5/07/2017

Contoh Tugas Proposal analisis hukum islam terhadap pelaksanaan resepsi pernikahan



TUGAS PROPOSAL
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
RESEPSI PERNIKAHAN (WALIMATUL ‘URS) DI DESA MANDALARE
KEC. PANJALU
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Ujian Akhir Semester  Genap pada Mata Kuliah Metode Penelitian Muamalah
Dosen Pengampu : Prof. dr. H. Juhaya S. Praja
Asisten Dosen : dra. Hj. Lilis D Hadaliah, M.Ag

Description: logo IAILM




OLEH
IRMA SURYANI
1411.004
FAKULTAS SYARI’AH – HUKUM EKONOMI SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH
PONDOK PESANTREN SURYALAYA
TAHUN AKADEMIK 2017
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
RESEPSI PERNIKAHAN (WALIMATUL ‘URS) DI DESA MANDALARE
KEC. PANJALU
A. LATAR BELAKANG
Pernikahan merupakan suatu ibadah yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya bagi umat manusia. Pernikahan amat penting kedudukannya sebagai dasar pembentuk keluarga sejahtera, disamping juga untuk melampiaskan seluruh rasa cinta yang sah. Itulah sebabnya pernikahan sangat dianjurkan oleh Allah SWT dan menjadi Sunnah Rasulullah SAW.[1]
Melaksanakan sebuah pernikahan berarti juga melaksanakan ajaran agama. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS.Ar-rum ayat 21 :



Artinya: ”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia jadikan diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum berfikir." (Q.S Ar-Rum: 21)[2]
Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan kaum yang lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya.[3]
Sebenarnya pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan dan keturunannya saja, melainkan antara dua keluarga. Karena dari baiknya pergaulan antara suami dengan istrinya, kasih mengasihi, akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihaknya, sehingga mereka akan menjadi satu dalam segala urusan tolong menolong sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan pernikahan akan terpelihara dari kebiasaan hawa nafsunya.[4]
Adapun tujuan dari pernikahan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga; sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir batin yang disebabkan terpenuhinya kebutuhan hidup lahir dan batin, sehingga timbul kebahagiaan yakni kasih sayang antar anggota keluarga.[5] Dalam pada itu, ada faedah yang terbesar dalam pernikahan ialah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab seorang perempuan apabila telah menikah, maka nafkahnya wajib ditanggung oleh suaminya. Pernikahan juga berguna untuk memelihara anak cucu (keturunan), sebab kalau tidak dengan nikah, tentulah anak tidak akan berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa yang bertanggung jawab atas dirinya. Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum, sebab kalau tidak ada pernikahan, tentu manusia akan menurutkan sifat kebinatangan, dan dengan sifat itu akan muncul perselisihan, bencana dan permusuhan antara sesamanya, yang mungkin juga dapat menimbulkan pembunuhan.[6]
Demikianlah maksud pernikahan yang sejati dalam Islam. selain untuk kemaslahatan dalam rumah tangga dan keturunan, juga untuk kemaslahatan masyarakat. Manusia diciptakan oleh Allah untuk mengabdikan dirinya pada sang Khaliq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Selain itu, manusia diciptakan Allah mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Dalam pemenuhan naluri manusiawinya, yang antara lain kebutuhan biologis termasuk aktivitas hidup agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah mengatur hidup manusia termasuk dalam penyaluran biologisnya dengan aturan pernikahan. Jadi aturan pernikahan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan pernikahanpun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama.[7]
Dalam pernikahan tentu saja dipandang kurang sempurna apabila dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi tanpa sebuah perayaan. Pernikahan yang dilaksanakan tanpa sebuah perayaan akan menimbulkan konsekuensi tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat sebagai makhluk sosial. Konsekuensi itu sendiri adalah timbulnya suatu fitnah bagi pasangan suami istri yang telah melangsungkan pernikahan. Pernikahan tersebut dipandang sah menurut hukum Islam, akan tetapi belum mendapat legal menurut pandangan masyarakat.
Menurut Sudarsono, bahwa pernikahan perlu adanya suatu walimah, yaitu perayaan yang menyertai adanya pernikahan untuk terjadinya akad nikah antara kedua mempelai kepada masyarakat. Walimah itu penting karena dengan prinsip pokok pernikahan dalam Islam yang harus diresmikan sehingga diketahui secara umum oleh masyarakat. [8] Sebuah walimatul ‘urs dalam Islam lebih ditekankan pada kesederhanaan, kemudahan, kebahagiaan dan kesenangan (murah meriah) yang sesuai dengan kebutuhannya karena kaum Muslimin yang taat selalu mengikuti firman Allah SWT:



Artinya: “Allah tidak membebani seseorang diatas kemampuannya” (QS. Al-Baqarah: 286) [9]

Kesederhanaan yang dianjurkan oleh agama Islam dalam melaksanakan sebuah ibadah merupakan ciri khas Islam yang tidak pernah memaksakan dan memberatkan umatnya dalam melaksanakan sebuah ibadah. Jadi, tidak pernah dalam sebuah hukum menimbulkan suatu musyaqqah atau mudharat bagi umat manusia. Karena hal itu bertentangan dengan kemaslahatan yang menjadi tujuan dari syari’at.
Hal ini tentu bertentangan dengan fenomena yang berkembang di masyarakat khususnya di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu sebagai obyek penelitian kaitannya dengan pelaksanaan walimatul ‘urs bagi orang yang telah melaksanakan pernikahan. Fenomena yang dimaksud diatas adalah dilaksanakannya walimah dengan cara yang meriah tanpa memperhatikan asas kesederhanaan yang dianjurkan agama Islam.
Kemegahan tersebut terlihat dari banyaknya undangan yang hadir, makanan yang beraneka macam dan menghabiskan biaya yang jika dikalkulasikan dengan uang bisa mencapai puluhan juta rupiah. Praktek diatas tidak akan menjadi masalah bagi orang yang mampu dan mempunyai harta banyak. Meskipun dalam Islam dianjurkan bahwa dalam setiap pernikahan setidak-tidaknya adalah menyembellih seekor kambing, akan tetapi perbuatan bermewah-mewahan dalam acara resepsi pernikahan seperti diatas juga belum tentu benar adanya.
Ironisnya lagi, praktek walimatul ‘urs tidak hanya pada hal seperti diatas. Demi memeriahkan pelaksanaa walimah tidak heran jika mereka mengadakan hiburan dengan mendatangkan artis dangdut lokal. Walaupun islam menganjurkan untuk mengadakan bunyi-bunyian dalam walimah, tetapi harus ada aturanya. Permasalahan yang timbul dari praktek semacam ini telah menghantui orang-orang yang mempunyai strata ekonomi menengah ke bawah. Dampak negatifnya, bagi orang yang mengadakan walimah apabila biaya yang dimiliki tidak mencapai target yang diinginkannya, mereka akan berhutang pada para kerabat dan orang-orang yang dianggap bisa memberikan hutang. Kemudian, bagaimanakah Islam menilai praktek walimatul ‘urs diatas yang berkembang di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu? Agama Islam bukanlah agama yang ceroboh dalam memutuskan hukum suatu permasalahan. Yang juga perlu diketahui bersama bahwa Islam merupakan sebuah agama yang sangat memperhatikan aspek-aspek sosial dan juga realistis. Islam juga mengajarkan bagaimana menghormati sebuah moment yang penting dan mensyari’atkan suatu hukum sesuai dengan waktu dan kondisi.[10]
Oleh karena itu, dalam memutuskan hukum tentang permasalahan diatas, perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya walimatul ‘urs tersebut. Penelitian ini mengkorelasikan paradigma yang dikembangkan oleh hukum Islam dengan fakta-fakta yang berkembang di masyarakat setempat. Dari pemaparan diatas, dihasilkan suatu judul, yaitu ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN RESEPSI PERNIKAHAN (WALIMATUL ‘URS) DI DESA MANDALARE KECAMATAN PANJALU.

B. RUMUSAN MASALAH
Untuk menghindari pembahasan yang kurang sesuai dengan judul, dalam hal ini agar pembahasan ini menghasilkan pembahasan yang obyektif dan terarah, maka permasalahan yang akan penulis uraikan adalah:
1.      Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya praktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu?
2.      Bagaimana dampak sosial yang diakibatkan oleh praktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu?

C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya praktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu.
2.      Untuk mengetahui dampak sosial yang diakibatkan oleh praktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu.

D. TINJAUAN PUSTAKA
Mengkaji hukum walimatul ‘urs yang berlebihan dalam pandangan hukum Islam sebagai suatu studi kasus merupakan hal yang menarik mengingat hukum walimatul ‘urs sendiri masih diperselisihkan dikalangan Ulama’. Disamping itu, dalam konteks keindonesiaan sendiri, walimatul ‘urs tidak diatur dalam KHI maupun Undang-undang perkawinan.
Penulis menyadari bahwa sudah banyak kajian mengenai walimatul ‘urs, di antaranya adalah Khoirul Khakim mahasiswa Fakultas Syari’ah angkatan 1997 dalam skripsinya yang membahas tentang “Perspektif Hukum Islam Tentang Sumbangan Walimatul ‘Urs di Kelurahan Penggaron Lor Kecamatan Genuk Semarang”. Dalam skripsinya tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa sumbangan walimatul ‘urs sama artinya dengan hutang yang harus dikembalikan.
Nurul Malihah dalam skripsinya berjudul “Studi Pendapat Ibn Hazm Tentang Di Wajibkanya Pelaksanaan Walimah ‘Urs Dalam Kitab Al-Muhalla Relevansinya Dengan Konteks Masyarakat Indonesia Saat Ini”, menyimpulkan bahwa pendapat Ibn Hazm tersebut apabila di relevansikan dengan masyarakat Indonesia saat ini sangat sesuai. Dalam Masyarakat Indonesia, pelaksanaan Walimatul ‘urs adalah wajib karena merupakan kebudayaan yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam pernikahan karena sudah mengakar kuat dalam masyarakat Indoesia. Selain itu, mengadakan Walimatul ‘urs adalah untuk menghindari kesalahpahaman dalam masyarakat dan menjaga kehormatan keluarga kedua mempelai.
Mudjab Mahalli dalam bukunya “Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya” menjelaskan tentang adab dalam berwalimah. Jadi dalam buku ini diterangkan tentang hal-hal yang dianjurkan dalam walimah dan hal-hal yang yang tidak diperbolehkan dalam berwalimah.[11]


Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam bukunya “Hadiah Untuk Pengantin” menjelaskan tentang praktek pelaksanaan walimatul ’urs yang dianjurkan oleh agama Islam. Karena agama Islam adalah agama yang sangat toleran, maka Islam sangat memperhatikan aspek-aspek sosial dalam masyarakat, termasuk juga dalam mengadakan sebuah walimatul ’urs.[12]
Berbeda dengan pembahasan-pemabahasan diatas yang membahas hukum walimatul ‘urs saja, dalam penelitian ini Penulis membahas tentang walimatul ‘urs dalam studi kasus yang tidak hanya membahas tentang hukumnya saja, melainkan juga faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya walimatul ‘urs dan dampak sosial yang ditimbulkannya.
 
E. METODE PENELITIAN
Penulisan proposal ini didasarkan pada field Research (penelitian lapangan) yang dilakukan di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu dengan cara melakukan wawancara dengan pelaku, tokoh masyarakat dan ulama’ serta observasi lapangan guna mendapatkan data yang diinginkan. Disamping itu juga dilandasi dengan penelitian kepustakaan dengan cara membaca buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam proposal ini. Metode penelitian dalam penulisan proposal ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana dalam tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data dilakukan secara simultan dan interaktif satu sama lain disepanjang proses penelitian.[13]
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1.      Sumber Data
Data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.     Data Primer, adalah data yang secara langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau obyek penelitian.[14] Data primer dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dengan para pelaku, tokoh masyarakat dan para ulama, serta data yang diperoleh secara langsung oleh penulis melalui observasi pada masyarakat Desa Mandalare Kecamatan Panjalu.
b.     Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan.[15] Dalam penelitian ini, data sekunder tersebut berupa dokumen. Adapun metode pengumpulan datanya disebut metode dokumentasi, dimana metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data berupa data tertulis seperti buku, jurnal, makalah, laporan penelitian dokumen dan lain sebagainya.[16] Dalam penelitian ini, data sekunder tersebut berupa data yang diperoleh dari Kantor Desa Mandalare yaitu data demografi tahun 2012.
2.      Pendekatan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologis normatif. Pendekatan sosiologis adalah pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.[17]Sedangkan pendekatan normatif adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk formal.[18] Hal ini dikarenakan disamping mengamati dan menterjemahkan perilaku masyarakat dalam tradisi resepsi pernikahan di Desa Mandalare juga didasarkan pada hukum Islam yang berlaku.


3.      Metode Penentuan Sample dan Populasi
Sebelum penyusun menentukan populasi dan sampel dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu penyusun akan memberikan pengertian tentang populasi dan sampel. Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.[19] Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud diatas adalah masyarakat desa secara keseluruhan. Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.[20] Dalam pengambilan sampel, peneliti menggunakan purposive sample. Pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian, dengan kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Karena penulisan proposal ini menggunakan metode kualitatif, maka yang dijadikan sampel adalah sumber yang dapat memberikan informasi. Disini yang menjadi sampel adalah orang-orang yang melaksanakan walimatul ’urs, para undangan, mempelai, tokoh masyarakat dan para ulama’ setempat.
4.      Metode Pengumpulan Data
yang dimaksud metode pengumpulan data adalah bagian instrumen pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian, dimana kesalahan dalam penggunaan metode pengumpulan data berakibat fatal terhadap hasil penelitian. Mengumpulkan data merupakan langkah yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan penelitian dengan pendekatan apa pun, karena desain penelitiannya dapat dimodifikasi setiap saat, pengumpulan data menjadi satu fase yang strategis bagi dihasilkannya penelitian yang bermutu.[21]
Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan beberapa instrumen pengumpulan data, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Metode Wawancara
Metode wawancara atau interview adalah salah satu cara untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan. Pada prinsipnya metode ini sama dengan metode angket, hanya perbedaannya terdapat pada media yang digunakan, dimana angket pertanyaan diajukan secara tertulis sedangkan wawancara diajukan secara lisan (bertatap muka langsung dengan responden).[22] Metode ini dilakukan dengan mewawancarai para pelaku, tokoh masyarakat dan para ulama’ setempat dengan tujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang permasalahan yang diteliti, sehingga diperoleh informasi yang sebenarnya.
b.      Metode Observasi
Metode observasi adalah salah satu cara untuk mengamati secara langsung tingkah laku suatu masyarakat, melihat dengan mata kepala sendiri apa yang terjadi, dan mendengarkan sendiri apa yang dikatakan orang.[23]Metode observasi digunakan untuk mendapatkan data hasil pengamatan. Pengamatan bisa dilakukan terhadap sesuatu benda,kondisi, situasi, keadaan, kegiatan, proses, atau penampilan tingkah laku seseorang. Metode observasi digunakan untuk mengadakan pertimbangan kemudian memberi penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Penggunaan metode ini untuk mengamati kejadian yang kompleks di masyarakat Desa Mandalare Kecamatan Panjalu. Observasi itu sendiri sebagai suatu alat pengumpulan data, perlu dilakukan secara cermat, jujur dan obyektif, terfokus pada data yang relevan dan mampu membedakan kategori dari setiap obyek pengamatannya.
c.       Metode Dokumentasi
Tidak kalah penting dari metode-metode lain adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, tranksip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya.[24] Metode ini sangat diperlukan untuk melengkapi data atau informasi yang diperlukan. Dalam penelitian ini, data sekunder tersebut berupa data yang diperoleh dari Kantor Desa Kebloran yaitu data demografi Desa Kebloran tahun 2006.
5.      Metode Analisis Data
Setelah melalui tahapan pengolahan data, tahapan selanjutnya adalah analisis data. Dalam proses analisis, data yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif . Metode yang dirancang untuk menggambarkan sifat suatu keadaan atau fenomena kehidupan sosial masyarakat yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan.[25]Data yang diperoleh akan dianalisis dan digambarkan secara menyeluruh dari fenomena yang terjadi pada paktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) yang besar-besaran di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu ditinjau dari hukum Islam. Sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas bagaimana praktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) yang besar-besaran di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu menurut hukum Islam.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan ini merupakan hal yang penting, mempunyai fungsi untuk menyatakan garis besar pada masing-masing bab yang saling berurutan. Hal ini dimaksudkan agar memperoleh penelitian yang alamiah dan sistematis. Dalam usulan penelitian ini, penulis membagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut :
Bab pertama menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan proposal.
Bab kedua merupakan penjelasan umum tentang resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) yang meliputi tentang pengertian dan dasar hukum dari walimatul ‘urs, kedudukan undangan untuk memenuhinya dan pelaksanaan walimatul ‘urs menurut hukum Islam.
Bab ketiga berisi tentang gambaran umum daerah penelitian meliputi: letak geografis, keadaan sosial ekonomi dan pola keberagaman masyarakat, pelaksanaan resepsi pernikahan dan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya resepsi pernikahan (walimatul ’urs) di Desa Mandalare serta pendapat para ulama’ setempat.
Bab keempat berisi tentang analisis data yang memuat tentang analisis fakor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya praktek resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) di Desa Mandalare Kecamatan Panjalu dan dampak sosial yang diakibatkan oleh praktek walimatul ‘urs semacam itu.
Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan diakhiri dengan penutup.


[1] 1 Haya binti Mubarok, Mausu’ah Al-Mar’atul Muslimah, Terj. Amir Hamzah Fachrudin “Ensiklopedi Wanita Muslimah”, Jakarta: Darul Falah, 2002, hlm. 97.
[2] Depag RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989, hlm. 644.

[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet. Ke-38, 2005, hlm. 374.
[4] Ibid.
[5] Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1984, hlm. 62.
[6] Sulaiman Rasjid, op.cit, hlm. 375.
[7] Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, op.cit, hlm. 63.
[8] Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992, hlm. 118.
[9] Depag RI, op.cit, hlm. 72.
[10] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hadiah Untuk Pengantin, Terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi, Jakarta: Mustaqim, 2001, hlm. 301.

[11] A.Mudjab Mahalli, Menikahlah Engkau Menjadi Kaya, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001.
[12] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hadiah Untuk Pengantin, Terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi, Jakarta: Mustaqim, 2001.

[13] Faisal, Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 5, 2001, hlm. 23.
[14] M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, Cet. Ke-1, 2004, hlm. 122.
[15] Ibid.
[16] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Sebuah Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi IV, 2002, hlm. 236.
[17] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, jakarta: Rajawali Press, 2000, hlm. 39.               
[18] Ibid, hlm. 29.
[19] Suharsimi Arikunto, op.cit, hlm. 115.
[20] Ibid, hlm. 117. Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, hlm. 121.
[21] Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, hlm. 121.
[22] Suharsimi Arikunto, op.cit, hlm. 145.
[23] Sanapiah Faisal, op.cit, hlm. 57.
[24] Suharsimi Arikunto, op.cit, hlm. 236.
[25] Sanapiah Faisal, op.cit, hlm. 20.

No comments:

Post a Comment