juga daya pertahanan tubuhnya terhadap perubahan-perubahan cuaca (berkaitan dengan temperatur, kebasahan angin). Sering juga berkegiatan di gunung dan hutan mengharuskan kita melakukan irama dan siklus kehidupan yang tidak teratur. Atau setidaknya tidak sebagaimana pada kehidupan kita sehari-hari. Situasi dan kondisi ini dapat menjadi potensi bahaya apabila kebugaran tubuh pelaku tidak dapat memenuhi sebagaimana yang dituntut kegiatan itu.

b. Kondisi Kemampuan Tekhnis (Technical Skills)

Subyek : Sebentuk pengetahuan dan keterampilan tekhnis tentu saja dituntut dalam berkegiatan di gunung dan hutan. Keterampilan untuk dapat bergerak dengan efisien serta efektif, mengontrol keseimbangan dan irama gerak tubuh serta beristirahat secara efektif tapi efisien. Hal ini juga harus ditunjang dengan pengetahuah apa saja, peralatan pembantu yang dibutuhkan secara tepat, serta penggunaanya secara benar untuk membantunya bergerak atau beristirahat. Pengetahuan dan keterampilan menjaga kesehatan, kebugaran tubuh dan bagaimana mengatasi bila tergangu juga dituntut. Tidak mendukungnya kemampuan tekhnis pelaku, akan menjadi sebentuk potensi bahaya.

c. Kondisi Kemampuan Kemanusiaan (Human Skills)

Sebentuk kondisi kemampuan kemanusiaan juga dituntut dalam berkegiatan di alam bebas. Apa yang sering kita dengar sebagai mental yang kuat dan emosi yang stabil itu yang dituntut. Tetapi uraian dari mental yang kuat itu sendiri jarang kita dengar. Pengertian mental itu sendiri adalah bagaimana “sikap berfikir kita dalam mengontrol aksi gerak tubuh/tindakan kita”. Dengan kata lain bagaimana kita terhadap sebentuk situasi dan kondisi: Menilai, Menganalisa, Merasionalisasikannya, Mengambil/Menentukan keputusan, serta Melaksanakan keputusan itu. Hal-hal diatas terntu saja menuntut sebentuk perilaku positif manusia. Seperti : Leadership, Judgement, Determination, Integrity, Patience/Kecermatan, dan seterusnya untuk dapat melaksanakannya dengan baik. Emosi adalah sebentuk reaksi perasaan yang timbul bila menghadapi situasi dan kondisi tertentu. Dapat dianggap sebagai suatu kewajaran, tetapi tidak jarang sesungguhnya tidak bersifat rasional. Rasa Takut, Kesal, Kesepian, Patah Semangat, Frustasi, adalah contoh-contoh yang dapat berkembang menjadi potensi bahaya.

d. Kondisi Kemampuan Pemahaman Lingkungan (Enviromental Skills)

Pamahaman akan segala bentuk sifat dan karakter dari lingkungan gunung dan hutan dituntut bagi pelaku yang berkegiatan disana. Segala sifat dan karakter lingkungan yang dapat menjadi potensi bahaya harus bisa dinilainya; tetapi sifat dan karakter yanhg dapat dimanfaatkan harus pula dapat dipahaminya. Sifat dan karakter lingkungan itu bukan dianggap sebagai musuh, tetapi bagaimana ia harus mampu bernegosiasi dengan segala kemampuan yang dimilinya. Ketidakmampuan memahami segala karakter dan sifat lingkungan dimana ia berkegiatan akan dapat menimbulkan potensi bahaya.

3. Nasib Buruk dan Baik

Hal utama dari sikap pendekatan kita terhadap nasib baik dan buruk mungkin yang terbaik adalah sebagai berikut: Adanya nasib buruk adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Apabila terjadi pada kita, terimalah sebagai suatu realita bukan dengan reaksi emosi yang negatif seperti : Kesal, Menyesali, Marah dst. Hal terpenting yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita dapat mengatasinya dengan bijak dan tepat. Mendapatkan nasib baik harus kita sadari hanya benar-benar sebuah keberuntungan. Hal ini jangan kita jadikan sandaran untuk tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan selanjutnya. Tidak rela menerima adanya nasib buruk dan tidak menyadari itu hanyalah sebuah keberuntungan, akan menjadi suatu potensi bahaya bagi kita.