BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mendaki
gunung adalah suatu kegiatan keras, berbahaya, penuh petualangan, membutuhkan
keterampilan, kecerdasan, kekuatan, dan daya juang yang tinggi. Bahaya dan
tantangan yang seakan hendak mengungguli, merupakan daya tarik dari kegiatan
ini.
Pada
hakekatnya bahaya dan tantangan tersebut adalah menguji kemampuan dirinya untuk
bersekutu dengan alam yang keras, keberhasilan suatu pendakian yang sukar dan
sulit berarti keunggulan terhadap rasa takut dan kemenangan terhadap perjuangan
melawan dirinya sendiri.
B. Tujuan Kegiatan Mountaineering
–
Mountain = Gunung
–
Mountaineer = Orang yang berkegiatan di gunung
–
Mountaineering = Segala sesuatu yang berkaitan dengan gunung atau dalam arti
yang luas berarti suatu perjalanan yang meliputi mulai dari hill walking sampai
pendakian ke puncak-puncak gunung yang sulit
Banyak
alasan orang melakukan kegiatan mountaineering namun pada dasarnya keitan itu
dilakukan untuk :
1.
Mata pencaharian
2.
Adat Istiadat
3.
Agama /Kepercayaan
4.
Ilmu Pengetahuan
5.
Petualangan
6.
Olahraga
7.
Rekreasi
B.
TERMONOLOGI GUNUNG
a)
Gunung : Suatu puncak ketinggian dari atas permukaan laut dan dataran di
sekelilingnya.
b)
Pegunungan : Barisan/sekumpulan gunung yang saling berdekatan.
c)
Bukit : Gunung Yang ketinggianya tidak lebih dari 600 mdpl
d)
Perbukitan : Barisan/sekumpulan bukit yang saling berdekatan.
e)
Tebing : Lereng pada dinding gunung yang terjal
f)
Sadel : Pertemuan dua titik pada satu punggungan
g)
Pass : Celah panjang diantara dua punggungan
h)
Col : Celah sempit diantara dua puncak
i)
Plateau : Dataran tinggi diatas daerah ketinggian
j)
Summit : Puncak
Pendakian
gunung sebenarnya telah dilakukan oleh para nenek moyang kita yang dimulai
dengan bapak manuasia Nabi Adam AS yang menjelajahi bukit tursina untuk mencari
cintanya Siti Hawa. Siti Hajar yang telah lintas dari bukit marwah ke bukit
Safa ditemani dengan sherpa JIBRIL untuk mencari air bagi ismail yang lagi
kehausan. Dan pendakian demi pendakian hingga saat ini masih terus berlangsung
dan kelak (tak lama lagi ) giliran kalian untuk melanjutkan amanah menjaga
kelanggengan kemanusian.
1.
Hill Walking/Hiking
Hill
walking atau yang lebih dikenal sebagai hiking adalah sebuah kegiatan mendaki
daerah perbukitan atau menjelajah kawasan bukit yang biasanya tidak terlalu
tinggi dengan derajat kemiringan rata-rata di bawah 45 derajat. Dalam hiking
tidak dibutuhkan alat bantu khusus, hanya mengandalkan kedua kaki sebagai media
utamanya. Tangan digunakan sesekali untuk memegang tongkat jelajah (di
kepramukaan dikenal dengan nama stock atau tongkat pandu) sebagai alat bantu.
Jadi hiking ini lebih simpel dan mudah untuk dilakukan.
Level
berikutnya dalam mountaineering adalah scrambling. Dalam pelaksanaannya,
scrambling merupakan kegiatan mendaki gunung ke wilayah-wilayah dataran tinggi
pegunungan (yang lebih tinggi dari bukit) yang kemiringannya lebih ekstrim
(kira-kira di atas 45 derajat). Kalau dalam hiking kaki sebagai ‘alat’ utama maka
untuk scrambling selain kaki, tangan sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang atau
membantu gerakan mendaki. Karena derajat kemiringan dataran yang lumayan
ekstrim, keseimbangan pendaki perlu dijaga dengan gerakan tangan yang mencari
pegangan. Dalam scrambling, tali sebagai alat bantu mulai dibutuhkan untuk
menjamin pergerakan naik dan keseimbangan tubuh.
Berbeda
dengan hiking dan scrambling, level mountaineering yang paling ekstrim adalah
climbing! Climbing mutlak memerlukan alat bantu khusus seperti karabiner, tali
panjat, harness, figure of eight, sling, dan sederetan peralatan mountaineering
lainnya. Kebutuhan alat bantu itu memang sesuai dengan medan jelajah climbing
yang sangat ekstrim. Bayangkan saja, kegiatan climbing ini menggunakan wahana
tebing batu yang kemiringannya lebih dari 80 derajat.
Peralatan
dasar kegiatan alam bebas seperti ransel, vedples (botol air), sepatu gunung,
pakaian gunung, tenda, misting (rantang masak outdoor), kompor lapangan, topi
rimba, peta, kompas, altimeter, pisau, korek, senter, alat tulis, dan matras
mutlak dibutuhkan selain alat bantu khusus mountaineering seperti tali
houserlite/kernmantel, karabiner, figure of eight, sling, prusik, bolt,
webbing, harness, dan alat bantu khusus lainnya yang dibutuhkan sesuai level kegiatannya.
D.
Jenis Perjalanan Berdasarkan Tingkat Kesulitan Medan.
Perjalanan
baik pendakian atau pemanjatan berdasarkan pada tingkat kesulitan medan yang
dihadapi dapat dibagi sebagai berikut:
1.
Walking : Berjalan tegak, tidak diperlukan perlengkapan kaki yang serius.
2.
Hiking (hill walking) : Medan sedikit bertambah sulit sehingga dibutuhkan
perlengkapan kaki yang memadai.
3.
Climbing
a.
Rock Climbing : Pemanjatan pada medan batu .
–
Scrambling : Medan semakin curam sehingga dibutuhkan bantuan tangan untuk
menjaga keseimbangan tubuh. Praktis tidak memerlukan tali ataupun perlengkapan
lainnya yang khusus.
–
Technical Climbing : Pemanjatan pada permukaan tebing yang sulit. Dibutuhkan
teknik khusus dan bantuan peralatan. Jenis ini di bagi dua, yaitu :
Ø
Free Climbing: Rute yang dilalui sulit sehingga dibutuhkan tali, alat-alat dan
teknik yang khusus untuk melindungi bila terjatuh . Patut diperhatikan bahwa
alat –alat disini hanya berfungsi sebagai alat- alat pengaman saja dan bukan
sebagai penambah ketinggian.
Ø
Artificial Climbing: Tebing hanya memberikan celah yang sangat tipis atau
bahkan tidak ada sehingga penggunaan tangan dan kaki saja adalah mustahil.
Untuk itu pendakian jenis ini sepenuhnya tergantung kepada perealatan yang juga
dipergunakan secara langsung untuk menambah ketinggian . Dapat dikatakan
ketinggian kita dapat terus bertambah hanya semata-mata karena bantuan
alat-alat seperti tangga tali dfan sebagainya.
b. Snow/Ice Climbing : Pemanjatan
pada medan es dan salju
4. Expedition : Kegiatan pendakian
yang membutuhkan berbagai pengetahuan dan membutuhkan waktu yang lama serta
memerlukan pengorganisasian tertentu dengan berbagai variasi medan yang harus
dilalui
E.
Sistem/Teknik pendakian
Tidak
semua medan yang dilalui untuk menuju puncak itu seragam sehingga ada beberapa
sistem/teknik yang dilakukan untuk menuju puncak yang harus disesuaikan dengan
karakter medan. Pada beberapa pendakian kita kenal ada tiga buah sistem/teknik
pendakian yaitu :
1.
Alpin Taktik : sistem pendakian ini biasa dilakukan pada medan yang jaraknya
tidak terlalu jauh, dan tidak kembali lagi ke base camp serta seluruh tim
pendaki harus dapat mencapi puncak (taktik ini berkembang di pegunungan alpen
yang karakternya sangat sesuai dengan taktik ini)
2.
Himalayan taktik : Sistem pendakian ini biasa dilakukan pada medan yang
jaraknya cukup jauh sehingga untuk menuju puncak ada beberapa base camp yang
didirikan guna melakukan sistem drop barang, pada taktik ini tidak semua
anggota tim harus mencapai puncak (taktik ini berkembang di pegunungan himalaya
yang karakternya sangat sesuai dengantaktik ini)
3.
Siege taktik : Gabungan antara Alpin Taktik dan Himalayan taktik.
F.
PERSIAPAN DALAM SEBUAH PERJALANAN
1.
Dapat berpikir secara logis.
Ini
adalah elemen yang terpenting dalam membuat keputusan selama pendakian, dimana
cara berpikir seperti ini lebih banyak mempertimbangkan faktor safety atau
keselamatannya.
2.
Memiliki pengetahuan dan keterampilan. Meliputi pengetahuan tentang medan (
navigasi darat) ,cuaca dan teknik pendakian , pengetahuan tentang alat
pendakian atau pemanjatan dan sebagainya.
3.
Dapat mengkoordinir tubuh kita.
a.
koordinasi antara otak dengan anggota tubuh.
–
Haruslah terdapat keseimbangan antara apa yang dipikirkan di
Otak
dan apa yang sanggup dilakukan oleh tubuh.
–
Keseimbangan antara emosi dan kemampuan diri.
–
Ketenangan dalam melakukan tindakan .
b.
koordinasi antar anggota tubuh.
Ialah
keseimbangan dan irama anggota tubuh itu sendiri dalam membuat gerakan-gerakan
atau langkah- langkah ketika berjalan atau diam
4.
kondisi fisik yang memadai.
Ini
dapat dimengerti karena mendaki gunung termasuk dalam olahraga yang cukup berat
. Seringkali berhasil tidaknya suatu pendakian / pemanjatan bergantung pada
kekuatan fisik. Untuk mempunyai kondisi fisik yang baik dan selalu siap maka
jalan satu-satunya haruslah berlatih.
5.
Berdoa
G.
PERENCANAAN PERLENGKAPAN PERJALANAN
Dalam
melakukan perjalanan atau petualangan di alam bebas, tentu kita perlu
menyiapkan
segala
sesuatu yang akan memperlancar perjalanan kita. Kesiapan fisik dan mental
merupakan
modal
yang paling mendasar
yang
harus dimiliki seorang Mountaineer. selain itu peralatan dan perlengkapan yang
layak dan lengkap adalah pendukung keberhasilan dan sekaligus sebagai tolok
ukur seorang Mountaineer yang profesional. Keberhasilan suatu kegiatan di alam
terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan perbekalan yang tepat dan efisien.
Dalam merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat hal-hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya adalah:
1.
Mengenal jenis medan apa yang akan dihadapi nanti(hutan, rawa, tebing, semak,
termasuk diantaranya kondisi sosial masyarakat setempat)
2.
Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan / ekspedisi, latihan, penelitian,
SAR, liburan, dll)
3.
Mengetahui lamanya waktu yang dibutuhkan selama perjalanan (sehari, 3 hari,
seminggu, sebulan, dsb)
4.
Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban (beratnya tidak
melebihi sepertiga berat badan (15-20 kg), walaupun ada yang mempunyai
kemampuan mengangkat beban sampai 30 kg.)
5.
Memperhatikan dan menyiapkan hal-hal khusus yang mungkin dibutuhkan dalam
perjalanan (misalnya : vitamin, obat-obatan tertentu, peta, dll)
Setelah
mengetahui hal-hal tersebut, maka kita dapat menyiapkan perlengkapan dan
perbekalan
yang
sesuai dan selengkap mungkin dan juga buatkan daftar barang yang harus dibawa
lakukan pengecekan sebelum dan sesudah perjalanan.
Berikut
ini adalah peralatan dan perlengkapan yang harus disiapkan seorang mountaineer.
#.
Perlengkapan Perorangan:
1.
Carrier / Ransel / day-pack (sebelum barang dimasukkan, biasakan bungkus
barang-barang
dengan
kantong plastik untuk menghindari hujan)
2.
Matras
3.
Rain coat / ponco
4.
Sleeping Bag dan perlengkapan tidur
5.
Perlengkapan makan & minun
6.
Baju hangat / jaket + baju ganti (cadangan)
7.
Sepatu gunung + kaos kaki cadangan
8.
Senter (Baterai + bohlam cadangan)
9.
Kupluk + topi rimba, sarung tangan, peluit
10.
Obat-obatan pribadi
11.
peralalatan navigasi (Kompas,dll), webbing, tali dll
12.
Logistik
13.
Lilin dan lampu senter
14.
Pisau serba-guna / Victorinox
15.
perlengkapan mandi
#.
Perlengkapan Team :
1.
Tenda
2.
Peralatan masak
3.
P3K
4.
Trash Bag
5.
Golok Tebas
Kelompokan
barang-barang yang sejenis (pakaian, makanan, keperluan mandi, dan obat-obatan)
dalam satu kantong.
Yang
paling dasar adalah pakaian, kemudian keperluan mandi, dan yang paling atas
adalah makanan dan obat-obatan.
H.
Pengelompokan Bahaya di Hutan dan Gunung
Bila
kita kelompokan bahaya di hutan dan gunung dapat kita simpulkan sebagai berikut
:
1.
Bahaya Obyektif : Segala bentuk bahaya atau potensi bahaya yang ditimbulkan
oleh objek hutan dan gunung itu sendiri dan segala sesuatu yang berada
dilingkungannya
2.
Bahaya Subyektif : Segala bentuk bahaya dan atau potensi bahaya yang diawali
atau ditimbulkan oleh pelaku dalam segala bentuk perilaku, tindakan dan
pengambilan keputusan baik sebelum ataupun saat ia berkegiatan di hutan dan
gunung.
3.
Nasib Buruk dan Nasib Baik : segala bentuk bahaya dan atau potensi bahaya yang
pada dasarnya diluar perhitungan ataupun pertimbangan pelakunya, dan bersifat
sama sekali tidak terduga. Umumnya sangat jarang terjadi. Nasib Buruk akan
langsung dirasakan oleh pelaku sebagai potensi bahaya ataupun bahaya. Nasib
Baik bila tidak secara bijak diterima sebagai sebentuk pengalaman tentang
keberuntungan, dapat menjadi sebentuk sikap berfikir yang dapat menjadi potensi
dan atau bahaya disaat mendatang.
1.
Bahaya Objectif
a)
Kondisi Bentuk Permukaan Bumi (Terrain);
Apakah
Terrain berpemukaan: datar, curam, patahan-patahan, tonjolan-tonjolan dan
gabungan dari beberapa bentuk. Masing-massing memiliki bahaya sendiri-sendiri.
Apakah kondisi permukaan itu terbentuk oleh tanah padat, gembur, berair, becek,
rawa, sungai, pasir, kerikil bulat, krikil tajam, batuan lepas, batuan padat
dan serterusnya. Masing- masing juga memeiliki sifat-sifat tersendiri yang
tentunya memeiliki potensi-potensi bahaya.
b)
Bentuk-bentuk Kehidupan (living Form);
•
Kehidupan Binatang: Mulai kehidupan Micro organisme yang sederhana hingga
binatang-binatang besar dapat menjadi potensi bahaya. Secara umum potensi itu
adalah :
–
Dapat menimbulkan penyakit.
–
Dapat menularkan penyakit.
–
Beracun bila menyengat, bersentuhan atau menggigit.
–
Beracun bila dimakan.
–
Karena ukurannya besar dapat berbahaya bila menyerang.
–
Binatang besar pemangsa.
–
Minimbulkan/mengeluarkan zat-zat kimia yang membuat sangat tidak nyaman.
•
Tumbuh-tumbuhan
Potensi
bahaya yang dapat ditimbulkan oleh tumbuhan adalah : ‘
–
Kerapatan tumbuhan dapat menghambat dan mencederai kita dalam pergerakan.
–
Kerapatan tumbuhan dapat menghambat jarak dan keleluasaan pandangan
(visibility) sehingga menyulitkan orientasi.
–
Mempunyai duri-duri atau getah beracun yang dapat mencederai kita.
–
Mengandung racun bila dimakan.
Tetapi
harus dicatat, dalam situasi survival ada tidaknya binatang dan tumbuhan yang
dapat kita manfaatkan juga merupakan problem bagi kita untuk sumber makakan,
shelter, bahan bakar, perlengkapan pengganti dll.
c)
Iklim dan Cuaca
Iklim
yang merupakan gambaran umum musim-musim yang terjadi disuatu daerah tertentu
dalam periode waktu satu tahun mungkin lebih mudah doiperkirakan. Tetapi cuaca
yang berkaitan dengan: temperatur, kelembaban dan pergeerakan udara akan lebih
sulit diperkirakan. Ketiga hal itu sangat berkaitan dengan kemampuan tubuh kita
yang mempunyai keterbatasan untuk dapat berfungsi normal. Hal-hal yang dapat
menjadi potensi bahaya dari kondisi cuaca adalah :
•
Temprertur Tinggi, yang berkaitan debngan terik matahari dapat menyebabkan
Heatstroke dan Sunstroke.
•
Temperature rendah, basah, angin, dan kombinasinya dapat menyebabkan
Hypotermia.
•
Basah terus-menerus dapat menyebabkan bagian telapak kaki mengalami Water
immersion foot (seperti kena kutu air). Akan mudah lecet dan peluang terinfeksi
menjadi lebih besar.
•
Potensi-potensi bahaya lain yang diakibatkan oleh cuaca misal: angin yang
sangat besar dapat mematahkan batang2 pohon besar yang bisa mencederai kita,
curah hujan yang tinggi dapat menghambat pergerakan dan jarak pandang. Curah
hujan yang sangat extreme mempunyai potensi bahaya tersendiri. Demikian juga
kekeringan yang extreme
d)
Ketinggian
Tinggi
rendahnya suatu tempat dari atas permukaan laut, akan berkaitan dengan besarnya
tekanan udara di tempat itu. Disekitar ketinggian sejajar dengan permukaan laut
tekanan udara besarnya kurang lebih 1 Atmosfir (atm), pada 500 Meter Diatas
Permukaan Laut (mdpl) tekanan udaranya hanya kurang lebih 50%nya. Besarnya
tekanan disebabkan massa udara yang lebih besar. Dengan kata lain materi yang
membentuk udara lebih banyak. Makin kecil tekanannya, makin sedikit materi yang
membentuknya. Oksigen yang kita butuhkan ada kurang lebih 20% dari materi yang
membentuk udara. Dengan demikian makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut
makin sedikit jumlah oksigen dari setiap liter yang terhisap paru-paru kita.
Tubuh kita membutuhkan waktu untuk beraklimatisasi dengan kondisi ini.
Kurangnya waktu aklimatisasi dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan tubuh
kita, yaitu apa yang disebut Mountain Sickness, yang bila berlanjut dari kondisi
Hypoxia dapat berkembang menjadi Pulmonaryedema dan atau Cerebraledema. Bahkan
diatas ketinggian yang berkisar mulai diatas 5000 mdpl, tubuh kita tidak mampu
beraklimatisasi secara permanaen. Hanya dalam batasan waktu tertentu tubuh kita
dapat bertahan. Daerah diatas ketinggian itu sering juga disebut “Death Zone”
dimana tidak ada makhluk hidup yang dapat beraklimatisasi permanent disana.
(Can u follow it…?)
e)
Besaran Jarak dan Waktu
Besarnya
jarak biasanya berkaitan dengan lamanya waktu tempuh, walau tingkat kesulitan
medan (berkaitan dengankondisi Terrain, Living Form, Iklim dan cuaca,
ketinggian) ikut berpengaruh. Secara sederhana dapat dilihat bahwa makin besar
jarak dan waktu makin rumit rencana perjalan yang harus kita buat. Banyak
masalah- masalah yang harus kita pertimbangkan seperti misalnya : masalah
perbekalan, navigasi, kesehatan, shelter, peralatan, tekanan- tekanan/stress
(fisik dan psikis) yang mungkin dialami dst. Makin rumit rencana perjalanan
yang harus kita pertimbangkan, ada kemungkinan makin besar faktor-faktor
kesalahan yang terjadi. Faktor- faktor kesalahan yang ini dapat berkembang pada
pelaksanaanya menjadi potensi bahaya.
f)
Kondisi Akibat/Pengaruh
Yang
dimaksud dengan kondisi akibat atau pengaruh adalah suatu kondisi yang pada umumnya/biasanya
tidak merupakan potensi bahaya, tetapi akibat pengaruh tertentu menjadikannya
sebagai potensi atau bahaya. Beberapa contoh misalnya :
–
Adanya bangkai binatang besar diatas aliran sungai yang sangat jernih dihutan
atau digunung yang kita gunakan sebagai sumber air.
–
Adanya ganggang beracun pada genangan air tetrentu yang kita anggap sebagai
sumber air yang baik.
–
Munculnya gas beracun di wilayah gunung berapi dimana biasanya wilayah tersebut
aman. Hal ini mungkin akibat aktivitas gunung berapi beraktivitas diluar
normalnya.
–
Jenis-jenis ikan tertentu yang biasanya tidak beracun menjadi ikan beracun bila
dikonsumsi akibat adanya kandungan mineral tertentu atau micro organisme
tertentu diperairan habitatnya.
–
Dan contoh lainnya.
g)
Kondisi Sosial Budaya
“Lain
padang lain belalangnya, lain lubuk lain pula ikannya”, demikian kata
peribahasa. Setiap daerah memang memiliki adat-istiadat tersendiri. Kesalahan
kita dalam menghargai adat istiadat setempat dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Rasa tidak suka, penolakan terhadap kehadiran kita akan menimbulkan
ketidaknyamanan dan atau rasa tidak aman pada diri kita. Hal ini bila berlanjut
dapat menjadi potensi bahaya yang tidak jarang pula menjadi bahaya. Tidak
jarang pula masyarakat pedalaman yang akan merasa tidak aman bila wilayahnya
dimasuki orang asing. Bagi kita sikap mereka sering kita anggap agresif, yang
sesungguhnya itu adalah manifestasi dari rasa tidak aman itu. Pendekatan yang
cermat perlu kita lakukan agar situasi itu tidak menjadi potensi bahaya.
2.
Bahaya Subjektif
a.
Kondisi Kebugaran (fitness)
Subject
: Berkegiatan di alam terbuka dalam tingkatan tertentu menuntut kebugaran tubuh
pelakunya. Tidak saja sitem peredaran darahnya (cardios culary), metabolisme
tubuh, kekuatan otot-ototnya, tetapi juga daya pertahanan tubuhnya terhadap
perubahan-perubahan cuaca (berkaitan dengan temperatur, kebasahan angin).
Sering juga berkegiatan di gunung dan hutan mengharuskan kita melakukan irama
dan siklus kehidupan yang tidak teratur. Atau setidaknya tidak sebagaimana pada
kehidupan kita sehari-hari. Situasi dan kondisi ini dapat menjadi potensi
bahaya apabila kebugaran tubuh pelaku tidak dapat memenuhi sebagaimana yang
dituntut kegiatan itu.
b.
Kondisi Kemampuan Tekhnis (Technical Skills)
Subyek
: Sebentuk pengetahuan dan keterampilan tekhnis tentu saja dituntut dalam
berkegiatan di gunung dan hutan. Keterampilan untuk dapat bergerak dengan
efisien serta efektif, mengontrol keseimbangan dan irama gerak tubuh serta
beristirahat secara efektif tapi efisien. Hal ini juga harus ditunjang dengan
pengetahuah apa saja, peralatan pembantu yang dibutuhkan secara tepat, serta
penggunaanya secara benar untuk membantunya bergerak atau beristirahat.
Pengetahuan dan keterampilan menjaga kesehatan, kebugaran tubuh dan bagaimana
mengatasi bila tergangu juga dituntut. Tidak mendukungnya kemampuan tekhnis
pelaku, akan menjadi sebentuk potensi bahaya.
c.
Kondisi Kemampuan Kemanusiaan (Human Skills)
Sebentuk
kondisi kemampuan kemanusiaan juga dituntut dalam berkegiatan di alam bebas.
Apa yang sering kita dengar sebagai mental yang kuat dan emosi yang stabil itu
yang dituntut. Tetapi uraian dari mental yang kuat itu sendiri jarang kita
dengar. Pengertian mental itu sendiri adalah bagaimana “sikap berfikir kita
dalam mengontrol aksi gerak tubuh/tindakan kita”. Dengan kata lain bagaimana
kita terhadap sebentuk situasi dan kondisi: Menilai, Menganalisa,
Merasionalisasikannya, Mengambil/Menentukan keputusan, serta Melaksanakan
keputusan itu. Hal-hal diatas terntu saja menuntut sebentuk perilaku positif
manusia. Seperti : Leadership, Judgement, Determination, Integrity,
Patience/Kecermatan, dan seterusnya untuk dapat melaksanakannya dengan baik.
Emosi adalah sebentuk reaksi perasaan yang timbul bila menghadapi situasi dan
kondisi tertentu. Dapat dianggap sebagai suatu kewajaran, tetapi tidak jarang
sesungguhnya tidak bersifat rasional. Rasa Takut, Kesal, Kesepian, Patah
Semangat, Frustasi, adalah contoh-contoh yang dapat berkembang menjadi potensi
bahaya.
d.
Kondisi Kemampuan Pemahaman Lingkungan (Enviromental Skills)
Pamahaman
akan segala bentuk sifat dan karakter dari lingkungan gunung dan hutan dituntut
bagi pelaku yang berkegiatan disana. Segala sifat dan karakter lingkungan yang
dapat menjadi potensi bahaya harus bisa dinilainya; tetapi sifat dan karakter
yanhg dapat dimanfaatkan harus pula dapat dipahaminya. Sifat dan karakter
lingkungan itu bukan dianggap sebagai musuh, tetapi bagaimana ia harus mampu
bernegosiasi dengan segala kemampuan yang dimilinya. Ketidakmampuan memahami
segala karakter dan sifat lingkungan dimana ia berkegiatan akan dapat
menimbulkan potensi bahaya.
3.
Nasib Buruk dan Baik
Hal
utama dari sikap pendekatan kita terhadap nasib baik dan buruk mungkin yang
terbaik adalah sebagai berikut: Adanya nasib buruk adalah sesuatu yang tak
dapat dihindari. Apabila terjadi pada kita, terimalah sebagai suatu realita
bukan dengan reaksi emosi yang negatif seperti : Kesal, Menyesali, Marah dst.
Hal terpenting yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita dapat mengatasinya
dengan bijak dan tepat. Mendapatkan nasib baik harus kita sadari hanya
benar-benar sebuah keberuntungan. Hal ini jangan kita jadikan sandaran untuk
tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan selanjutnya. Tidak rela menerima
adanya nasib buruk dan tidak menyadari itu hanyalah sebuah keberuntungan, akan
menjadi suatu potensi bahaya bagi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar