KATA PENGANTAR
puji
syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang lah memberi rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tercurah
limpahkan kepada Nabi kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Kami
selaku penyusun makalah ini mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yusuf selaku
pengajar mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang telah memberi kepercayaan
kepada kami untuk menyusun makalah ini yang berjudul “Sejarah Pendidikan pada Masa Kholifah
Al-Rasyidin
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan makalah selanjutnya.
Akhir
kata kami ucapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi kami selaku penyusun
khususnya dan juga pembaca umumnya.
Suryalaya, 13 Februari 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Sejarah dan
pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena dari keduanya
terlihat maju dan mundurnya sebuah peradaban umat manusia. Dengan mempelajari
sejarah, manusia dapat belajar dari masa lalu dan bercermin untuk merencanakan
dan mempersiapkan masa depan. Adapun melalui pendidikan, manusia dapat
menyiapkan Sumber Daya Manusia, begitupun pada masa Sejarah Pendidikan Khulafaur
Rasyiddin.
Sebagi umat islam,
sudah sepatutnya kita mengetahui Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Khulafaur
Rasyiddin terutama kita sebagi calon guru MI guna mengambil ibrah. Karena kalu
kita amati dengan seksama, Pendidikan Islam pada masa kini mengalami penurunan.
Maka dari itu kami akan membahas Sejarah Pendidikan Islam pada Masa
Khulafah Al-Rayidin. sedikitnya untuk
memberikan gambara bagaimana sistem pendidikan pada masa khulafah Al- Rasyidin
mulai dari metode sampai evaluasi.
2.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana
Pendidikan pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
b.
Apa
tujuan pendidikkan pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
c.
Siapa
saja pendidik Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
d.
Siapa
saja peserta didik pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
e.
Bagaimana
metode Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin?
f.
Bagaimana
kurikulum dan materi Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
g.
Bagaimana
lembaga pendidikan islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
h.
Bagaimana
evaluasi pendidikan islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin ?
3.
Tujuan
a.
Untuk
mengetahui Pendidikan pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
b.
Untuk
mengetahui tujuan pendidikkan pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
c.
Untuk
mengetahui siapa saja pendidik Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
d.
Untuk
mengetahui peserta didik Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
e.
Untuk
mengetahui metode yang digunakan pendidik pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
f.
Untuk
mengetahui kurikulum dan materi Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
g.
Untuk
mengetahui lembaga pendidikan islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
h.
Untuk
mengetahui bagaimana proses evaluasi
pendidikan islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Islam Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
Sejak pada masa Nabi Muhammad Saw.sampai pada masa Dinasti Umayyah
,ilmu pengetahuan belum berkembang pesat, dan masih terpusat pada usaha
pemenuhan kebutuhan untuk memahami prinsip-prinsip ajaran islam sebagai pedoman
hidup yang waktu itu secara langsung telah dijawab dan diselesaikan oleh Nabi.[1]
Tahun-tahun
pemerintahan Khulafa Al-Rasyidin merupakan perjuangan terus menerus antara hak
yang mereka bawa dan dakwahan dengan kebatilan yang mereka perangi dan
musuhi.Pada zaman Khulafa Al-Rosyidin, kehidupan Rasulullah Saw. Seakan-akan
itu hidup kembali. Pendidikan Islam masih tetap memantulkan Al-Qur’an dan sunah
di ibu kota khilafah di Makkah, Madinah, dan diberbagai negeri lain yang
ditaklukan oleh oran-orang islam .[2]
Pendidikan pada
masa Abu bakar tidak jauh berbeda dengan pendidikan pada masa Rasulullah, sedangkan
pada masa kholifah Umar bin khathab pendidikan tidak turun drastis, yaitu
guru-gurunya digaji dan disebar ke daerah-daerah yang baru ditaklukan. Adapun
pada masa Ustman bin Affan, pendidikan diserahkan kepada rakyat dan sahabat
tidak hanya terfokus pada Madinah, tetapi juga kedaerah-daerah untuk mengajar. Pada
masa Ali bin Abi Thalib pendidikan kurang mendapat perhatian karena pada masa
tersebut Negara selalu dilanda konflik.[3]
Pada masa
khulafa Al-Rasyidin tidak terdapat pemikiran baru, melainkan ada sedikit
percampuran filsafat yunani, namun tidak terlalu berpengaruh karena masih
memakai logika bukan filsafat pada pengertian luas.
a.
Masa
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11 H – 13 H/632 M- 634 M)
Abu Bakar
Ash-Shiddiq adalah khalifah pertama setelah Rasulullah wafat, Abu bakar dipilih
secara aklamasi, karena pada saat itu tidak ada aturan-aturan yang jelas
tentang pengganti nabi, yang ada hanya sebuah mandat yang diterima Abu bakar
menjelang wafatnya nabi untuk menjadi badal imam Nabi.
Pola pendidikan
pada masa Abu bakar masih seperti pada masa Nabi,baik dari segi materi maupun
lembaga pendidikannya.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar dilakukan penghimpunan Al-Qur’an, Abu
Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari
pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin.[4]
b.
Masa Khalifah Umar bin Khathab (13 H- 23
H/634 M-644 M)
Umar bin
Khathab adalah khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat, tatkala Abu
Bakar merasa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah dia ingin
memberikan khilafahannya kepada seseorang sehingga diharapkan manusia tidak
banyak terlibat konflik, jatuhlah pilihannya kepada Umar bin Khathab.
Umar ibn Al-Khathab dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan
kreatif bahkan genius.[5]
Pelaksanaan
pendidikan pada masa khalifah Umar bin Khathab lebih maju, Hal ini disebabkan
telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan dan terbentuknya
pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan matri yang dikembangkan,
baik dari segi ilmu bahasa, menulis, maupun pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan
dikelola dibawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, dan diiringi berbagai
kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitul mal, dan
sebagainya. Adapun sumber gaji yang pendidik waktu itu diambil dari daerah yang
ditaklukan dan dari baitul mal.[6]
c.
Masa
Khalifah Utsman bin Affan (23 H- 35 H/ 644 M- 656 M)
Sebelum meninggal, ‘Umar telah memanggil tiga calon penggantinya,
yaitu Utsman, ‘Ali, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Dalam pertemuan mereka secara
bergantian, Umar berpesan agar penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai
pejabat (Munawwir Syadzali, 1993:30). Di samping itu Umar telah membentuk dewan
formatur yang bertugas memilih penggantinya kelak. Dewan formulator yang
dibentuk Umar berjumlah 6 orang. Mereka adalah Ali, Utsman, Sa’ad bin Abi
Waqqash, Abd Ar-Rahman bin Auf, Zubbair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Di samping itu Abdullah bin Umar dijadikan anggota, tetapi tidak memiliki hak
suara.
Langkah yang ditempuh oleh Abd Ar-Rahman setelah Umar wafat adalah
meminta pendapat kepada anggota formatur secara terpisah untuk membicarakan
calon yang tepat untuk diangkat menjadi khalifah. Hasilnya adalah munculnya dua
kandidat khalifah, yaitu Utsman dan Ali. Kemudian, Abd Ar-Rahman memanggil Ali
dan menanyakan kepadanya, seandainya dia terpilih menjadi khalifah, sanggupkah
dia melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-Quran, Sunah Rasul, dan kebijakan dua
khalifah sebelum dia? Ali menjawab bahwa dirinya dapat berbuat sejauh
pengetahuan dan kemampuannya. Abd Ar-Rahman berganti mengundang Utsman dan
mengajukan pertanyaan yang sam kepadanya. Dengan tegas Utsman menjawab, “Ya!
Saya sanggup.” Berdasarkan jawaban itu, Abd Ar-Rahmanmenyatakan, “Utsman
sebagai khalifah ketiga, dan segeralah dilaksanakan bai’at.” Waktu itu, usia
Utsman tujuh puluh tahun.
Masa pemerintahan Utsman bin Affan termasuk yang paling lama apabila
dibandingkan dengan khalifah lainnya, yaitu 12 tahun; 24-36 H./644-656 M. Umar
10 tahun 13-23 H/634-644, Abu Bakar 2 tahun 11-13 H./632-634 M, dan Ali 5 tahun
36-41 H./656-661 M. awal pemerintahan Utsman, atau kira-kira 6 tahun masa
pemerintahannya penuh dengan berbagai prestasi.[7]
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan pendidikan tidak
jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan
apa yang telah ada, namun hanya terjadi sedikit perubahan yang mewarnai
pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah
yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa Khalifah Umar, diberikan
kelonggaran untuk keluar dari daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini
sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Utsman ini lebih
ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut
dan belajar tentang Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab
pada masa ini para sahabat memilih tempat yang strategis untuk memberikan pendidikkan
kepada masyarakat. Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan
pada umat itu sendiri. Artinya, pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan
demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan
kerihaan Allah.[8]
d.
Masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib ( 35 M- 40 M/656 M- 661 M)
Peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan menyebabkan perpecahan di
kalangan umat islam menjadi empat golongan, yakni : 1) pengikut Utsman, yaitu
yang menuntut balas atas kematian Utsman dan mengajukan Muawiyah sebagai
khalifah; 2) pengikut Ali, yang mengajukan Ali sebagai khalifah; 3) kaum
moderat, tidak mengajukan calon, menyerahkan urusannya kepada Allah; 4)
golongan yang berpegang pada prinsip jamaah, diantaranya Sa’ad bin Abi Waqqash,
Abu Ayyub Al-Anshari, Usamah bin Zaid, dan Muhammad bin Maslamah yang diikuti
oleh 10.000 orang sahabat tabi’in yang memandang bahwa Utsman dan Ali sama-sama
sebagi pemimpin.
Ali adalah calon terkuat untuk menjadi khalifah, karena banyak di
dukung oleh para sahabat senior, bahkan para pemberontak kepada khalifah Utsman
mendukungnya termasuk Abdullah bin Saba, dan tidak ada seorangpun yang bersedia
dicalonkan. Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdulah bin Umar tidak mendukungnya,
walaupun kemudian Sa’ad ikut kembali Ali. Yang pertama kali membai’at Ali
adalah Thalhah bin Ubaidilah diikuti oleh Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi
Waqqash, kemudian diikuti oleh banyak orang dari kalangan Anshar dan Muhajirin.
Asal mulanya Ali menolak pencalonan dirinya, namun kemudian menerimanya demi
kepentingan Islam pada tanggal 23 Juni 656 M.[9]
Pada masa Ali telah terjadi kekacauan
dan pemberontakan sehingga dimasa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil.
Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikkan Islam
mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu, Ali tidak sempat lagi memikirkan
masalah pendidikkan sebab keseluruhan dan perhatiannya itu ditumpahkann pada
masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam.
Adapun pusat-pusat pendidikan pada
masa Khulafa Al-Rasyidin antara lain adalah Makkah, Madinah, Bashrah, Kufah,
Damsyik (Syam), dan Mesir. Sistem pendidikkan pada masa Khulafa Al-Rasyidin
dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa
Umar bin Khattab, yang turut campur dalam menambahkan materi kurikulum pada
lembaga kuttab. Untuk pendidikkan dasar yang diajarkan sebelum masa Umar
bin Khattab menjabat sebagai Khalifah : a) Membaca dan menulis; b) Membaca dan
menghafal Al-Quran; c) Pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudlu, shalat,
puasa, dan sebagainya. [10]
B.
Tujuan
Pendidikan Islam pada masa khulafa Al-Rasyidin
Tujuan pendidikan pada masa khulafa
Al-Rasyidin yaitu Melahirkan umat yang memiliki komitmen yang tulus dan kukuh
terhadap pelaksanaan ajaran Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
Saw.
Lahirnya
tujuan pendidikan di zaman khulafa Al-Rasyidin tidak dapat dilepaskan dari
situasi sosial dan politik yang terjadi di wilayah kekuasan islam pada saat itu
khususnya di Makkah dan Madinah yang penduduknya dari latar belakang agama, sosial,
budaya, ekonomi, politik, pendidikandan lainnya yang berbeda-beda. [11]
C. Para Pendidik Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
1.
Khalifah
Abu Bakar As-Shiddiq
2.
Khalifah
Umar bin Khatthab
3.
Khalifah
Utsman bin Affan
4.
Khalifah
Ali bin Abi Thalib
5.
Ibn
Umar
6.
Abu
Hurairah
7.
Ibn
Abbas
8.
Siti
Aisyah
9.
Anas
bin Malik
10. Zaid ibn Tsabit
11. Abu Dzar Al-Ghifari
D.
Sasaran
(Peserta Didik) pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
Peserta didik pada masa Khulafa Al-Rasyidin terdiri dari masyarakat
yang tinggal di Mekkah dan Madinah. Namun, yang khusus mendalami bidang kajian
keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim, dan mendalam penguasaannyadi
bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikkan dalam arti
umum, yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah seluruh umat islam yang ada
di Mekkah dan Madinah. Adapun sasaran pendidikkan dalam arti khusus, yakni
membentuk ahli ilmu agama adalah sebagian kecil dari kalangan tabi’in yang
selanjutnya menjadi ulama.[12]
E.
Metode
Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
Adapun metode yang mereka gunakan dalam mengajar antara lain dengan
bentuk halaqah. Yakni guru duduk di sebagian ruangan masjid kemudian
dikelilingi oleh para siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan
artinya dan kemudian menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa menyimak,
mencatat, dan megulangi apa yang dikemukakan oleh para guru.[13]
F.
Kurikulum
dan Materi Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
Kurikulum pendidikan Madinah selain berisi materi pengajaran yang
berkaitan dengan pendidikkan keagamaan, yakni Al-Quran, Al-Hadist, hukum islam,
kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan keamanan, dan kesejahteraan sosial[14]
G.
Lembaga
Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
pada masa Khulafaur Rasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya
terdapat di Mekkah dan Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai
daerah kekuasaan Islam lainnya. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab misalnya,
pusat pendidikan selain Madinah dan Mekkah juga Mesir, Syiria dan Basyrah,
Kuffah, dan Damsyik.
Adapun
lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan masih sama dengan lembaga pendidikan
yang digunakan di zaman Rasulullah SAW, yaitu masjid, suffah, kuttah,
dan rumah[15]
H.
Evaluasi
Pendidikan Islam pada Masa Khulafah Al-Rasyidin
Kegiatan evaluasi pendidikan masih berlangsung secara lisan dan
perbuatan, yakni bahwa kemampuan seseorang dalam menguasai bahan pelajaran
dilihat pada kemampuannya untuk mengemukakan, mengajarakan, dan mengamalkan
ajaran tersebut. Para sahabat yang dinilai memiliki kecakapan dalam ilmu agam,
seperti tasir, hadist, fatwa dan sejarah kemudian dipercaya oleh masyarakat
untuk mengajar atau menyampaikan ilmunya itu kepada orang lain. Kepercayaan
masyarakat itulah sesungguhnya merupakan proses dan standar evaluasi yang lebih
objektif dan murni, karena kepercayaan publik pada umumnya menggambarkan
kekadaan yang sesungguhnya dan bersifat objektif.[16]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
a.
Pendidikan
pada masa Khulafa Al-Rasyidin masih meneruskan dan mengembangkan pendidikan
pada masa Rasulullah SAW.
b.
Tujuan
dari pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin. Salah satunya yaitu melahirkan
umat yang memiliki komitmen yang tulus dan kukuh terhadap pelaksanaan ajaran Islam.
c.
Pendidik
pada masa Khulafa Al-Rasyidin selain para Khalifah ada yang lain juga, seperti:
Ibnu Umar dan sebagainya.
d.
Peserta
didik pada masa Khulafa Al-Rasyidin pada umumnya adalah pendidik Mekkah dan
Madinah dan daerah-daerah yang ditaklukan Islam.
e.
Metode
pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin berbentuk halaqah.
f.
Kurikulum
dan materi pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin adalah Al-Quran, Al-Hadits,
dan sebagainya.
g.
Lembaga
pendidikan pada masa Khulafa Al-Rasyidin masih sama seperti pada masa Rasulullah
SAW. Seperti: Masjid, Suffah, Kuffah dan Rumah.
h.
Evaluasi
pendidikan Islam pada masa Khulafa Al-Rasyidin masih berlangsung secara isan
dan perbuatan.
2.
Saran
Diharapkan
kita sebagai calon pendidik dapat mencontoh hal-hal yang dianggap efektif dan
efisien dalam proses pembelajaran pada masa Khulafa Al-Rasyidin
DAFTAR PUSTAKA
Kodir Abdul,Sejarah Pendidikan Islam.Bandung: CV Pustaka
Setia.2015
Kurniawan Syamsul, Erwin Mahruj. Jejak Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.2011
Nata Abudin. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: Kencana
Renadamedia Group.2014
Supriyadi Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka
Setia.2016
[1] Kurniawan Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media,Yogyakarta, 2011, hal.7.
[2]
Ibid.hal.58.
[3]
Kodir Abdul, Sejarah Pendidikan Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2015, hal.24.
[4]
Kurniawan Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2011, hal.58.
[5]
Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal.77.
[6] Kurniawan Syamsul dan Erwin
Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media,
Yogyakarta, 2011, hal.59.
[8] Kurniawan Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2011, hal.60.
[9]
Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal.96.
[10]
Kurniawan Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Ar-Ruzz
Media, Yogyakarta, 2011, hal.60-61.
[12] Nata
Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta,
2014, hal.121.
No comments:
Post a Comment