TUGAS PROPOSAL
ANALISIS HUKUM
ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
RESEPSI PERNIKAHAN
(WALIMATUL ‘URS) DI DESA MANDALARE
KEC. PANJALU
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas
Ujian Akhir Semester Genap pada Mata
Kuliah Metode Penelitian Muamalah
Dosen Pengampu : Prof. dr. H. Juhaya S. Praja
Asisten Dosen : dra.
Hj. Lilis D Hadaliah, M.Ag

OLEH
IRMA SURYANI
1411.004
FAKULTAS SYARI’AH –
HUKUM EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM
LATIFAH MUBAROKIYAH
PONDOK PESANTREN
SURYALAYA
TAHUN AKADEMIK 2017
ANALISIS HUKUM
ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
RESEPSI
PERNIKAHAN (WALIMATUL ‘URS) DI DESA MANDALARE
KEC. PANJALU
A. LATAR BELAKANG
Pernikahan
merupakan suatu ibadah yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya bagi umat
manusia. Pernikahan amat penting kedudukannya sebagai dasar pembentuk keluarga
sejahtera, disamping juga untuk melampiaskan seluruh rasa cinta yang sah.
Itulah sebabnya pernikahan sangat dianjurkan oleh Allah SWT dan menjadi Sunnah
Rasulullah SAW.[1]
Melaksanakan
sebuah pernikahan berarti juga melaksanakan ajaran agama. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam QS.Ar-rum ayat 21 :
Artinya: ”Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia jadikan diantara
kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum berfikir." (Q.S Ar-Rum: 21)[2]
Pernikahan itu
bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah
tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju
pintu perkenalan antara satu kaum dengan kaum yang lain, dan perkenalan itu
akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang
lainnya.[3]
Sebenarnya
pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan
kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan dan keturunannya saja,
melainkan antara dua keluarga. Karena dari baiknya pergaulan antara suami
dengan istrinya, kasih mengasihi, akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua
keluarga dari kedua belah pihaknya, sehingga mereka akan menjadi satu dalam
segala urusan tolong menolong sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan mencegah
segala kejahatan. Selain itu, dengan pernikahan akan terpelihara dari kebiasaan
hawa nafsunya.[4]
Adapun tujuan
dari pernikahan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam
rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam
menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga; sejahtera artinya terciptanya
ketenangan lahir batin yang disebabkan terpenuhinya kebutuhan hidup lahir dan
batin, sehingga timbul kebahagiaan yakni kasih sayang antar anggota keluarga.[5]
Dalam pada itu, ada faedah yang terbesar dalam pernikahan ialah untuk menjaga
dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab seorang
perempuan apabila telah menikah, maka nafkahnya wajib ditanggung oleh suaminya.
Pernikahan juga berguna untuk memelihara anak cucu (keturunan), sebab kalau
tidak dengan nikah, tentulah anak tidak akan berketentuan siapa yang akan
mengurusnya dan siapa yang bertanggung jawab atas dirinya. Nikah juga dipandang
sebagai kemaslahatan umum, sebab kalau tidak ada pernikahan, tentu manusia akan
menurutkan sifat kebinatangan, dan dengan sifat itu akan muncul perselisihan,
bencana dan permusuhan antara sesamanya, yang mungkin juga dapat menimbulkan pembunuhan.[6]
Demikianlah
maksud pernikahan yang sejati dalam Islam. selain untuk kemaslahatan dalam
rumah tangga dan keturunan, juga untuk kemaslahatan masyarakat. Manusia
diciptakan oleh Allah untuk mengabdikan dirinya pada sang Khaliq penciptanya
dengan segala aktivitas hidupnya. Selain itu, manusia diciptakan Allah
mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Dalam pemenuhan
naluri manusiawinya, yang antara lain kebutuhan biologis termasuk aktivitas
hidup agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah mengatur hidup manusia
termasuk dalam penyaluran biologisnya dengan aturan pernikahan. Jadi aturan
pernikahan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat
perhatian, sehingga tujuan melangsungkan pernikahanpun hendaknya ditujukan
untuk memenuhi petunjuk agama.[7]
Dalam
pernikahan tentu saja dipandang kurang sempurna apabila dilaksanakan secara
sembunyi-sembunyi tanpa sebuah perayaan. Pernikahan yang dilaksanakan tanpa
sebuah perayaan akan menimbulkan konsekuensi tersendiri dalam kehidupan
bermasyarakat sebagai makhluk sosial. Konsekuensi itu sendiri adalah timbulnya
suatu fitnah bagi pasangan suami istri yang telah melangsungkan pernikahan.
Pernikahan tersebut dipandang sah menurut hukum Islam, akan tetapi belum
mendapat legal menurut pandangan masyarakat.
Menurut
Sudarsono, bahwa pernikahan perlu adanya suatu walimah, yaitu perayaan yang
menyertai adanya pernikahan untuk terjadinya akad nikah antara kedua mempelai
kepada masyarakat. Walimah itu penting karena dengan prinsip pokok pernikahan
dalam Islam yang harus diresmikan sehingga diketahui secara umum oleh masyarakat.
[8] Sebuah
walimatul ‘urs dalam Islam lebih ditekankan pada kesederhanaan, kemudahan,
kebahagiaan dan kesenangan (murah meriah) yang sesuai dengan kebutuhannya
karena kaum Muslimin yang taat selalu mengikuti firman Allah SWT:
Artinya: “Allah tidak membebani
seseorang diatas kemampuannya” (QS. Al-Baqarah: 286) [9]
Kesederhanaan
yang dianjurkan oleh agama Islam dalam melaksanakan sebuah ibadah merupakan
ciri khas Islam yang tidak pernah memaksakan dan memberatkan umatnya dalam
melaksanakan sebuah ibadah. Jadi, tidak pernah dalam sebuah hukum menimbulkan
suatu musyaqqah atau mudharat bagi umat manusia. Karena hal itu bertentangan
dengan kemaslahatan yang menjadi tujuan dari syari’at.
Hal ini tentu
bertentangan dengan fenomena yang berkembang di masyarakat khususnya di Desa
Mandalare Kecamatan Panjalu sebagai obyek penelitian kaitannya dengan
pelaksanaan walimatul ‘urs bagi orang yang telah melaksanakan pernikahan.
Fenomena yang dimaksud diatas adalah dilaksanakannya walimah dengan cara yang
meriah tanpa memperhatikan asas kesederhanaan yang dianjurkan agama Islam.
Kemegahan
tersebut terlihat dari banyaknya undangan yang hadir, makanan yang beraneka
macam dan menghabiskan biaya yang jika dikalkulasikan dengan uang bisa mencapai
puluhan juta rupiah. Praktek diatas tidak akan menjadi masalah bagi orang yang
mampu dan mempunyai harta banyak. Meskipun dalam Islam dianjurkan bahwa dalam
setiap pernikahan setidak-tidaknya adalah menyembellih seekor kambing, akan
tetapi perbuatan bermewah-mewahan dalam acara resepsi pernikahan seperti diatas
juga belum tentu benar adanya.
Ironisnya lagi,
praktek walimatul ‘urs tidak hanya pada hal seperti diatas. Demi memeriahkan
pelaksanaa walimah tidak heran jika mereka mengadakan hiburan dengan
mendatangkan artis dangdut lokal. Walaupun islam menganjurkan untuk mengadakan
bunyi-bunyian dalam walimah, tetapi harus ada aturanya. Permasalahan yang
timbul dari praktek semacam ini telah menghantui orang-orang yang mempunyai
strata ekonomi menengah ke bawah. Dampak negatifnya, bagi orang yang mengadakan
walimah apabila biaya yang dimiliki tidak mencapai target yang diinginkannya,
mereka akan berhutang pada para kerabat dan orang-orang yang dianggap bisa
memberikan hutang. Kemudian, bagaimanakah Islam menilai praktek walimatul ‘urs
diatas yang berkembang di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu? Agama Islam
bukanlah agama yang ceroboh dalam memutuskan hukum suatu permasalahan. Yang
juga perlu diketahui bersama bahwa Islam merupakan sebuah agama yang sangat
memperhatikan aspek-aspek sosial dan juga realistis. Islam juga mengajarkan
bagaimana menghormati sebuah moment yang penting dan mensyari’atkan suatu hukum
sesuai dengan waktu dan kondisi.[10]
Oleh karena
itu, dalam memutuskan hukum tentang permasalahan diatas, perlu diketahui
terlebih dahulu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya walimatul ‘urs tersebut.
Penelitian ini mengkorelasikan paradigma yang dikembangkan oleh hukum Islam
dengan fakta-fakta yang berkembang di masyarakat setempat. Dari pemaparan
diatas, dihasilkan suatu judul, yaitu ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
RESEPSI PERNIKAHAN (WALIMATUL ‘URS) DI DESA MANDALARE KECAMATAN PANJALU.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk
menghindari pembahasan yang kurang sesuai dengan judul, dalam hal ini agar
pembahasan ini menghasilkan pembahasan yang obyektif dan terarah, maka
permasalahan yang akan penulis uraikan adalah:
1.
Apa
faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya praktek resepsi pernikahan
(walimatul ‘urs) di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu?
2.
Bagaimana
dampak sosial yang diakibatkan oleh praktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs)
di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya
praktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu.
2. Untuk mengetahui dampak sosial yang diakibatkan oleh praktek
resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu.
D. TINJAUAN PUSTAKA
Mengkaji hukum
walimatul ‘urs yang berlebihan dalam pandangan hukum Islam sebagai suatu studi
kasus merupakan hal yang menarik mengingat hukum walimatul ‘urs sendiri masih
diperselisihkan dikalangan Ulama’. Disamping itu, dalam konteks keindonesiaan
sendiri, walimatul ‘urs tidak diatur dalam KHI maupun Undang-undang perkawinan.
Penulis
menyadari bahwa sudah banyak kajian mengenai walimatul ‘urs, di antaranya
adalah Khoirul Khakim mahasiswa Fakultas Syari’ah angkatan 1997 dalam
skripsinya yang membahas tentang “Perspektif Hukum Islam Tentang Sumbangan
Walimatul ‘Urs di Kelurahan Penggaron Lor Kecamatan Genuk Semarang”. Dalam
skripsinya tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa sumbangan walimatul ‘urs
sama artinya dengan hutang yang harus dikembalikan.
Nurul Malihah
dalam skripsinya berjudul “Studi Pendapat Ibn Hazm Tentang Di Wajibkanya
Pelaksanaan Walimah ‘Urs Dalam Kitab Al-Muhalla Relevansinya Dengan Konteks
Masyarakat Indonesia Saat Ini”, menyimpulkan bahwa pendapat Ibn Hazm tersebut
apabila di relevansikan dengan masyarakat Indonesia saat ini sangat sesuai.
Dalam Masyarakat Indonesia, pelaksanaan Walimatul ‘urs adalah wajib karena
merupakan kebudayaan yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam pernikahan
karena sudah mengakar kuat dalam masyarakat Indoesia. Selain itu, mengadakan
Walimatul ‘urs adalah untuk menghindari kesalahpahaman dalam masyarakat dan menjaga
kehormatan keluarga kedua mempelai.
Mudjab Mahalli
dalam bukunya “Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya” menjelaskan tentang adab dalam
berwalimah. Jadi dalam buku ini diterangkan tentang hal-hal yang dianjurkan
dalam walimah dan hal-hal yang yang tidak diperbolehkan dalam berwalimah.[11]
Muhammad Ali
Ash-Shabuni dalam bukunya “Hadiah Untuk Pengantin” menjelaskan tentang praktek
pelaksanaan walimatul ’urs yang dianjurkan oleh agama Islam. Karena agama Islam
adalah agama yang sangat toleran, maka Islam sangat memperhatikan aspek-aspek
sosial dalam masyarakat, termasuk juga dalam mengadakan sebuah walimatul ’urs.[12]
Berbeda dengan
pembahasan-pemabahasan diatas yang membahas hukum walimatul ‘urs saja, dalam
penelitian ini Penulis membahas tentang walimatul ‘urs dalam studi kasus yang
tidak hanya membahas tentang hukumnya saja, melainkan juga faktor-faktor yang
melatarbelakangi terjadinya walimatul ‘urs dan dampak sosial yang
ditimbulkannya.
E. METODE PENELITIAN
Penulisan proposal
ini didasarkan pada field Research (penelitian lapangan) yang dilakukan di Desa
Mandalare Kecamatan Panjalu dengan cara melakukan wawancara dengan pelaku,
tokoh masyarakat dan ulama’ serta observasi lapangan guna mendapatkan data yang
diinginkan. Disamping itu juga dilandasi dengan penelitian kepustakaan dengan
cara membaca buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam proposal
ini. Metode penelitian dalam penulisan proposal ini menggunakan metode
penelitian kualitatif, dimana dalam tahap pengumpulan data, pengolahan data,
dan analisis data dilakukan secara simultan dan interaktif satu sama lain
disepanjang proses penelitian.[13]
Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1.
Sumber
Data
Data
dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.
Data
Primer, adalah data yang secara langsung diperoleh dari sumber data pertama di
lokasi penelitian atau obyek penelitian.[14]
Data primer dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dengan para pelaku, tokoh
masyarakat dan para ulama, serta data yang diperoleh secara langsung oleh
penulis melalui observasi pada masyarakat Desa Mandalare Kecamatan Panjalu.
b.
Data
Sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder
dari data yang kita butuhkan.[15]
Dalam penelitian ini, data sekunder tersebut berupa dokumen. Adapun metode
pengumpulan datanya disebut metode dokumentasi, dimana metode ini digunakan untuk
mendapatkan data-data berupa data tertulis seperti buku, jurnal, makalah,
laporan penelitian dokumen dan lain sebagainya.[16]
Dalam penelitian ini, data sekunder tersebut berupa data yang diperoleh dari
Kantor Desa Mandalare yaitu data demografi tahun
2012.
2.
Pendekatan
Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologis normatif. Pendekatan
sosiologis adalah pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan tentang keadaan
masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta gejala sosial lainnya yang
saling berkaitan.[17]Sedangkan
pendekatan normatif adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk formal.[18]
Hal ini dikarenakan disamping mengamati dan menterjemahkan perilaku masyarakat
dalam tradisi resepsi pernikahan di Desa Mandalare juga didasarkan pada hukum Islam yang berlaku.
3.
Metode
Penentuan Sample dan Populasi
Sebelum
penyusun menentukan populasi dan sampel dalam penelitian ini, maka terlebih
dahulu penyusun akan memberikan pengertian tentang populasi dan sampel. Yang
dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.[19]
Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud diatas adalah masyarakat desa
secara keseluruhan. Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.[20]
Dalam pengambilan sampel, peneliti menggunakan purposive sample. Pengambilan
sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian, dengan kata lain unit sampel yang
dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan berdasarkan
tujuan penelitian. Karena penulisan proposal ini menggunakan metode kualitatif,
maka yang dijadikan sampel adalah sumber yang dapat memberikan informasi.
Disini yang menjadi sampel adalah orang-orang yang melaksanakan walimatul ’urs,
para undangan, mempelai, tokoh masyarakat dan para ulama’ setempat.
4.
Metode
Pengumpulan Data
yang
dimaksud metode pengumpulan data adalah bagian instrumen pengumpulan data yang
menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian, dimana kesalahan dalam
penggunaan metode pengumpulan data berakibat fatal terhadap hasil penelitian.
Mengumpulkan data merupakan langkah yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan
penelitian dengan pendekatan apa pun, karena desain penelitiannya dapat
dimodifikasi setiap saat, pengumpulan data menjadi satu fase yang strategis
bagi dihasilkannya penelitian yang bermutu.[21]
Untuk
memperoleh data, peneliti menggunakan beberapa instrumen pengumpulan data,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Metode
Wawancara
Metode
wawancara atau interview adalah salah satu cara untuk mendapatkan informasi
secara langsung dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan. Pada
prinsipnya metode ini sama dengan metode angket, hanya perbedaannya terdapat
pada media yang digunakan, dimana angket pertanyaan diajukan secara tertulis
sedangkan wawancara diajukan secara lisan (bertatap muka langsung dengan responden).[22]
Metode ini dilakukan dengan mewawancarai para pelaku, tokoh masyarakat dan para
ulama’ setempat dengan tujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang
permasalahan yang diteliti, sehingga diperoleh informasi yang sebenarnya.
b.
Metode
Observasi
Metode
observasi adalah salah satu cara untuk mengamati secara langsung tingkah laku
suatu masyarakat, melihat dengan mata kepala sendiri apa yang terjadi, dan
mendengarkan sendiri apa yang dikatakan orang.[23]Metode
observasi digunakan untuk mendapatkan data hasil pengamatan. Pengamatan bisa
dilakukan terhadap sesuatu benda,kondisi, situasi, keadaan, kegiatan, proses,
atau penampilan tingkah laku seseorang. Metode observasi digunakan untuk
mengadakan pertimbangan kemudian memberi penilaian ke dalam suatu skala
bertingkat. Penggunaan metode ini untuk mengamati kejadian yang kompleks di
masyarakat Desa Mandalare Kecamatan Panjalu. Observasi itu sendiri sebagai
suatu alat pengumpulan data, perlu dilakukan secara cermat, jujur dan obyektif,
terfokus pada data yang relevan dan mampu membedakan kategori dari setiap obyek
pengamatannya.
c.
Metode
Dokumentasi
Tidak
kalah penting dari metode-metode lain adalah metode dokumentasi, yaitu mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, tranksip, buku, surat
kabar, majalah dan sebagainya.[24] Metode
ini sangat diperlukan untuk melengkapi data atau informasi yang diperlukan.
Dalam penelitian ini, data sekunder tersebut berupa data yang diperoleh dari
Kantor Desa Kebloran yaitu data demografi Desa Kebloran tahun 2006.
5.
Metode
Analisis Data
Setelah
melalui tahapan pengolahan data, tahapan selanjutnya adalah analisis data.
Dalam proses analisis, data yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut
dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif . Metode yang
dirancang untuk menggambarkan sifat suatu keadaan atau fenomena kehidupan
sosial masyarakat yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan.[25]Data
yang diperoleh akan dianalisis dan digambarkan secara menyeluruh dari fenomena
yang terjadi pada paktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) yang besar-besaran
di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu ditinjau dari hukum Islam. Sehingga akan
diperoleh kesimpulan yang jelas bagaimana praktek resepsi pernikahan (walimatul
‘urs) yang besar-besaran di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu menurut hukum
Islam.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika
penulisan ini merupakan hal yang penting, mempunyai fungsi untuk menyatakan
garis besar pada masing-masing bab yang saling berurutan. Hal ini dimaksudkan
agar memperoleh penelitian yang alamiah dan sistematis. Dalam usulan penelitian
ini, penulis membagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut :
Bab pertama
menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan proposal.
Bab kedua
merupakan penjelasan umum tentang resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) yang
meliputi tentang pengertian dan dasar hukum dari walimatul ‘urs, kedudukan
undangan untuk memenuhinya dan pelaksanaan walimatul ‘urs menurut hukum Islam.
Bab ketiga
berisi tentang gambaran umum daerah penelitian meliputi: letak geografis,
keadaan sosial ekonomi dan pola keberagaman masyarakat, pelaksanaan resepsi
pernikahan dan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya resepsi
pernikahan (walimatul ’urs) di Desa
Mandalare serta pendapat para ulama’ setempat.
Bab keempat
berisi tentang analisis data yang memuat tentang analisis fakor-faktor yang
melatarbelakangi terjadinya praktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) di Desa
Mandalare Kecamatan Panjalu dan dampak sosial yang diakibatkan oleh praktek
walimatul ‘urs semacam itu.
Bab kelima
merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan diakhiri
dengan penutup.
[1] 1 Haya binti
Mubarok, Mausu’ah Al-Mar’atul Muslimah, Terj. Amir Hamzah Fachrudin
“Ensiklopedi Wanita Muslimah”, Jakarta: Darul Falah, 2002, hlm. 97.
[5] Direktorat
Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1984, hlm. 62.
[10] Muhammad Ali
Ash-Shabuni, Hadiah Untuk Pengantin, Terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi,
Jakarta: Mustaqim, 2001, hlm. 301.
[12] Muhammad Ali
Ash-Shabuni, Hadiah Untuk Pengantin, Terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi,
Jakarta: Mustaqim, 2001.
[13] Faisal,
Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Cet. 5, 2001, hlm. 23.
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana,
Cet. Ke-1, 2004, hlm. 122.
[16] Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian: Sebuah Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, Edisi Revisi IV, 2002, hlm. 236.
[20] Ibid, hlm. 117. Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung:
CV Pustaka Setia, 2002, hlm. 121.
No comments:
Post a Comment